Momok hiyong, si biang kerok. Paling jago bikin ricuh. Kalau situasi keruh jingkrak-jingkrak ia. Bikin kacau ahlinya, akalnya bulus siasatnya ular, kejamnya sebanding Nero, sefasis Hitler dan sefeodal raja kethoprak. //Luar biasa cerdasnya, luar batas culasnya, demokrasi dijadikan bola mainan, hak asasi ditafsir semau gue.//
Emas doyan, hutan doyan, kursi doyan, nyawa doyan...luar biasa.(jempol dua). Tanah air digadaikan, masa depan rakyat digelapkan dijadikan jaminan utang.// Momok hiyong...momok hiyong...apakah ia abadi dan tak bisa mati? Momok hiyong...momok hiyong berapa ember lagi darah yang ingin kau minum.//
Begitulah aktor Teater Garasi, Gunawan Maryanto, membacakan puisi Wiji Thukul berjudul Momok Hiyong. Di belakangnya, Fajar Merah musikus yang juga putra penyair Wiji Thukul dan Sean "Seno" Hayward mengiringi puisi itu dengan gitar mereka. Fajar juga menebalkan puisi itu dengan menyanyikan satu-dua baris menjadi lirik lagu.
Konser daring Fajar Merah - Puisi Untuk Adik, 26 Februari 2021. Youtube Fajar Merah Official
Setelah puisi itu, Gunawan menyambungnya dengan puisi lain berjudul Aku Dilahirkan di Sebuah Pesta yang Tak Pernah Selesai. “…di sana ada meja penuh kue aneka warna/ mereka menawarkannya kepadaku/ kuterima kucicipi semua/ enak!/ itulah sebabnya aku selalu lapar/ sebab aku hanya punya satu:/ kemungkinan!// Tuhan, aku terluka dalam keindahanmu…”
Pembacaan dua puisi itu mewarnai konser live streaming Fajar Merah bertajuk “Puisi untuk Adik” di saluran YouTube Fajar Merah Official pada 26 Februari 2021. Konser ini untuk merilis single Puisi untuk Adik. Tak seperti biasanya tampil bersama grup band-nya, kali ini Fajar tampil hanya berdua bersama Sean Hayward memetik gitar akustik. Mereka tampil sederhana di sebuah ruang dengan latar empat lukisan ditemani sebuah teko dan cangkir blirik di atas drum minyak.
Setelah berpuisi, Fajar pun menyanyi. Ia memulai dengan tembang berjudul Apa Guna. Diiringi petikan gitar, lagu itu menyembulkan nuansa musik country. Tembang lain yang dibawakan adalah Derita Sudah Naik Seleher, yang diawali dengan petikan senar dalam tempo cepat tapi perlahan melambat.
Konser itu disela dengan testimoni Fajar tentang kiprah dan proses kreatifnya bermusik hingga kenangan dan kesaksiannya tentang sang ayah. Ia bercerita, awalnya bermusik ketika bekerja sebagai penjaga studio rental. Karena sering dihinggapi kebosanan, ia mulai ingin belajar membuat lagu dan bermusik.
Namun Fajar tak tahu dari mana harus memulai menulis lagu. Hingga kemudian Fajar membaca buku puisi ayahnya yang tak pernah ia buka sejak kecil. Buku itulah yang menjadi tempat belajar berkarya bagi Fajar. Ia membuat lirik lagu dari tulisan ayahnya. “Aku mulai paham bikin lagu belajar setapak demi setapak, akhirnya berpengaruh besar sampai sekarang,” ujar Fajar. Beberapa puisi dipilih karena ia menyukainya, ada pula puisi yang dipilih karena sejak ditulis hingga kini masih relevan.
Lagu Bunga dan Tembok adalah lagu pertamanya. Bagi Fajar, itu adalah puisi perlawanan yang lunak. Ia mengatakan, dari cerita yang beredar, ayahnya terkesan garang, termasuk tulisannya. Tapi pada puisi Bunga dan Tembok tak demikian. “Untuk kekaryaan ibarat perlawanan, dia bisa melawan dengan halus,” ujar pemusik yang mengakui referensi bermusiknya dari grup band Nirvana itu.
Menurut pemuda kelahiran 22 Desember 1993 ini, tak semua puisi sang ayah bisa dijadikan lagu. Sebagian lagi ia hanya mengadaptasi isi puisi-puisi tersebut dan menuliskannya dalam lirik baru. Fajar mengaku banyak belajar dari puisi sang ayah. “Akhirnya aku banyak belajar tentang kehidupan di kampung atau kehidupan minoritas dari tulisan-tulisan bapak.” Hal itu membentuk karakter penulisan lagu-lagunya.
Konser daring Fajar Merah - Puisi Untuk Adik, 26 Februari 2021. Youtube Fajar Merah Official
Fajar pun mengatakan bahwa apa yang dilakukan Wiji Thukul tidak sia-sia. “Tidak ada yang sia-sia yang dilakukan bapakku, sampai akhirnya dia dihilangkan. Itu adalah satu konsekuensi yang aku pikir dia paham akan hal itu,” ia menambahkan.
Dalam konser berdurasi sekitar 1,5 jam ini, Fajar juga menyampaikan rencananya mengeluarkan album solo pada tahun ini. Sebelumnya, ia menelurkan dua album bersama band-nya, Merah Bercerita, yakni Nyanyian Sukma Lara (2020) dan Merah Bercerita (2015).
Tembang lain yang dinyanyikan dengan akustik adalah Doa dan ia menutupnya dengan lagu Puisi untuk Adik. Lagu barunya itu menyerukan semangat untuk terus berjuang. “Nasib itu seperti waktu yang kita tunggu tak pernah menentu. Tapi yang kita miliki hanya detik ini. Lima menit setelah ini tak tahu apa yang terjadi. Bisa saja saja aku mati, kamu mati, semua mati....tak boleh menyerah...”