Resistansi antibiotik menjadi perhatian sejumlah pihak, terutama pada Pekan Kesadaran Antibiotik Dunia, 12-18 November lalu. Sebab, dampaknya berbahaya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan resistansi antibiotik bertanggung jawab atas kematian 10 juta penduduk dunia tiap tahun, yang dimulai pada 2050. Sebelumnya, pada 2013, resistensi antibiotik bertanggung jawab atas 700 ribu kematian secara global.
Resistansi antibiotik merupakan kondisi ketika antibiotik sudah tidak lagi mempan mengatasi infeksi bakteri. Kuman bakteri itu bermutasi sehingga dapat bertahan terhadap antibiotik yang diberikan. Hal ini memang sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh penemu antibiotik penisilin, Alexander Fleming.
Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA), Anis Karuniawati, mengatakan Fleming sudah memperingatkan dampak penggunaan antibiotik yang berlebih. Meski penisilin bisa mengobati banyak penyakit infeksi, penggunaannya tetap harus dikontrol. “Dia (Fleming) sudah memperingatkan karena bakteri menjadi kebal jika digunakan dengan dosis berlebih,” kata Anis di Depok, Kamis lalu.
Menurut Anis, resistansi mikroba terjadi karena semua penyakit ditangani dengan obat yang sama. Padahal, kata dia, antibiotik hanya bisa mematikan bakteri, tidak bisa digunakan untuk mengobati penyakit akibat virus. Namun kenyataan di lapangan berbeda.
Seseorang yang mengalami sakit tenggorokan, misalnya, akan memakai antibiotik. Padahal, kata Anis, berbagai penelitian menyebutkan 90 persen sakit tenggorokan disebabkan virus. Penanganan pun harus melalui pemeriksaan laboratorium agar bisa diketahui penyebabnya.
Anis mengungkapkan seharusnya perhatian dicurahkan melalui pencegahan. Sebab, angka penyakit akibat infeksi tetap tinggi. Misalnya penyakit tuberkulosis yang angkanya tetap besar di Indonesia. Pencegahan ini bisa dilakukan dengan menerapkan kebiasaan hidup sehat dan memperbaiki kondisi tubuh. “Kemudian dengan vaksinasi dan imunisasi,” ujar Anis.
Anis memaparkan, penggunaan antibiotik sudah harus diawasi, termasuk distribusinya. Masyarakat yang membelinya harus dengan resep dokter. Ia beralasan antibiotik termasuk obat keras yang berbeda dengan paracetamol atau vitamin, yang bisa dibeli tanpa resep.
Ia juga menilai perlunya keterlibatan pemerintah agar bisa melakukan kebijakan multisektor dan berinovasi terhadap obat antibiotik. “Untuk mengembangkan vaksin, obat baru, serta metode baru,” ucapnya.
Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Aturan ini mewajibkan setiap rumah sakit memiliki tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) dan menerapkan aturan program pengendalian antibiotik.
Konsultan penyakit tropik infeksi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,Erni Juwita Nelwan, mengatakan, agar PPRA bisa dilaksanakan rumah sakit secara baik, diperlukan komitmen bersama. Ini meliputi tenaga medis dan nonmedis, infrastruktur rumah sakit, serta kebijakan pimpinan rumah sakit yang mendukung penggunaan antibiotik secara proporsional. “Melaksanakan pengendalian infeksi secara optimal, pelayanan mikrobiologi klinis, dan pelayanan farmasi klinis secara profesional,” ucap Erni.
Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia, Julianto Witjaksono, menyampaikan sebagian besar risiko resistansi antibiotik dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain dengan meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan, kewaspadaan dini, dan komunikasi aktif dengan pasien. IRSYAN HASYIM | DIKO OKTARA
Konsumsi Antibiotik dengan Benar
Cara Anda mengkonsumsi antibiotik sangat mempengaruhi resistan atau tidaknya kuman bakteri terhadap antibiotik. Selain itu, Anda diharapkan dapat mencegah terjadinya infeksi. Berikut ini kiatnya.
Rajin mencuci tangan hingga benar-benar bersih, misalnya sebelum makan atau setelah batuk dan bersin.
Melakukan vaksinasi.
Jaga kesehatan agar daya tahan tubuh Anda kuat menangkal penyakit.
Konsumsi antibiotik sesuai dengan anjuran dan dosis yang diberikan dokter.
Habiskan antibiotik meski kondisi Anda sudah terasa membaik.
Jangan meminum antibiotik yang diresepkan untuk orang lain.
Jangan mengulang resep antibiotik yang diberikan kepada Anda.
SUMBER: DIOLAH | DIKO OKTARA