maaf email atau password anda salah


Demi Keadilan untuk Dini Afrianti

Demi keadilan untuk Dini Afrianti, Mahkamah Agung harus memeriksa putusan bebas Ronald Tannur. Banyak kejanggalan.

arsip tempo : 172651283441.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 172651283441.

PUTUSAN Komisi Yudisial terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur membuka jalan keadilan atas kematian Dini Sera Afrianti. Komisi Yudisial menyatakan perbuatan tiga hakim yang membebaskan terdakwa pembunuhan Dini, Ronald Tannur, sebagai pelanggaran kode etik pedoman dan perilaku hakim tingkat berat.

Untuk itu, Mahkamah Agung perlu segera membentuk majelis kehormatan hakim buat memeriksa putusan hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut. Hakim agung memiliki cukup bukti untuk menelaah putusan para hakim pengadilan tingkat pertama itu karena, menurut kajian Komisi Yudisial, putusan bebas Ronald Tannur tersebut janggal dan menimbang fakta yang berbeda dengan kenyataan dakwaan pembunuhan tersebut.

Komisi Yudisial juga menemukan adanya perbedaan antara pertimbangan hukum dakwaan yang dibacakan dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang terdapat dalam salinan putusan perkara. Para hakim terbukti tidak membacakan penyebab kematian Dini Afrianti berdasarkan hasil visum dan keterangan para saksi ahli dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya.

Dalam persidangan Ronald Tannur, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya juga tidak menyinggung barang bukti kamera CCTV di area parkir Lenmarc Mall yang merekam pembunuhan Dini Afrianti. Dalam rekaman itu jelas terlihat bagaimana Ronald menghabisi hidup pacarnya tersebut. Hakim tak menyinggung bukti rekaman yang diajukan jaksa, meski mencantumkannya dalam pertimbangan hukum membebaskan Ronald Tannur.

Perbuatan para hakim itu bisa dianggap sebagai pemalsuan dokumen negara. Sebab, manipulasi serta pemalsuan fakta persidangan sudah terjadi dan tertuang dalam berita acara persidangan yang kemudian dituangkan dalam putusan.

Pemeriksaan oleh hakim Mahkamah Agung juga mesti masuk ke dugaan penerimaan gratifikasi oleh para hakim Pengadilan Negeri Surabaya itu. Dengan logika sederhana, tak cukup fakta para hakim itu membebaskan Ronald Tannur karena bukti yang telak, tanpa adanya gratifikasi dan tekanan dari keluarga Ronald—ayahnya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa. PKB telah menonaktifkan Edward Tannur dari DPR dan partai menyusul putusan bebas anaknya itu pada akhir Juli 2024.

Masalahnya, berdasarkan pengalaman, Mahkamah Agung tak melanjutkan rekomendasi sanksi Komisi Yudisial. Pada 2006, misalnya, Mahkamah Agung menolak rekomendasi Komisi Yudisial yang memberhentikan sementara tiga hakim Pengadilan Jakarta Selatan yang menangani perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W. Neloe. Mahkamah Agung juga menolak rekomendasi Komisi Yudisial yang memberhentikan hakim Harini Wijoso yang terbukti menerima suap kasus korupsi.

Menurut Pasal 23 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, hakim yang diusulkan diberhentikan sementara punya kesempatan membela diri di hadapan majelis kehormatan hakim. Jika majelis kehormatan hakim menolak pembelaan hakim tersebut, Mahkamah Agung bisa mengusulkan pemberhentian kepada presiden.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah Agung tak meneruskan rekomendasi Komisi Yudisial. Alasannya gamblang: keadilan bagi keluarga Dini Afrianti dan kesempatan membela diri bagi para hakim atas bukti-bukti pemeriksaan Komisi Yudisial. Pemeriksaan itu bisa menjadi basis penanganan pemeriksaan hakim atas indikasi lain terhadap latar belakang vonis bebas Ronald Tannur. Jika ada indikasi pidana, keluarga Dini Afrianti bisa membawanya ke ranah pelanggaran hukum ini.

Senyampang dengan itu, jaksa mesti mengajukan permohonan kasasi agar putusan bebas Ronald Tannur ini bisa diuji oleh hakim di tingkat lebih tinggi. Kematian Dini Afrianti terlalu mahal untuk ditukar dengan putusan hakim yang tak beralas nilai-nilai keadilan. Di negara hukum, tak boleh ada warga negara dan hakim yang bisa memainkan hukum dengan dalih apa pun.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 16 September 2024

  • 15 September 2024

  • 14 September 2024

  • 13 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan