maaf email atau password anda salah


Menjelang Fajar Baru di Palestina

Sikap Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB berpotensi melemahkan pemerintahan Benjamin Netanyahu. Harapan bagi Palestina.

arsip tempo : 171447660488.

Menjelang Fajar Baru di Palestina. tempo : 171447660488.

DEWAN Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya meloloskan resolusi yang mendesak penghentian segera perang Hamas-Israel selama Ramadan, yang membawa gencatan senjata berkelanjutan. Konsensus yang diumumkan pada 25 Maret 2024 ini mencerminkan aspirasi komunitas global, termasuk Amerika Serikat, yang tak bisa lagi menoleransi penindasan Israel terhadap Palestina. Sebelumnya, sudah tiga kali AS memveto resolusi sejenis.

Meskipun demikian, tak ada jaminan Israel akan mengindahkan resolusi itu. Israel berkeras meminta Hamas membebaskan lebih dari seratus warga Yahudi yang disandera di Gaza pasca-serangan dadakan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Sebenarnya tak sulit jika memang Israel berniat membebaskan para sandera. Toh, Hamas bersedia melepaskan sandera Yahudi itu dengan imbalan Israel membebaskan ribuan orang Palestina dari penjara-penjara Israel.

Lolosnya resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut disebabkan oleh pemerintah Abang Sam tidak memvetonya. Perubahan sikap pemerintahan Presiden Joe Biden terhadap konflik Israel-Palestina lebih disebabkan oleh penentangan publik Amerika, khususnya komunitas Arab dan muslim AS, yang makin meluas. Padahal, dalam pemilu AS pada November mendatang, Biden akan menghadapi Donald Trump yang elektabilitasnya lebih tinggi. Adapun Trump mendesak Israel mengakhiri perang. Dalam konteks ini, dukungan komunitas Arab dan muslim AS menjadi variabel penentu hasil pemilu. Di luar itu, dukungan terhadap Israel pun membuat posisi AS kian terisolasi dari pergaulan internasional.

Kendati menyatakan tetap mendukung tujuan perang Israel, ada dua variabel lagi yang membuat Biden frustrasi menghadapi pemerintahan ekstrem kanan Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Pertama, Netanyahu menolak tekanan Biden—juga Uni Eropa dan Inggris—yang meminta Israel tidak menyerang Rafah, kota paling selatan Gaza tempat berlindung lebih dari satu juta pengungsi Palestina.

Bila Israel menyerang Rafah, yang disebut sebagai sarang beberapa batalion Brigade Izzuddin al-Qasem—sayap militer Hamas, sangat mungkin akan terjadi pembantaian massal terhadap warga Palestina di sana. Hal ini juga akan melemahkan posisi Joe Biden di dalam negeri dan kredibilitas AS di mata internasional.

Kedua, pemerintahan Netanyahu menolak solusi dua negara sesuai dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB dan Kesepakatan Oslo 1993. Kesepakatan Oslo memproyeksikan Palestina memiliki negara merdeka pada 1998 melalui perundingan yang berpijak pada prinsip pertukaran tanah dengan perdamaian. Sesuai dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB, tanah Palestina meliputi Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Gaza. Sejak 2014, proses perdamaian terhenti total karena partai-partai kanan Israel menentangnya.

Netanyahu yakin mimpi Palestina memiliki negara bisa dibuyarkan melalui politik apartheid dan perampasan tanah Palestina untuk permukiman Yahudi. Bila kebijakan ini terus dilakukan, perjuangan Palestina memiliki negara merdeka menjadi tidak realistis, mengingat teritori Palestina yang relevan tak ada lagi. Netanyahu makin optimistis dapat mewujudkan mimpi Zionisme ketika pada 2020 ia berhasil menormalisasi hubungan dengan empat negara Arab: Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Sebelumnya, Israel menormalisasi hubungan Israel dengan Mesir (1979) dan Yordania (1994). 

Normalisasi hubungan Israel dengan enam negara Arab itu jelas akan melemahkan perjuangan Palestina. Namun kini semestinya semuanya mentah kembali. Kendati AS menyatakan resolusi Dewan Keamanan PBB terbaru "tidak mengikat", tak mungkin Israel mengabaikannya. Toh, negara lain, terutama Cina, menganggapnya mengikat. Paling tidak, Israel akan menahan diri tidak menyerang Rafah. Dengan begitu, tujuan perang Israel membasmi Hamas berpotensi gagal.

Publik Israel akan melihat situasi tersebut sebagai kekalahan negara mereka. Dampaknya, pemerintah Israel akan runtuh dan Netanyahu bakal dipenjarakan, baik karena kelalaiannya menjaga keamanan negara, ketidamampuannya menangani perang, maupun kasus korupsi.

Tampaknya sikap abstain AS dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB lebih bertujuan meruntuhkan pemerintahan Netanyahu sehingga dapat digantikan pemerintahan yang lebih moderat, yang bersedia mengakomodasi aspirasi Palestina memiliki negara sendiri. Memang solusi dua negara merupakan isu yang tak terelakkan. Kalau Netanyahu ngotot melanjutkan perang, Biden memiliki senjata pamungkas untuk menghentikannya, yaitu berhenti memasok senjata, uang, dan tak lagi memberikan pelindungan diplomatik bagi Israel.

Saat ini Biden belum dapat berbuat lebih banyak untuk menekan Israel karena ia masih mengharapkan dukungan lobi Yahudi yang sangat berpengaruh dalam pemilu AS. Namun perubahan sikap Biden telah memunculkan fajar baru di Palestina. Tidak mungkin lagi Israel mengabaikan desakan global agar Palestina memiliki negara merdeka untuk menciptakan Timur Tengah yang stabil.

Memang di masa lalu Israel berulang kali tak mengindahkan resolusi Dewan Keamanan PBB dan tanpa konsekuensi. Tapi kali ini hal itu tidak mungkin lagi terjadi. Sebab, rezim Zionis, gerakan supremasi Yahudi, secara jelas disebut Mahkamah Internasional sebagai upaya memusnahkan bangsa Palestina.

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024

  • 28 April 2024

  • 27 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan