maaf email atau password anda salah


Bantuan Sosial Menciptakan Ketimpangan Ekonomi

Aneka bantuan sosial pada era Jokowi membuat pembangunan timpang. Kelas menengah terabaikan.

arsip tempo : 173057870743.

Bantuan Sosial Menciptakan Ketimpangan Ekonomi. tempo : 173057870743.

PEMERINTAH agaknya tak kunjung memahami pepatah lama “beri kail, jangan ikan” kepada pemancing jika ingin mereka mandiri. Setiap tahun, pemerintah makin menaikkan nilai bantuan sosial, tapi tak kunjung memberantas kemiskinan.

Dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintahan Joko Widodo menggelontorkan tak kurang Rp 3.663 triliun untuk bantuan sosial. Namun angka kemiskinan tahun lalu masih 9,6 persen—lebih tinggi dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional sebesar 8 persen.

Meski begitu, untuk tahun ini, pemerintah malah menaikkan anggaran bantuan sosial sebesar Rp 22,5 triliun, naik 135,1 persen dibanding pada tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan proposal kenaikan itu di depan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat pada 19 Maret 2024. Alasan kenaikan mengkonfirmasi masih tingginya tingkat kemiskinan: jumlah penerima yang bertambah dan jenis bantuan yang kian beragam.

Dalam tiga tahun terakhir, anggaran bansos terus naik. Dari Rp 460 triliun pada 2022 menjadi Rp 476 triliun pada tahun lalu, dan tahun ini diproyeksikan sebesar Rp 497 triliun. Sampai Februari 2024, realisasi bantuan sosial tahun ini sebesar Rp 22,5 triliun. Menggenjot bantuan sosial pada awal tahun membuat anggaran makin berat. Apalagi tujuannya sebagai alat menggaet suara dalam Pemilihan Umum 2024.

Presiden Jokowi terang-terangan tak netral dalam pemilu kali ini. Selain anaknya menjadi calon wakil presiden, dalam pelbagai iklan, ia jelas-jelas menunjukkan keberpihakan kepada Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang mencalonkan diri kembali dalam pemilihan presiden. Para politikus yang menyebut bantuan itu sebagai “bansos Jokowi” efektif mendongkrak suara. Hasilnya, Prabowo membukukan suara 58,6 persen.

Anehnya, penyelewengan bansos untuk kepentingan politik yang berpotensi membebani anggaran ini tak membuat Sri Mulyani, Menteri Keuangan terbaik dunia 2018 versi World Government Summit, jeri. Ia tunduk saja pada kemauan politik Jokowi menggenjot bansos dengan alasan yang dibuat-buat.

Sri Mulyani bahkan mengajukan kenaikan anggaran bansos tahun ini. Kita tahu, pada November nanti, ada pemilihan kepala daerah serentak. Setelah mengantarkan anaknya menjadi wakil presiden dengan menggeber bantuan sosial pada masa kampanye, Jokowi juga membiarkan para ajudan dan asisten pribadinya menjadi kandidat kepala daerah. Bansos akan mengulang kesuksesan mendulang suara seperti yang dinikmati Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden.

Kali ini pemerintah perlu mendengar usul Komisi Pemberantasan Korupsi agar menghentikan sementara penyaluran bansos dua bulan menjelang pilkada. Penyaluran bansos menjelang pemilu, selain mencederai asas kepatutan, melanggar undang-undang karena memakai kekuasaan untuk kepentingan elektoral jangka pendek.

Klaim pemerintah memberikan jaring pengaman kepada masyarakat paling miskin agar tak terimpit oleh kelesuan ekonomi akibat gejolak ekonomi global juga terdengar seperti mencari-cari alasan. Faktanya, pertumbuhan ekonomi pada periode kedua pemerintahan Jokowi tak dinikmati oleh mayoritas kelompok masyarakat.

Buku putih Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Agenda Ekonomi Masyarakat 2024-2029, menyimpulkan kebijakan atau program pemerintah terfokus pada 20 persen kelompok terbawah melalui pelbagai bantuan perlindungan sosial dan 10 persen kelompok teratas melalui pelbagai insentif usaha. Kebijakan pemerintah melupakan 40-80 persen kelas menengah yang mengalami pertumbuhan negatif pada 2019-2024. 

LPEM bahkan menyarankan agar narasi keberlanjutan kebijakan Jokowi yang diusung Prabowo-Gibran ditinjau ulang jika Indonesia hendak keluar dari jebakan negara berpendapatan kelas menengah dan menggapai mimpi Indonesia Emas 2045.

Solusi yang ditawarkan LPEM adalah memperkuat kelas menengah Indonesia dengan menciptakan kail berupa layanan pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan layanan perawatan untuk mendorong sumber daya manusia unggul. Bansos jelas bukan solusi menuju cita-cita itu. Bansos merupakan solusi jangka pendek mencegah keterpurukan ekonomi. Apalagi jika bansos dibuat untuk tujuan elektoral pemilihan umum lima tahunan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 November 2024

  • 1 November 2024

  • 31 Oktober 2024

  • 30 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan