maaf email atau password anda salah


Warisan Jokowi, Tanggungan Prabowo

Beban bunga dan utang jatuh tempo warisan Jokowi akan menjadi tanggungan Prabowo.

arsip tempo : 172651307810.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 172651307810.

DALAM lima tahun ke depan, pemerintahan Prabowo Subianto akan berdarah-darah karena menanggung utang besar warisan Presiden Joko Widodo. Ruang Prabowo mengutak-atik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi sempit lantaran besarnya alokasi untuk mencicil utang serta bunganya.

Tahun depan saja, utang pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 800,33 triliun. Jumlah ini tak termasuk beban bunga utang yang harus dibayar. Dalam Rancangan APBN 2025, pemerintah mengalokasikan Rp 552,9 triliun untuk membayar bunga utang. Jumlah tersebut naik 10,8 persen dari outlook pembayaran bunga utang 2024 yang sebesar Rp 499 triliun. Angka ini bahkan lebih besar dari rencana belanja subsidi tahun depan yang hanya Rp 309,1 triliun.

Pemerintah merancang APBN 2025 sebesar Rp 3.613 triliun dengan target penerimaan perpajakan mencapai Rp 2.490 triliun. Dengan utang dan bunga utang yang harus dibayar tahun depan mencapai lebih dari Rp 1.350 triliun, pemerintahan Prabowo tak bisa bermewah-mewah dalam membelanjakan anggaran. Untuk menambal defisit, pemerintah memang berencana menambah utang senilai Rp 775,9 triliun pada 2025. Utang baru ini pada dasarnya hanya akan menutup sebagian besar utang yang jatuh tempo.

Dengan kata lain, kita sebenarnya sudah masuk ke situasi gali lubang-tutup lubang. Tambahan utang digunakan untuk menutupi utang yang jatuh tempo, bukan untuk membiayai pembangunan.

Salah satu penyebab kita terjebak dalam situasi ini adalah perilaku pemerintah sendiri. Pemerintah memberikan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang relatif tinggi, yang berarti pemerintah mengeluarkan biaya lebih mahal untuk berutang. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, misalnya, rata-rata suku bunga SBN mencapai 7,7 persen. Suku bunga instrumen serupa di Thailand pada periode yang sama sebesar 2,7 persen, di Malaysia 4 persen, di Filipina 5,3 persen, dan di Vietnam 6 persen. Padahal negara-negara tersebut juga menghadapi risiko global yang sama.

SBN merupakan andalan pemerintah dalam menarik utang baru. Dari komposisi utang pemerintah hingga Juli 2024 yang mencapai Rp 8.502,69 triliun, sebanyak 70,49 persen utang berasal dari SBN domestik, 17,27 persen dari SBN valas, dan sisanya dari pinjaman. Utang baru pada tahun depan sebesar Rp 775,9 triliun sebagian besar juga berupa SBN.

Dalam RAPBN 2025, asumsi tingkat suku bunga SBN dengan tenor 10 tahun mencapai 7 persen. Ini lebih tinggi daripada asumsi tahun lalu yang sebesar 6,9 persen. Suku bunga yang tinggi itu akan menyebabkan beban bunga utang melonjak. Sebagai gambaran, kumulasi bunga utang sejak 2015 hingga 2023 saja mencapai Rp 2.569,4 triliun.

Walhasil, pemerintahan Prabowo tak boleh sewenang-wenang menarik utang baru jika tak ingin beban utang membengkak. Tinggalkanlah rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebagai parameter utama posisi utang negara. Rasio utang terhadap PDB kurang akurat dan memberikan rasa aman palsu.

Agar Indonesia selamat dari tumpukan beban utang, pemerintahan Prabowo juga mesti mengetatkan ikat pinggang. Prabowo tak perlu menjalankan program-program yang tidak logis dan tak mendesak, terutama warisan Jokowi. Apa mau dikata, pemerintahan Prabowo akan kebagian tugas mencuci piring kotor yang ditinggalkan Jokowi.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 16 September 2024

  • 15 September 2024

  • 14 September 2024

  • 13 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan