JAKARTA – Dewi Suci, 29 tahun, terkejut melihat rekening penggunaan listrik rumahnya pada bulan ini. Nilai tagihannya melonjak hingga Rp 1,3 juta. "Biasanya paling mahal bayar listrik Rp 400 ribu," kata warga Surabaya ini. Di dalam rekeningnya tertulis penggunaan daya meningkat dari 215 kWh menjadi 900 kWh pada Mei 2020.
Dewi kebingungan lantaran selama tiga bulan terakhir tak ada perubahan drastis di rumahnya. Penghuni rumahnya tak bekerja dari rumah seperti kebanyakan orang. Selain itu, tidak ada tambahan penghuni maupun barang elektronik.
Dia sempat menghubungi media sosial PT PLN (Persero) di Instagram dan Twitter, tapi tak mendapat respons. Setelah bertandang ke kantor PLN Rayon Ploso, Surabaya, Dewi tak mendapat jawaban ihwal penyebab kenaikan tersebut.
Pertanyaan serupa menggelitik banyak pelanggan PLN. Akun media sosial perusahaan listrik negara itu dibanjiri keluh-kesah pelanggan yang mengalami lonjakan nilai tagihan listrik.
Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN, Yuddy Setyo Wicaksono, memastikan kenaikan tersebut bukan dipicu perubahan tarif listrik. Menurut dia, lonjakan nilai tagihan listrik dapat dipicu kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Penggunaan listrik menjadi lebih panjang lantaran masyarakat tak berkegiatan di luar rumah. Dia mencatat kenaikan nilai tagihan listrik terjadi pada 4,3 juta dari total 34,5 juta pelanggan rumah tangga selama periode tersebut. "Mayoritas mengalami kenaikan 20-50 persen," katanya.
Selain itu, pada Mei lalu, berbarengan dengan bulan puasa. Berdasarkan tren, penggunaan listrik konsumen selama bulan tersebut selalu meningkat.
Namun Yuddy mengatakan faktor lainnya yang tak bisa dimungkiri ialah skema perhitungan rata-rata tagihan listrik. Pada Maret lalu, PLN tidak menerjunkan petugas pencatat meter untuk menghindari penyebaran Covid-19. Perusahaan memutuskan menghitung tagihan berdasarkan rata-rata penggunaan listrik tiga bulan sebelumnya, sehingga terdapat penggunaan energi yang tak tercatat.
"Kenaikannya tertumpuk di bulan-bulan berikutnya, sehingga menyebabkan lonjakan nilai tagihan listrik," kata Yuddy. Pasalnya, baru pada Mei, PLN mulai menerjunkan petugas pencatat kWh meter di beberapa wilayah, salah satunya di DKI Jakarta.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril, menyatakan perusahaan memberikan fasilitas cicilan pembayaran tagihan listrik selama tiga bulan untuk meringankan beban pelanggan. Namun hanya pelanggan yang mengalami lonjakan minimal 20 persen dari nilai tagihan sebelumnya yang dapat menikmati insentif tersebut. Selain itu, PLN telah kembali menugaskan pencatat meter di seluruh wilayah mulai bulan ini.
Anggota Ombudsman RI, Laode Ida, menyebutkan kebijakan PLN yang tak mencatat angka kWh meter pelanggan selama pandemi sebagai tindakan tidak profesional. Keputusan tersebut, menurut dia, dapat mengarah kepada maladministrasi lantaran berujung pada perhitungan tagihan secara rata-rata. "Ini berpotensi menimbulkan kerugian kepada pelanggan karena perhitungan rata-rata bersifat spekulatif," kata Laode Ida.
Ombudsman telah memanggil PLN untuk meminta penjelasan perihal kebijakan tersebut dan merekomendasikan agar petugas pencatat kWh meter kembali bekerja. Ombudsman juga memanggil Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan menugaskan pengawasan terhadap perusahaan pelat merah tersebut.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Hendra Iswayudi menyatakan telah mendapat laporan dari PLN mengenai skema perhitungan rata-rata. "Hal ini juga dilaksanakan oleh beberapa negara," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
Pakai Dulu, Bayar Kemudian
PT PLN (Persero) menggunakan perhitungan rata-rata penggunaan listrik selama tiga bulan terakhir untuk menagih rekening April 2020. Pada bulan berikutnya, pelanggan diminta melaporkan angka kWh meter secara mandiri. Skema tersebut diambil lantaran petugas pencatat meter tak dapat terjun ke lapangan demi mencegah penyebaran Covid-19.
Rekening April (pemakaian Maret):
Basis perhitungan rata-rata tagihan Desember, Januari, Februari
Rekening Mei (pemakaian April):
Basis perhitungan rata-rata Januari, Februari, Maret
Rekening Juni (pemakaian Mei):
Basis perhitungan tata-rata Februari, Maret, April
*Dengan catatan petugas penghitung meter belum turun ke lapangan. Di beberapa lokasi sudah ada beberapa petugas yang datang pada Mei.
Ilustrasi Rekening Juni:
Tagihan:
- Mei Rp 1 juta (rata-rata tiga bulan sebelumnya)
- Juni Rp 1,5 juta
Ada kenaikan 50 persen dari tagihan sebelumnya. Pelanggan berhak mendapatkan perlindungan lonjakan (perlindungan berlaku untuk kenaikan minimal 20 persen).
Pembayaran:
Tagihan Mei + (40% x kenaikan tagihan)
Rp 1 juta + (40% x Rp 500 ribu)
Rp 1,2 juta
Kekurangan Rp 300 ribu akan dibebankan pada tagihan Juli, Agustus, dan September masing-masing Rp 100 ribu.