maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Google

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Ide
koran

Geger Riyanto,
LULUSAN SOSIOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA

Keajaiban perubahan Habibie menjadi bertubuh jangkung adalah satu hal yang sangat mengganggu dari film Habibie dan Ainun. Namun, lebih-lebih lagi, sebenarnya, adalah penceritaan yang tidak teranyam dengan baik. Setiap adegan seakan berambisi mencapai klimaksnya sendiri-sendiri. Pada tiap peralihan babak, persoalan pokok baru muncul dan serta-merta saja persoalan sebelumnya sudah tanggal, tak bersisa. Jika diibaratkan perjalanan, film ini melangkah terhuyung-huyung, meliuk ke kiri, kanan, lalu kiri lagi, tanpa satu titik tujuan akhir yang jelas.

Inilah, menurut pandangan para kritikus film, ampas-ampas dari tidak adanya proses adaptasi yang memadai terhadap memoar Habibie. Tetapi, sebagai seseorang yang menulis di rubrik ini, saya tak akan mengajak kita lebih jauh menghakimi film tersebut. Saya lebih tergelitik oleh kenyataan mengapa sang penulis skenario (maupun pihak-pihak yang mengintervensinya) membayangkan dan mereka-cipta memoar Habibie sebagai rangkaian peristiwa alih-alih kenangan yang diceritakan Habibie di usia senjanya.

Seandainya saja terpikir buku ini difilmkan dari sudut pandang orang pertama yang tengah mengilas masa lalu yang dihidupi bersama istrinya, setidaknya akan ada satu benang merah konkret yang menjalin adegan-adegan yang kini tercerai-berai itu. Ketimbang berakhir sebagai kilasan-kilasan kejadian tanpa garis besar, paling kurang film ini akan bergulir dalam seutas garis lurus nostalgia sang suami. Tetapi itu tidak terjadi. Yang terjadi adalah adaptasi mentah-mentah sebuah memoar sukses yang berujung satu film yang menjejali penontonnya dengan letupan klimaks tak kunjung henti, tak jarang menimbulkan pertanyaan, apa sih yang sebetulnya hendak diceritakan film ini?

Baca Selengkapnya

Koran Edisi Lainnya

  • Cover Koran Tempo - Edisi 2023-09-25 -- Bau Monopoli Bisnis Ekspedisi

    25 September 2023

  • Cover Koran Tempo - Edisi 2023-09-24 -- Giat Merawat Koleksi Museum

    24 September 2023

  • Cover Koran Tempo - Edisi 2023-09-23 -- Terimpit Transaksi TikTok Shop

    23 September 2023

  • Cover Koran Tempo - Edisi 2023-09-22 -- 'Banyak Kaki' Politik Jokowi

    22 September 2023

  • Cover Koran Tempo - Edisi 2023-09-21 --- Pesawat Langka Mengerek Harga

    21 September 2023

  • Cover Koran Tempo - Edisi 2023-09-20 -- 190 Tahun Tanah IKN Diobral

    20 September 2023

Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan