Bahagia Perempuan Tak Semudah Pria

Penelitian menemukan perempuan cenderung kurang bahagia dibanding pria. Namun lebih kuat bertahan dan tangguh secara emosional.

Tempo

Selasa, 12 September 2023

Ada yang aneh dalam penelitian tentang kebahagiaan perempuan. Sebab, meskipun memiliki lebih banyak kebebasan dan kesempatan kerja daripada sebelumnya, perempuan punya tingkat kecemasan lebih tinggi. Mereka lebih banyak mengalami tantangan kesehatan mental, seperti depresi, kemarahan, kesepian, dan tidur lebih gelisah. Hasil penelitian ini terlihat di banyak negara dan kelompok usia yang berbeda.

Sebuah survei terbaru oleh American Psychological Association ada kemungkinan dapat memberikan beberapa petunjuk mengenai pemicunya. Hasil survei itu menemukan bahwa sebagian besar wanita di Amerika Serikat tidak senang dengan cara masyarakat memperlakukan mereka.

Banyak perempuan yang masih menjadi pengasuh utama bagi anak-anak dan kerabat mereka yang telah berusia lanjut. Sebagian besar mereka juga memiliki beban ganda dalam mengelola rumah dan pengaturan keluarga di samping tanggung jawab pekerjaan. Dan di tempat kerja, tiga dari lima perempuan pernah mengalami perundungan, pelecehan seksual, ataupun pelecehan verbal.

Kesenjangan gender dalam hal kesejahteraan telah didokumentasikan secara khusus selama masa pandemi karena banyak perempuan yang mengambil lebih banyak tanggung jawab rumah tangga dan pengasuhan, di samping pekerjaan mereka. Meskipun perempuan mengalami dampak lebih besar terhadap kesejahteraan, mereka lebih cepat pulih. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan lebih tangguh secara emosional daripada laki-laki.

Salah satu faktor yang dapat berkontribusi terhadap ketahanan perempuan adalah hubungan sosial. Dalam sebuah penelitian pada 2019, para peneliti menemukan bahwa perempuan memiliki skor yang lebih tinggi dibanding laki-laki dalam hal hubungan positif dengan orang lain dan kapasitas untuk pertumbuhan pribadi. Intinya, wanita cenderung lebih baik daripada pria dalam mendapatkan dukungan. Mereka meminta bantuan lebih cepat sehingga lebih mungkin untuk mengatasi kesulitan lebih cepat.

Perempuan juga terbukti lebih menghargai hubungan sosial daripada pria. Penelitian telah menemukan bahwa persahabatan wanita lebih intim. Perempuan lebih menyukai interaksi tatap muka yang memungkinkan pengungkapan diri dan dukungan emosional. Sedangkan persahabatan pria cenderung berdampingan melakukan aktivitas bersama. Pria cenderung memikirkan tentang menonton pertandingan sepak bola dibanding mengobrol sambil minum kopi. Sekali lagi, hal ini dapat menjelaskan penyangga kesehatan mental wanita.

Ilustrasi perempuan yang saling mendukung. Shutterstock

Kebahagiaan Versus Tujuan

Meskipun wanita ada kemungkinan tidak sebahagia pria dan menghadapi ketidaksetaraan sosial yang lebih besar, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa perempuan memiliki lebih banyak tujuan dalam hidup mereka. Memiliki makna dan tujuan hidup berkaitan dengan kesehatan yang lebih baik dan hidup lebih lama.

Studi ini menemukan bahwa wanita cenderung terlibat dalam upaya yang lebih altruistik—memiliki perhatian lebih kepada individu selain dirinya. Misalnya, membantu orang lain dan menjadi sukarelawan yang mengarah pada rasa makna dan tujuan yang lebih besar.

Namun para peneliti juga menunjukkan bahwa hal ini ada kemungkinan terkait dengan norma-norma budaya yang mendorong wanita mengutamakan kebutuhan orang lain. Meskipun mendahulukan orang lain tidak serta-merta membuat perempuan lebih bahagia, memiliki rasa bermakna dalam hidup pasti berkontribusi terhadap kebahagiaan.

Mengingat semua ini, perempuan perlu meluangkan waktu untuk diri mereka sendiri guna melindungi kesejahteraan mereka. Berikut ini adalah empat cara yang sudah teruji membantu.

1. Cobalah terapi

Memiliki tempat khusus untuk diri sendiri, di mana Anda dapat berbicara tentang perasaan dan mengekspresikan emosi merupakan hal penting untuk kesejahteraan psikologis. Terapi berbasis seni sangat bermanfaat bagi perempuan. Demikian pula intervensi berbasis kelompok yang memungkinkan perempuan berbicara secara terbuka dengan perempuan lain yang dapat mengurangi perasaan stigma dan rasa malu.

Ilustrasi seorang wanita duduk di taman. Shutterstock

2. Terhubung dengan alam

Menghabiskan waktu di luar ruangan dengan suasana alam bisa sangat menenangkan. Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa intervensi berbasis alam secara khusus dapat menyembuhkan bagi wanita yang pernah mengalami trauma atau penyakit. Memang, sebagai wanita, biologi dan nilai-nilai kita kerap selaras dengan alam. Keberadaan istilah "Mother Earth” mencerminkan kecenderungan feminin untuk menjadi pemberi kehidupan dan pengasuh.

Jadi, pastikan Anda meluangkan waktu di alam terbuka dalam rencana harian atau mingguan. Berjalan-jalan di pantai, berlari melintasi hutan, atau membaca buku di taman, itu semua akan membantu.

3. Gerakkan diri

Studi menunjukkan bahwa ketika wanita melakukan aktivitas fisik secara teratur, hal ini dapat meningkatkan penerimaan diri dan pertumbuhan pribadi. Latihan aerobik sangat membantu untuk menjaga kesehatan kognitif seiring dengan bertambahnya usia. Olahraga yang berdampak tinggi dan menahan beban, seperti melompat serta berlari, dapat meningkatkan kesehatan tulang bagi wanita di usia paruh baya dan olahraga ringan secara teratur, seperti berjalan kaki, telah terbukti dapat memperbaiki gejala-gejala menopause.

4. Kurangi konsumsi alkohol

Wanita menghadapi risiko spesifik gender menyangkut alkohol, termasuk risiko lebih besar menjadi korban kekerasan dan lebih banyak mengalami masalah kesehatan, seperti penyakit jantung serta kanker payudara. Wanita juga lebih cepat mabuk dibanding pria sehingga membuat kaum hawa lebih rentan.

Mengingat wanita dua kali lipat lebih mungkin mengalami kecemasan dibanding pria, mengurangi atau menghilangkan kebiasaan minum alkohol terdengar masuk akal. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa berhenti minum alkohol dapat meningkatkan kesehatan dan kebahagiaan wanita secara signifikan.

*) Artikel ini ditulis oleh Lowri Dowthwaite-Walsh, Dosen Intervensi Psikologi dari Universitas Lancashire, Inggris. Terbit pertama kali di The Conversation. Penerjemah Ilona Estherina dari Tempo.

Berita Lainnya