Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menghadapi persoalan pada masa pandemi Covid-19, dari lesunya pasar hingga kesulitan pendanaan. Lesunya daya beli konsumen, pembatasan mobilitas masyarakat, hingga faktor musiman menghadang laju UMKM dalam setahun terakhir.
Sebagian dari hal ini terekam dalam indeks BRI Micro and Small to Medium-Sized Enterprise (BMSI), survei yang digelar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI terhadap 5.000 UMKM di seluruh Indonesia. Menurut Direktur Utama BRI Sunarso, hal inilah yang menurunkan aktivitas bisnis UMKM pada akhir 2020. Meski begitu, dia menganggap hal tersebut menjadi peluang bagi BRI, terutama untuk meningkatkan akses pendanaan bagi UMKM.
Dalam wawancara bersama tim Koran Tempo, Kamis lalu, Sunarso mengungkapkan beberapa strategi bisnis BRI, terutama untuk mendorong kredit mikro. Termasuk dengan memanfaatkan teknologi dan berkolaborasi dengan perusahaan berbasis digital. Berikut ini petikan wawancaranya.
Seperti apa kinerja UMKM seperti yang diukur dalam BMSI?
BMSI mengukur aktivitas bisnis UMKM, tingkat kegiatannya di triwulan itu. Mencakup volume penjualan, harga jual, realisasi pendapatan, dan seterusnya. Kami hitung juga indeks ekspektasi UMKM untuk tiga bulan ke depan, termasuk kepercayaan mereka ke pemerintah. Pertama kali BMSI dirilis pada September, pada Februari kami terbitkan yang kedua dengan 5.000 responden di 33 provinsi, sebagian besar nasabah BRI. Pada kuartal III ada optimisme, ternyata realisasi bisnis pada kuartal IV tak sesuai dengan ekspektasi. Ada pengaruh pembatasan mobilitas, pembatasan libur panjang, dan faktor musiman seperti cuaca. Semua indeks sektoral turun, kecuali industri pengolahan yang meningkat karena permintaan menjelang Natal dan tahun baru. Temuan yang paling penting untuk bank adalah mayoritas pinjaman baru tujuannya untuk usaha, dipakai untuk beli benih, pupuk, pestisida, dan barang dagangan.
Bagaimana BRI menyikapi hasil survei soal UMKM ini?
Dari analisis pada 2018, ternyata ada 30 juta pelaku UMKM yang belum mendapat akses pendanaan formal. Ada yang ke rentenir, ada yang pinjam lewat kerabat, dan ada 18 juta yang benar-benar belum terlayani. Jadi, fokus BRI adalah layanan dengan strategi. Kami mencari sumber pertumbuhan baru dari usaha yang paling kecil atau disebut go smaller, memberikan tenor pendek yang disebut go shorter, dan mengupayakan go faster dengan digitalisasi. Ada 10,2 juta usaha mikro. Dari situ, ada 93 persen atau 9,5 juta itu nasabah ultra-mikro. Di BRI mereka menyerap kredit Rp 205 triliun.
Setelah fintech semakin eksis dan bisa mengejar 18 juta UMKM yang tidak terlayani pendanaan formal, apa pandangan Anda? Apakah akan bersaing atau bisa menjadi mitra?
Secara konvensional, orang akan meminjam ke lembaga gadai, karena 15 menit selesai. Skemanya mudah, cepat, tapi barang mahal. Nah sebaliknya, kalau bank itu tidak mudah, tidak cepat, tapi murah. Bank itu pinjam-meminjamnya berbasis fidusia atau tidak menjaminkan barang, tapi menjaminkan sertifikat kepemilikan barang, seperti tanah dan surat kepemilikan kendaraan. Ada juga yang tak perlu ajukan permohonan karena ditawari lewat aplikasi, itulah fintech. Tapi tetap saja mereka tak murah bunganya. Orang memang punya pilihan.
Arah persaingannya bagaimana?
Kemungkinan selalu dua, apakah bank dikonsolidasikan menjadi fintech, atau fintech dikonsolidasikan ke bank. Saya meramalkan bank sangat mudah mengadopsi bisnis model fintech. Kesimpulannya, fintech banyak, silakan saja. Tapi bank, kalau mau bikin atau memiliki fintech, itu gampang. Bagi bank, ada pilihan untuk kolaborasi soal kepemilikan, atau kolaborasi dalam bentuk lainnya. Sekarang banyak bank ambil bank kecil yang dikonversi, BRI sudah punya yang namanya BRI Ventures untuk kerja sama dengan fintech.
Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Sunarso. Tempo/Tony Hartawan
Seperti apa target pertumbuhan kredit BRI dari UMKM?
Di BRI, porsi pembiayaan UMKM pada 2020 sudah 82 persen. Sebelumnya, tak pernah sampai situ, paling tinggi 78 persen. Sekarang kami menargetkan kredit BRI tumbuh 7 persen tahun ini. Pada 2020, pertumbuhan kredit secara nasional minus 2,40 persen, tapi BRI tumbuh 3,9 persen. Porsi kredit UMKM kami jaga minimal 80 persen. Untuk menaikkan porsi kredit UMKM 1 persen itu tak gampang, tapi cita-cita kami menjadikannya 85 persen pada 2025.
Apakah BRI memiliki rencana membuat ekosistem pembiayaan kredit UMKM?
Ada BRI Ventures. Kami bekerja sama dengan start-up digital, seperti TaniHub, Investree, otomatis jalan semua. Kalau ekosistem yang ramai dibicarakan sekarang, soal holding (perusahaan induk badan usaha milik negara di bidang pembiayaan mikro). Saya cenderung ke ekosistem yang mau dibangun.
Sejauh mana pembentukan holding BUMN pembiayaan mikro?
Prosesnya sudah tentu diinisiasi oleh pemegang saham. Kami hanya profesional yang bekerja di perusahaan. Kalau pemilik ingin ini-itu, kami harus melaksanakan. Yang penting dialog bahwa yang kita tuju adalah memperluas jangkauan layanan dan sebanyak mungkin. Dibentuk ekosistem, tapi yang penting di dalamnya para anggota leluasa menjalankan bisnis modelnya, tetap memiliki target market masing-masing.
Seperti apa strategi BRI mempromosikan kredit mikro?
Tidak perlu diumumkan di televisi jika kami punya unit mikro. Kami mencari agen untuk diajari cara menggunakan transaksi, dan mereka keliling. Pada 2015, BRI punya 75 ribu agen BRILink dan waktu itu fee transaksi masih Rp 3 miliar setahun. Setelah 5 tahun, ada 504.233 agen BRILink. Pada 2019, volume transaksi agen Rp 673 triliun setahun, kemudian saya genjot naik menjadi Rp 843,2 triliun tahun lalu. Modal mereka telepon seluler dan mesin EDC (electronic data capture). Kami menghasilkan fee-based income Rp 1,1 triliun. Banyak penjual di warung yang pendapatannya meningkat karena ini.
Bagaimana rencana BRI menciptakan basis data? Rencana tahun ini seperti apa?
Ada inisiatif membuat master data management. Kami kembangkan big data dan membangun BRI Brain. Untuk mengurus unit yang kecil-kecil dan banyak, biar komputer yang berpikir. Investasi terus dilakukan.
Di tengah kesulitan pada masa pandemi, apa strategi yang Anda lakukan? Apakah ada efisiensi jumlah karyawan?
Kami berkomitmen, dalam digitalisasi BRI Group, tidak akan ada pemutusan hubungan kerja. Harus ada realokasi. Jadi, pekerjaan yang diambil alih ke digital. Ada yang dialihkan ke marketing, atau jadi penyuluh digital. Tapi nanti, rekrutmen pasti akan selektif dan tak sebanyak dulu. Ada capacity planning, misalnya tahun ini pensiun 100 orang, mungkin penggantinya hanya 10 orang.
BIODATA
Nama: Sunarso
Tempat/tanggal lahir: Pasuruan, 7 November 1963
Pendidikan:
Sarjana Agronomi, Institut Pertanian Bogor
Magister Administrasi Bisnis, Universitas Indonesia
Karier:
Direktur Commercial and Business Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Mei 2010-Maret 2015)
Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (2015-Oktober 2017)
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) (Oktober 2017-Januari 2019)
Wakil Direktur Utama BRI (Januari 2019-September 2019)
Direktur Utama BRI (September 2019-sekarang)