Jangan Basa-basi Memberantas Judi Online
Kejahatan judi online meningkat dengan transaksi ratusan triliun rupiah. Penanganannya setengah hati.
KIAN merajalelanya judi online menunjukkan upaya memberantas kejahatan ini jauh panggang dari api. Dengan teknologi Internet yang semakin berkembang dan modus kejahatan yang kian lihai, penanganan judi online tak cukup dengan tindakan pemblokiran konten serta pemidanaan pemain dan pelaku lapangan.
Tak mengherankan jika jumlah kejahatan judi online semakin meningkat. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), total perputaran uang dari judi online pada tahun lalu mencapai Rp 327 triliun. Sebanyak 63 persen berasal dari akumulasi perputaran dana transaksi sejak 2017 yang mencapai Rp 517 triliun. Bandingkan dengan nilai transaksi pada 2022 sebesar Rp 81 triliun.
Selain itu, dari sekitar 2,3 juta pemain judi online, 78 persen merupakan masyarakat berpenghasilan rendah, yang biasanya melakukan deposit dengan nilai sekitar Rp 100 ribu. Yang memprihatinkan, banyak di antara mereka adalah pelajar, bahkan siswa tingkat sekolah dasar. Tahun lalu, Persatuan Guru Seluruh Indonesia Kabupaten Demak, Jawa Tengah, misalnya, menemukan sekitar 2.000 siswa di wilayah mereka terpapar judi online.
Para pelajar menjadi korban masifnya iklan judi online di media sosial. Belum lagi para pemengaruh atau influencer maupun streamer gim yang gencar mempromosikan situs judi slot dalam konten siaran langsung (live streaming) mereka. Selain mudah terpapar lewat promosi di media sosial, para pelajar kecanduan karena uang deposit yang relatif kecil.
Sejak Agustus 2023, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengklaim Indonesia memasuki fase darurat judi online. Namun status tersebut tidak disertai dengan upaya serius mengatasinya. Sepanjang 2022 hingga 30 Agustus 2023, misalnya, polisi menangkap 866 pelaku judi. Namun jumlah itu belum banyak menyasar bandar besar dan pelaku di luar negeri. Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagian operator judi online berada di luar negeri.
Kendati pemblokiran konten judi online oleh Kementerian Komunikasi meningkat tahun lalu dibanding tahun sebelumnya, upaya ini tak cukup. Pada tahun lalu, Kementerian menutup 937.103 situs web, aplikasi, dan protokol Internet (IP). Jumlahnya naik drastis dari 2022 yang hanya mencapai 206.245 konten. Alih-alih hilang, judi online malah kian merajalela. Pemerintah mencatat, pada tiga bulan pertama 2024, angka perputaran uang untuk judi online mencapai Rp 100 triliun.
Penanganan judi online harus tuntas sampai menyentuh akarnya: para bandar kakap dan orang yang menikmati cuan besar dari kejahatan ini. Sebelum memblokir konten, Kementerian Komunikasi semestinya melacak transaksi di platform judi online tersebut. Kemudian PPATK menelusuri aliran dananya. Kepolisian lalu menindak secara hukum mereka yang terlibat.
Tak kalah penting adalah menghukum aparat dan pejabat yang bermain mata dengan pelaku judi online. Dalam pengungkapan pembunuhan ajudan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo diikuti perang informasi beking judi online yang memunculkan "Konsorsium 303" judi online.
Bukan hal sulit memberantas judi online, termasuk menangkap para bandarnya di luar negeri. Namun, kemudahan ini membutuhan satu hal yang terlihat sulit dijalankan pemerintah: kemauan aparatur negara menyelamatkan kelas bawah dari jerat dan kecanduan judi online.