AIHII Gelar Foreign Policy Outlook 2024
Kajian ini tidak hanya harus diketahui oleh para pemegang kekuasaan tapi juga masyarakat secara umum, terutama generasi muda.
Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) bekerja sama dengan Program Studi Hubungan Internasional menggelar “Foreign Policy Outlook 2024” pada Jumat, 12 Januari 2024. Acara dibuka dengan opening speech dari Ketua Umum AIHII, Dr. Agus Haryanto yang menyatakan bahwa tantangan global pada tahun 2024 akan semakin berat, ketidakpastian global dan kondisi geopolitik yang dinamis masih akan menjadi ciri dunia.
Menurutnya, persaingan antara negara-negara besar juga akan semakin meningkat. Agus mengatakan, kebijakan luar negeri merupakan serangkaian komponen yang nantinya bisa menjadi panduan bagi negara untuk berinteraksi dengan negara lain atau aktor non negara di lingkungan internasional yang harus dimonitoring dan dievaluasi agar bisa memberikan manfaat yang maksimal.
Karena itu, kajian foreign policy bukan hanya harus diketahui oleh para pemegang kekuasaan tetapi juga penting untuk masyarakat secara umum, terutama generasi muda. Pembicara pertama, Prof Aleksius Djemadu dengan judul “Foreign Policy Outlook 2024: menanti Ratifikasi Rakyat”.
Aleksius menggambarkan bahwa pada dasarnya politik luar negeri dapat dipahami sebagai ketercapaian kepentingan nasional dibawah kondisi yang dicirikan constraint deomestik dan internasional sehingga meniscayakan upaya strategizing yang tepat. Selain 2024 Indonesia melewati strategic event pilpres dan berbagai perkembangan global dan geopolitik yang menetukan masa depan bangsa.
Berbagai skenario politik luar negeri ditentukan hasil pilpres 2024 sebagai ratifikasi rakyat sebagai model rekayasa masa depan dengan semua implikasinya baik ke dalam maupun ke dunia internasional. Pembicara kedua Prof Sukawarsini Djelantik menekankan pada 3 aspek. Pertama, diplomasi ekonomi.
Dalam upaya memperjuangkan kepentingan nasional berupa pembangunan infrastuktur sebagai implementasi kerja sama dengan China pada program Belt Road Initiative; Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Pembangunan Ibukota baru, Djelantik mengingatkan untuk antisipasi potensi jeratan utang. Kedua, bidang keamanan yaitu peran yang lebih signifikan dalam isu-isu politik keamanan regional dan global.
Ketiga, Nilai. Implementasi prinsip politik luar negeri bebas-aktif, diversifikasi hubungan bilateral dan keseimbangan dalam hubungan luar-negeri. Dr. Siti Mutiah Setiawati sebagai pembicara terakhir menyatakan peluang dan tantangan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.
Peluang itu diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang membaik, adanya stabilitas politik dan kedudukan sebagai negara yang terpandang dalam ASEAN, APEC, OKI dan G20. Adapun tantangannya meliputi, pertama, implementasi konsep Indonesia sebagai poros maritim dunia (negara kepulauan menjadi maritim).
Kedua, penolakan Indonesia atas penerapan ADIZ (Air Defence Identification Zone) China, sementara Indonesia menerima tawaran investasi China di laut dalam rangka mewujudkan poros maritim. Ketiga, masalah perbatasan yang belum terselesaikan dengan Malaysia, Timur Leste, Filipina, China dan Papua Nugini.
Keempat, persiapan menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN. Kelima, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Keenam, penerapan prinsip politik luar negeri secara konsisten; bebas aktif, menjaga keutuhan NKRI, anti penjajahan dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Seminar ditutup oleh Dr. Irma Indrayani yang menyatakan agar pemikiran para guru besar dan akademisi hubungan internasional mengenai pro dan kontra pelaksanaan politik luar negeri Indonesia tidak berhenti sampai di sini. Namun, juga dapat dijadikan publikasi dan policy paper untuk rekomendasi kepada presiden mendatang.