JAKARTA – Sejumlah pengusaha tak sepenuhnya mendukung program vaksin gotong royong yang seharusnya seratus persen ditanggung perusahaan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, berharap pemerintah melonggarkan ketentuan tersebut.
"Bila perusahaan harus membayar vaksinasi semua karyawan, ribet urusannya karena tidak semua perusahaan punya kemampuan," kata Hariyadi kepada Tempo, kemarin.
Dia mengusulkan agar pemerintah membebaskan perusahaan menentukan jumlah karyawan yang akan divaksinasi. Dengan begitu, entitas usaha padat karya tidak terbebani. Ketentuan untuk menanggung biaya vaksinasi seluruh karyawan, menurut Hariyadi, membuat banyak perusahaan ragu-ragu ikut program vaksin mandiri.
Hariyadi juga mengusulkan agar ada insentif khusus sebagai kompensasi bagi pengusaha yang telah membantu pemerintah. "Vaksinasi kan tanggung jawab pemerintah," tuturnya. Kompensasi yang dia harapkan berupa pembebasan pajak penghasilan Pasal 25.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Sukamdani di Gedung APINDO, Jakarta, 10 Februari 2021. Tempo/Tony Hartawan
Wakil Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Budiarto Tjandra, menuturkan tak sedikit anggotanya yang masih ragu mendaftar program vaksin gotong royong. "Belum ada kepastian harga vaksinnya berapa, jadi sebagian masih ragu-ragu untuk ikut," ujar dia.
Budi menyatakan belum semua anggotanya bangkit dari efek pandemi. Perusahaan alas kaki berorientasi ekspor tertolong perbaikan kondisi perekonomian pada akhir 2020, sehingga ada kenaikan pengiriman ke luar negeri. Sedangkan di dalam negeri, permintaan masih anjlok.
Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), berharap harga yang dipatok pemerintah kelak tak melebihi Rp 500 ribu per satu dosis vaksin. "Kita masih menunggu kebijakan pemerintah," katanya.
Saat ini Inaplas telah menerima pendaftaran 10 dari 87 perusahaan anggota asosiasi. Menurut dia, jumlahnya masih akan bertambah. Dia memperkirakan minimal sekitar 200 ribu orang di industri ini yang mendaftar program vaksin mandiri. Selain termasuk industri padat karya, anggota Inaplas berencana menanggung biaya vaksin keluarga karyawan mereka.
Fajar mengatakan saat ini anggotanya sedang mendata calon penerima vaksin. Data tersebut nantinya akan diserahkan kepada pemerintah dan disesuaikan dengan data milik BPJS Kesehatan serta PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk untuk diverifikasi.
Pengisian data juga sedang dilakukan anggota Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Sekretaris Jenderal API, Rizal Rakhman, menyatakan terdapat lebih dari 100 perusahaan yang sudah mendaftar program vaksin mandiri. "Ada sekitar 70 ribu lebih karyawan yang didaftarkan," ucapnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, berharap harga vaksin mandiri Rp 200-300 ribu per dosis. "Kalau terlalu tinggi, cukup berat," kata dia. Dengan kisaran harga itu masih banyak perusahaan yang mampu menanggung vaksinasi karyawannya sendiri.
Dia mengatakan keputusan pengusaha untuk terlibat dalam vaksinasi ditujukan untuk mempercepat penanganan pandemi. Pasalnya, pemerintah memiliki keterbatasan tenaga serta dana. Keterlambatan penanganan pandemi akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menyatakan pihaknya telah menerima pendaftaran vaksin gotong royong dari 6.000 lebih perusahaan dengan jumlah karyawan mencapai 6 juta orang. "Perusahaannya terdiri atas berbagai badan hukum, PMA, PMDN, UMKM, dan lainnya," katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 8 Januari 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Para pengusaha saat ini sedang menunggu regulasi pemerintah terkait dengan pelaksanaan vaksin gotong royong. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatur empat prinsip untuk program tersebut. "Pertama adalah prinsip-prinsip dasar bahwa vaksin itu diberikan gratis ke seluruh rakyat Indonesia oleh pemerintah. Itu hak mereka. Jadi, meski ada program vaksin gotong royong, tidak menghilangkan hak mereka untuk mendapat vaksin gratis," tuturnya.
Budi juga berprinsip agar tidak ada diskriminasi dalam program ini. Dia tak ingin pemberian vaksin gotong royong menimbulkan persepsi bahwa orang kaya bisa lebih dulu mendapat vaksin.
Prinsip lain yang ia tekankan adalah program vaksinasi bukan untuk bisnis semata-mata. Budi berujar konsep bahwa vaksinasi dilakukan sebagai bisnis merupakan suatu hal yang hampir tak ada di seluruh dunia. "Konsepnya lebih banyak kita mengajak membangun mekanisme gotong royong. Stakeholder membantu melakukan vaksinasi bagi seluruh rakyat di negara yang bersangkutan," kata Budi Gunadi.
Juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk ikut dalam program vaksinasi gotong royong. "Perusahaan yang mau saja," ujarnya. Itu sebabnya pemerintah tidak menyiapkan insentif khusus bagi perusahaan yang ikut dalam program tersebut.