JAKARTA – Kementerian Keuangan hingga kini belum memutuskan kenaikan tarif cukai rokok pada 2021. Pemerintah masih melakukan evaluasi dampak pandemi Covid-19 kepada industri tembakau. “Belum ada pembahasan,” kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Nirmala Dwi Heryanto, akhir pekan lalu.
Menurut Nirmala, pemerintah akan mengundang pengusaha tembakau dan rokok, akademikus, industri terkait, dan kementerian terkait untuk membahas soal tarif cukai. Dia menambahkan, pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan produksi tembakau sebesar 12 persen pada Mei lalu year-on-year (secara tahunan).
Dia menjelaskan, target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020 Rp 164,94 triliun atau turun target dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020 sebesar Rp 165,64 triliun. Nirmala mengatakan kebijakan cukai rokok melibatkan para stakeholder, baik dari pelaku usaha maupun dari pihak lain yang mengadvokasi kesehatan.
Akibat wabah Covid-19 berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi. Baik target penerimaan pajak maupun kepabeanan dan cukai dipangkas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020. Dalam APBN, penerimaan cukai tahun ini ditargetkan Rp 168 triliun.
Menurut Nirwala, Direktorat Bea Cukai telah melakukan survei atas dampak pandemi Covid-19 terhadap industri rokok, termasuk dampak kebijakan yang telah dikeluarkan dalam rangka mendukung keberlangsungan usaha industri rokok. Survei memetakan dampak serta ketahanan industri rokok, kendala dan insentif yang diperlukan agar industri tetap bisa bertahan. “Dan tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja,” tuturnya.
Saat ini, kata Nirmala, 6 juta orang terlibat dalam kegiatan industri tembakau dari hulu sampai hilir. “Angkanya (pekerja) cukup besar dan perlu mendapat perhatian dari pemerintah,” kata dia.
Kebijakan cukai hasil tembakau dilakukan untuk pengendalian konsumsi rokok (baik legal maupun ilegal), menjamin keberlangsungan industri dengan menjaga keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya, dan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Sebelumnya, per 1 Januari 2020, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai dengan rata-rata 23 persen dan menaikkan harga jual eceran (harga banderol) dengan rata-rata 35 persen.
Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Bea dan Cukai Sunaryo mengatakan pertumbuhan tembakau pada tahun ini diproyeksikan ada threshold sebesar -17,5 persen. Menurut dia, asalkan tidak melebihi minus itu, maka masih dalam tingkat aman. “Up and down kan biasa,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, mengatakan pandemi Covid-19 berpotensi menurunkan produksi rokok hingga 40 persen. Imbasnya, tenaga kerja industri hasil tembakau (IHT) berpotensi menurun sekitar 26 persen. "Penurunan produksi IHT selanjutnya akan berdampak pada rasionalisasi tenaga kerja, serapan tembakau dan cengkeh, hingga penerimaan negara," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO | ALI NUR YASIN
Pemerintah Belum Bahas Kenaikan Cukai Rokok 2021