JAKARTA – Konsultan penerbangan dari CommunicAvia, Gerry Soejatman, menyarankan maskapai penerbangan mengutamakan layanan pada rute-rute untuk kebutuhan bisnis, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Sebab, kata dia, perjalanan wisata belum akan bertumbuh signifikan karena pandemi Covid-19 belum usai. “Layanan penerbangan ke rute wisata tak efektif karena belum ada destinasi wisata yang dibuka secara penuh,” kata dia, kemarin.
Operator penerbangan kini berjuang mendongkrak keterisian armada pada masa tatanan baru atau new normal. Corporate Communications Strategic of Grup Lion Air, Danang Mandala Prihantoro, mengatakan minat penerbangan belum bisa pulih seketika, meski layanan dan batas keterisian pesawat sudah dilonggarkan. “Kami evaluasi dan bandingkan kondisi demand masa sekarang dengan sebelum pandemi, kemudian berfokus pada rute-rute yang permintaannya membaik,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Menurut Danang, penumpang pada era new normal akan lebih ketat memperhatikan standar kebersihan setiap maskapai sebelum bepergian. Maskapai pun bersaing menyediakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Dia mencontohkan penumpang kini lebih mengincar rute penerbangan langsung ketimbang penerbangan transit. “Kami harus selalu menyesuaikan layanan karena kondisinya berbeda di setiap daerah,” ucapnya.
Pemerintah mulai melonggarkan tingkat keterisian angkutan umum sejak awal pekan lalu untuk mengantisipasi lonjakan pergerakan manusia pada masa new normal. Batas keterisian total pesawat pun dinaikkan hingga 70 persen dari yang sebelumnya dipatok 50 persen agar bisa memberi titik impas (break-even point) bagi operator. Namun penumpang harus menyiapkan dokumen, seperti bukti tes polymerase chain reaction (PCR), hasil tes cepat, atau surat keterangan sehat, agar dapat terbang.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan sedang mensosialisasi keamanan dan kebersihan penerbangan untuk memulihkan kepercayaan pelanggan. “Belum ada gambaran kapan demand naik, tapi kami memberi jaminan bahwa terbang itu aman,” ucapnya.
Direktur PT Angkasa Pura I (Persero), Faik Fahmi, mengatakan ada perubahan perilaku pengguna jasa penerbangan. Dari survei yang digelar Angkasa Pura I pada April lalu, hanya 23 persen penumpang yang langsung kembali memakai jasa penerbangan. Lebih dari 76 persen penumpang masih menahan hasrat bepergian hingga 2-8 bulan ke depan. “Kami harus meyakinkan bahwa penerbangan sudah aman,” katanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, berjanji meningkatkan kapasitas secara bertahap hingga seratus persen bila standar kesehatan di sektor penerbangan bisa dipertahankan. “Operator harus menyiapkan protokol ketat, dari keberangkatan, di kabin, hingga pendaratan.”
Menurut Novie, lebih dari 85 persen pesawat yang dipakai di Indonesia sudah dilengkapi dengan sistem sirkulasi udara berteknologi high efficiency particulate air (HEPA). Filter itu dirancang untuk meminimalkan penyebaran bakteri. Dia memberi contoh, pada kabin pesawat Airbus, sirkulasi udara diperbarui setiap 3 menit. Sistem udara pesawat ATR pun diklaim baik. Meski tanpa HEPA, pesawat itu memiliki sistem environment control system (ECS) packs operative yang bisa menyaring udara setiap 5-7 menit.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | HENDARTYO HANGGI | YOHANES PASKALIS
Maskapai Penerbangan Prioritaskan Rute Bisnis