Penyebab Cedera Lutut saat Olah Raga
Suara letupan di lutut bisa jadi pertanda ada ligamen yang putus. Cedera ini tidak bisa sembuh sendiri. #Infotempo
Agung Adrian, 42 tahun, terpaksa menghentikan aktivitasnya berlari pagi. Lututnya terasa nyeri setiap kakinya mengayun di atas aspal sekitar komplek perumahannya, Jakarta Selatan. Ia sempat kebingungan karena pemanasan sebelum olah raga sudah dilaksanakan, namun tetap saja cedera menghampiri.
Rasa nyeri pada lutut kerap dialami banyak orang. Dokter Ortopedi di Mayapada Hospital dr. Sapto Adji Harjosworo, Sp.OT (K) menjelaskan lutut memiliki 4 urat yang berperan terhadap kestabilan sendi. Dari keempat ligamen tersebut, yang paling rentan mengalami cedera adalah ACL atau Anterior Cruciate Ligament.
Fungsi ACL membantu menjaga stabilitas rotasi lutut dan mencegah tibia (tulang kering) bergeser di depan tulang paha. Cedera ACL termasuk salah satu jenis cedera lutut paling umum, sekitar 40 persen dari semua cedera terkait olah raga. “Semua pelaku olahraga yang mengandalkan kelincahan kecepatan bisa mengalami kondisi ini. ACL sangat rentan mengalami cedera,” kata dr. Sapto.
Bentuk cedera yang kerap dialami pasien yakni urat pada lutut terpuntir sehingga menyebabkan nyeri. “Paha berpuntir ke luar, sementara tungkai bawah kita bergerak ke dalam, sehingga memutuskan urat tersebut. Sama seperti ketika turun tangga, tak menyadari dua anak tangga yang belum dilangkah, terjatuh dan menumpu. Begitu dia putus, ligamen seperti bunyi dan terputus,” tuturnya.
Jenis cedera pada urat, kata dr. Sapto, bisa robek sebagian hingga putus total. “Jadi tergantung seberapa parah. Kalau hanya ketarik aja, bisa melanjutkan permainan. Tapi kalau sudah robek atau putus sebagian akan sulit.”
Kurangnya pemanasan sebelum berolah raga seringkali dituding jadi pemicu munculnya nyeri pada lutur. Namun menurut Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Mayapada Hospital dr. Taufan Favian Reyhan, Sp.KO, ada faktor lain yang menyebabkan ACL cedera.
Faktor internal antara lain berat badan, teknik main atau olah raga yang salah, hingga kelelahan, atau otot tak seimbang. Sedangkan faktor eksternal misalnya suasana bermain terlalu bersemangat dengan adrenalin yang meningkat sehingga atlet terlalu memaksa saat berolah raga. Atau mungkin lapangan kurang bagus, berlubang, lengket, hingga sepatu olah raga yang tak cocok.
Pertolongan Pertama
Menurut dr. Taufan, untuk pertolongan pertama dengan cara beristirahat dari aktivitas olah raga. Bisa juga dikompres dengan es batu. Namun ketika pertolongan pertama sudah tak efektif dan atlet tidak dapat melanjutkan permainan, maka harus dibawa ke rumah sakit. “Harus diangkut oleh tim medis dan pemain harus diganti,” katanya.
Adapun gejala putusnya ACL, kata dr. Taufan, terdengar suara meletup di lutut, rasa nyeri yang hebat dan tidak dapat melanjutkan aktivitas. Kemudian muncul pembengkakan lutut beberapa jam kemudian, berkurangnya kemampuan menggerakan lutut, hingga rasa tidak seimbang saat dipakai untuk menopang berat badan.
Untuk menangani dan mengobati ACL, menurut dr. Sapto, harus ditangani secara multidisiplin. Kondisi ACL tak punya kemampuan menyembuhkan diri sendiri. “ACL tak punya kemampuan itu. Sekali putus tetap putus, tak bisa disambung lagi maka harus operasi,” katanya.
Proses pengobatan diawali dengan observasi melalui sesi wawancara dan pemeriksaan. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan penunjang seperti menggunakan Foto Rontgen (X-ray). Metode ini sebenarnya tidak dapat melihat kerusakan ligamen, tetapi untuk melihat ada tidaknya kelainan pada tulang.
Lalu dilakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat sobekan ligamen, atau luka pada tulang rawan. Jika sudah diketahui penyebabnya, dokter akan melakukan tindakan operasi Arthroscopy, yaitu teknik operasi minimal invasif untuk menangani kasus cedera olahraga. Tindakan ini untuk diagnosis dan memperbaiki masalah di dalam sendi.
Keunggulan teknik ini adalah sayatan minimal sehingga nyeri dan risiko infeksi lebih kecil, waktu rawat inap lebih pendek, dan pemulihan lebih cepat. Arthroscopy dapat dilakukan untuk lutut, bahu, pinggul, tangan dan kaki.
Setelah menjalani operasi, pasien akan mengikuti program latihan untuk pemulihan pasca-operasi. Penanganan kasus cedera olah raga ini menggunakan pendekatan non-operatif. Program terapi non-operatif akan disesuaikan dengan kondisi pasien.
Rumah sakit yang memiliki tim dokter ahli untuk menangani kasus cedera yakni Mayapada Hospital. Rumah sakit ini memiliki Sports Injury Treatment & Performance Center (SITPEC). Penanganan di SITPEC dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi. Mulai dari program preventif, screening, performa olah raga, penanganan cedera, serta program pemulihan pasca cedera dan pasca operasi.
SITPEC didukung tim dokter multi spesialisasi dan fisioterapis olah raga yang profesional dan berpengalaman. Berbagai kondisi yang ditangani yakni Sprain and strain (Keseleo dan tegangan otot), nyeri lutut, bahu, pinggul, tangan, dan kaki akibat cedera olahraga, ACL, jumper’s knee (cedera lutut), runner’s knee (cedera lutut), achilles tendinitis (cedera pada tendon achilles) hingga dislokasi sendi.
Tim dokter ahli Mayapada Hospital Jakarta Selatan yang terlibat antara lain dr. Sapto Adji Harjosworo, Sp.OT (K)Sport Injury; dr. Charles Hoo, SpOT(K)Sport Injury; dr. Taufan Favian Reyhan, Sp.KO; dan dr. Jovita Maria, SpKFR.
Sedangkan tim dokter di Mayapada Hospital Kuningan yakni dr. Demy Faheem, SpOT(K)Sport Injury; dr Elyse SpKO, dr Zeth Boroh SpKO; dr Grace Tumbelaka SpKO, dr Febriyani Valentina SpKFR; dan dr Inez Widyasari Halim SpKFR.
Jika ingin konsultasi dengan dokter spesialis dari Mayapada Hospital dapat klik disini dan disini.