Perkembangan Didorong Persaingan dan Investasi
Investasi Microsoft dan Google bakal mendorong perkembangan kecerdasan buatan (AI). Perlu dibarengi mekanisme pengawasan.
Tempo
Senin, 3 Juli 2023
Microsoft dan Google baru-baru ini menanamkan investasi besar di dua perusahaan terbesar dalam bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). OpenAI, yang mengembangkan ChatGPT, menerima investasi masif sebesar US$ 10 miliar (sekitar Rp 149,4 triliun) dari Microsoft. Sedangkan Google menginvestasikan US$ 300 juta (sekitar Rp 4,4 triliun) pada Anthropic.
Dukungan finansial dari para raksasa teknologi itu terhadap AI telah membuat persaingan ketat mereka semakin tersorot publik. Perjuangan Google untuk berebut dominasi dengan Microsoft makin menguat dan menjadi topik utama dalam diskusi tentang kesuksesan AI pada masa depan.
Baca: Mengenal Artificial Intelligence
Google telah memberikan kontribusi yang sangat besar di bidang pengembangan AI, termasuk penemuan transformer—suatu bentuk pembelajaran mesin (machine learning) dengan algoritma yang terus berkembang dalam menjalankan fungsi-fungsi tertentu seiring "dilatih" dengan data—kemajuan beragam teknik untuk mengotomatiskan terjemahan bahasa dan akuisisi perusahaan AI DeepMind.
Meskipun Google secara konsisten memposisikan diri di garis depan pengembangan AI, hadirnya ChatGPT menjadi sebuah tonggak sejarah yang signifikan. Perusahaan OpenAI, yang berbasis di California, Amerika Serikat, merilis ChatGPT pada November 2022 dan versi yang lebih canggih, GPT-4, diluncurkan pada Februari 2023.
Kehadiran ChatGPT memicu diskusi luas tentang kecerdasan umum buatan (artificial general intelligence atau AGI)—yakni ketika mesin melampaui kecerdasan manusia. Ini juga menjadi fokus dalam peringatan dari Geoffrey Hinton, tokoh yang berpengaruh di bidang AI, yang dalam beberapa wawancara menguraikan kekhawatirannya tentang teknologi tersebut setelah mengundurkan diri dari Google pada awal tahun ini.
Akibatnya, jumlah penelitian yang berfokus pada model bahasa besar (large language models atau LLM)—jenis teknologi AI yang mendasari ChatGPT—melonjak. Topik penelitian lainnya soal AI, seperti sistem dialog dan pencarian informasi, berpotensi kalah populer.
Di tengah gangguan teknologi yang cepat ini, tampaknya Google takut kehilangan keunggulan teknologinya dan dominasi pasar.
Ilustrasi Microsoft dan Google. Shutterstock
Posisi yang Bertolak Belakang?
Kekhawatiran Google itu bukan tanpa alasan. ChatGPT, yang dibuat pesaingnya langsung, telah memanfaatkan teknik pencarian Internet rintisan Google untuk menghasilkan keuntungan yang signifikan. Selain itu, perpindahan talenta dari Google ke OpenAI—bersamaan dengan cepatnya perkembangan OpenAI—sepertinya menjadi tren yang mengkhawatirkan bagi sang raksasa mesin pencari.
Ketika OpenAI didirikan, salah satu prinsipnya adalah membuat perangkat lunak yang bersifat "open source" (sumber terbuka). Artinya, perangkat lunak ini tersedia untuk umum dan memungkinkan pengembang berbagi serta memodifikasinya. Sementara itu, Google bertahan dengan pendekatan komersial yang relatif konsisten dalam berbagai rencana dan ambisinya.
Namun pergeseran OpenAI menuju komersialisme baru-baru ini dan penerapan closed source—alias membuat sumber-sumber menjadi tertutup—tampaknya bertentangan dengan filosofi awal perusahaan ini.
Beberapa "orang dalam" industri mengkritik OpenAI karena pendekatannya agak kontradiktif. Meskipun menampilkan diri sebagai juara teknologi AI yang menggunakan sumber terbuka, tidak diragukan lagi bahwa OpenAI tetap entitas komersial. Sebuah fakta yang memang tidak mudah mereka akui.
Ketegangan antara citra publik OpenAI dan realitas bisnis ini telah membuat persaingannya dengan Google semakin menarik.
Salah satu hal yang mungkin muncul dari kompetisi ini adalah evolusi dan penyempurnaan teknologi AI yang terus berlanjut, didorong oleh kebutuhan untuk tetap unggul di pasar. Teknik-teknik Google, yang sebelumnya dieksploitasi oleh OpenAI untuk keuntungan komersial, mungkin akan mengalami inovasi lebih lanjut.
Evolusi ini tidak hanya akan meningkatkan fungsionalitas aplikasi AI, tapi juga bakal sangat meningkatkan pengalaman pengguna.
Yusuf Mehdi, Wakil Presiden Korporat di Microsoft, baru-baru ini mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut merasa tidak perlu merombak lanskap persaingan mesin pencari, mengingat peningkatan hanya satu poin saja dalam pangsa pasar sama dengan kenaikan nilai sebesar US$ 2 miliar (sekitar Rp 30,1 triliun). Perampingan strategis ihwal ambisi ini bisa menjadi upaya untuk mengurangi tekanan persaingan di industri teknologi.
Ilustrasi artificial intelligence. Shutterstock
Pengawasan yang Lebih Ketat
Perlu dicatat bahwa asosiasi Microsoft dengan OpenAI telah mempertebal persaingan yang sudah kompleks ini. Google juga telah menunjukkan keinginan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek AI eksternal guna memperluas pengaruhnya.
Investasi di Anthropic, sebuah perusahaan riset AI, misalnya, mencerminkan strategi Google untuk mempertahankan keunggulan teknologinya melalui kemitraan strategis.
Salah satu kekhawatiran yang dirasakan banyak orang, termasuk saya, adalah potensi misinformasi, disinformasi, dan distorsi yang dibuat ChatGPT. Dengan lebih dari 200 juta pengguna, teknologi ini melayani sekitar 2,53 persen dari populasi global.
Disinformasi yang tersebar luas di media sosial telah secara signifikan mengikis kepercayaan pada konten-konten online dan bahkan dilaporkan telah mempengaruhi pemilihan presiden Amerika pada 2016.
Baca: Pro-Kontra Pengembangan ChatGPT
Dengan basis pengguna yang begitu luas untuk ChatGPT, mungkin saja perusahaan teknologi bisa memanipulasi percakapan serta mempengaruhi preferensi dan keputusan pengguna secara halus dengan berbagai cara. Karena itu, kebutuhan pengawasan dan regulasi yang lebih kuat terhadap model bahasa besar ini menjadi semakin mendesak.
Terlepas dari meningkatnya persaingan AI, Google tetap menjadi entitas yang dihormati di industri teknologi global. Persaingan AI antara Google dan Microsoft telah mendorong kedua perusahaan untuk mendobrak batasan-batasan teknologi ini. Hal ini menjanjikan kemajuan yang menarik pada tahun-tahun mendatang.
Berbagai strategi yang digunakan dalam kompetisi ini, dari akuisisi talenta hingga investasi strategis, mencerminkan betapa besarnya pertaruhan dalam lanskap AI. Secara khusus, memperoleh talenta terbaik memungkinkan perusahaan-perusahaan ini meningkatkan kemampuan AI mereka sehingga memberikan keunggulan kompetitif.
Investasi strategis, di sisi lain, memungkinkan diversifikasi dan perluasan ke berbagai aplikasi serta sektor AI baru, sehingga meningkatkan pengaruh dan pangsa pasar mereka di bidang AI. Ini semua menunjukkan tingginya nilai dan potensi teknologi AI dalam membentuk masa depan kita.
---
Artikel ini ditulis oleh Yali Du, dosen kecerdasan buatan di King's College London. Terbit pertama kali di The Conversation.