JAKARTA – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan penerbitan surat utang akan menjadi salah satu cara untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang membengkak akibat penanggulangan pandemi Covid-19. Meski begitu, dia memastikan, penambahan utang dilakukan dengan hati-hati. “Karena kami sadar, berutang dari sumber di masa depan. Jadi, kami harus melakukannya sesuai dengan yang dibutuhkan,” kata dia, kemarin.
Kementerian Keuangan merilis proyeksi rasio defisit anggaran terhadap produk domestik bruto (PDB) yang bakal melebar dari semula 5,07 persen (Rp 853 triliun) menjadi 6,27 persen (Rp 1.028,5 triliun). Defisit bertambah salah satunya untuk mendanai bantuan sosial hingga enam bulan ke depan.
Menurut Suahasil, ada beberapa strategi pembiayaan anggaran tahun ini, yaitu optimalisasi sumber pembiayaan utang dan pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL), pos dana abadi pemerintah dan dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU), pinjaman tunai fleksibel seperti program dari lembaga donor, hingga menambah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Dia juga mengatakan penghematan belanja akan terus berjalan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memangkas belanja modal dari Rp 180 triliun tahun lalu menjadi Rp 158 triliun. Dia juga mengaku sudah meningkatkan intensitas penerbitan Surat Utang Negara (SUN), yaitu setiap dua pekan sekali senilai Rp 40 triliun.
Pada Senin lalu, pemerintah melelang enam seri Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan target perolehan dana Rp 7 triliun. Lelang tersebut diminati investor dengan realisasi perolehan dana Rp 9,5 triliun dari nilai total permintaan Rp 18,85 triliun. Realisasi lelang produk SUN pekan lalu pun mengalami kelebihan permintaan hingga 3,7 kali.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, mengatakan pelebaran defisit APBN membutuhkan pembiayaan tambahan Rp 175 triliun. Dengan demikian, utang 2020 bakal membengkak menjadi Rp 1.181 triliun.
Luky mengatakan pemerintah telah menyiapkan berbagai skenario penambahan utang. Salah satunya melalui Bank Indonesia (BI). Bank sentral bakal menjadi penyedia kebutuhan likuiditas sesuai dengan kebutuhan jika penerbitan utang tak terserap oleh pihak swasta. Meski begitu, dia mengatakan, penyerapan surat utang negara oleh pihak swasta sangat tinggi. “Sejak BI stand by di pasar primer pada 14 April lalu, baru sekali ada penyerapan langsung,” kata dia.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan minat investor pada instrumen utang pemerintah cukup besar. Dia menyebutkan investasi portofolio sejak April hingga 14 Mei 2020 mencatat arus modal masuk atau net inflow sebesar US$ 4,1 miliar. Pada triwulan I, arus modal masuk mencapai US$ 5,7 miliar. Dia pun memastikan BI akan membeli surat utang negara jika tak terserap oleh investor.
Direktur Riset Center of Reform on Economics, Piter Abdullah, mengatakan wajar jika pemerintah menambah utang karena pendanaan jaring pengaman sosial, kesehatan, dan berbagai stimulus untuk individu maupun korporasi sangat besar. “Kalau dunia usaha sampai kolaps, efeknya besar,” ujar dia.
CAESAR AKBAR | ANDI IBNU
Tambah Utang, Tambal Defisit