maaf email atau password anda salah


Melindungi Anak Muda dari Bahaya Media Sosial

Anak muda perlu mendapat peringatan dalam upaya menangkal ancaman gangguan kesehatan mental yang bisa datang dari media sosial.

arsip tempo : 171422362793.

Ilustrasi anak-anak membuka aplikasi media sosial. Pexels. tempo : 171422362793.

Rajat, 16 tahun, mulai menggunakan media sosial pada usia 14 tahun. Saban bangun pagi, hal pertama yang dia lakukan adalah memeriksa unggahannya. Pada waktu malam, dia terus online hingga larut.

Jika unggahannya tidak mendulang tanda "likes" atau hanya dilihat dan dibagikan sedikit orang, Rajat merasa tidak dicintai dan tak berharga. Ia pun menambah waktu online untuk "memperbaiki keadaan". Orang tuanya menyebutkan hidup anak itu dibajak media sosial. Tapi upaya untuk membantunya membuat Rajat tersinggung, bahkan bertindak agresif. Rutinitas hariannya jadi terganggu. Orang tuanya meminta bantuan psikiater setelah menyadari Rajat mengalami depresi berat.

Rajat bukan nama sebenarnya. Namun dia satu dari banyak remaja India—mungkin juga di Indonesia—yang berjibaku dengan banyak permasalahan akibat media sosial. Relevansi media sosial yang kian besar dengan kehidupan anak muda sehari-hari, juga cara mereka berinteraksi, meningkatkan kekhawatiran tentang dampak media sosial terhadap kesehatan mental mereka.

Ilustrasi orang tua melindungi anak-anaknya dari pengaruh buruk media sosial. Pexels

Penelitian mengenai dampak media sosial terhadap kesehatan mental menunjukkan hasil yang berbeda-beda—sesuatu yang menunjukkan kompleksitas masalah ini. Penelitian menunjukkan media sosial dapat menjadi nilai tambah bagi hidup kita, tapi penggunaan yang tak terkendali akan merugikan hubungan, kinerja, dan pencapaian kita.

Media sosial juga dapat memicu gangguan kesehatan mental yang meliputi stres, penurunan kebahagiaan, dan deprivasi; juga gangguan berupa depresi, kecemasan, dan sulit tidur. Penggunaan media sosial yang berlebihan juga dapat bermanifestasi menjadi pola kecanduan yang ditandai dengan hilangnya kendali diri, hanya mementingkan media sosial hingga melupakan tanggung jawab, serta ketidakmampuan mengontrol penggunaannya, apa pun konsekuensinya.

Sejumlah penelitian tentang kecanduan media sosial sedang berlangsung.

Keterbatasan data membuat para ilmuwan sulit menarik kesimpulan mengenai sejauh mana dampak media sosial terhadap kesehatan mental anak muda. Namun permasalahan ini tetap menjadi prioritas ketika berinteraksi dengan remaja, orang tua, dan guru.

Dampak media sosial terhadap kesehatan mental ditentukan sejumlah faktor, seperti kerentanan individu, faktor psikologis seperti sifat pribadi dan kemampuan mengatasi masalah, faktor lingkungan seperti mudahnya akses dan penerimaan sosial, serta variabel lain yang menyangkut media sosial. Desain, algoritma, dan tingkat anonimitas yang ditawarkan yang membuatnya menjadi menarik atau tidak menarik itulah yang membentuk perilaku kita.

Penggunaan media sosial oleh anak muda juga dapat membuat posisi mereka terbuka bagi berbagai ancaman, seperti cyberbullying. Cyberbullying melibatkan perilaku bermusuhan dan agresif secara berulang-ulang pada platform digital.

Anak muda juga bisa menjadi korban cyberstalking, yaitu penggunaan tautan online untuk menguntit dan menyakiti. Ada pula ancaman cybergrooming, yaitu pelaku yang mengincar anak di bawah umur untuk dicabuli, baik secara online maupun fisik.

Meski penggunaan media sosial secara berlebihan telah banyak dibahas, anak muda perlu diperingatkan perihal masalah lain, termasuk dampaknya terhadap kesehatan mental. Hal ini sangat ditentukan oleh cara mereka berinteraksi di dunia maya.

Tingkat pengawasan dan pengarahan mengenai media sosial anak muda menentukan apakah penggunaannya menambah parah masalah. Anak muda, orang tua, dan guru perlu memiliki pengetahuan serta sarana yang lengkap untuk melawan dampak negatif media sosial.

Ilustrasi anak-anak membuka aplikasi media sosial. Pexels

Adanya kesadaran akan potensi ancaman merupakan langkah awal yang bagus. Anak muda perlu menyadari hak-hak mereka jika menjadi korban. Di India, misalnya, hal ini diatur dalam Undang-Undang Teknologi Informasi hasil amendemen pada 2008.

Bimbingan orang tua dapat memastikan umur yang tepat bagi anak untuk menggunakan media sosial. Perlu ada kesadaran tentang alasan kita menggunakan media sosial dan tidak berharap yang muluk-muluk darinya.

Media sosial bukanlah pengganti interaksi antar-sesama dan jangan sampai ia menghalangi rutinitas harian kita. Menginvestasikan waktu pada aktivitas yang membuat tubuh dan pikiran rileks dapat membantu menanggulangi stres dan kecemasan yang disebabkan oleh pengalaman tak menyenangkan di media sosial.

Mereka yang memiliki pengalaman buruk seperti itu perlu mendapat intervensi jasmani dan rohani, termasuk psikoterapi dan konseling. Penggunaan media sosial yang berlebihan harus diidentifikasi sedini mungkin dan pelakunya diajak berkonsultasi dengan tenaga kesehatan mental profesional supaya mendapat intervensi dini yang tepat.

---

Artikel ini ditulis oleh Profesor Yatan Pal Singh Balhara, pakar psikiatri dari All India Institute, New Delhi. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di 360info dan diterjemahkan oleh Reza Maulana dari Tempo.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 April 2024

  • 26 April 2024

  • 25 April 2024

  • 24 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan