Dengan napas terengah-engah, Agus Tubagus meminta segelas air minum kepada Rukmana Kholil. Sang tuan rumah itu pun menghidangkan segelas air kepada Agus. Kelar menyesap air itu, Agus dengan gugup mencari kalimat yang pas untuk mengutarakan maksud dan tujuannya berada di rumah Rukmana.
Rukmana tak bisa menyembunyikan kegusarannya karena Agus terlihat bertele-tele. Ia meminta Agus segera menyampaikan maksud dan tujuannya. Agus, yang datang dengan penampilan necis, akhirnya mengutarakan niatnya untuk meminang putri Kholil, Ratna Rukmana. Rukmana menyambutnya dengan gembira dan memuji Agus setinggi langit. Ia lalu memanggil Ratna agar Agus bisa memberitahukan rencana itu kepada Ratna.
Namun rencana Agus tidak mulus. Perbincangannya dengan Ratna justru memanas. Mereka berdebat panjang seputar tanah di lapangan Sarigading yang mereka klaim milik keluarga mereka masing-masing. Agus, yang memiliki masalah pada jantungnya, mulai merasakan sesak napas dan sensasi berdenyut di kepalanya mengeraskan nada bicaranya.
Kholil, yang mendengar hal itu, lantas mengusir Agus. Ketika Agus keluar dari rumah Kholil, barulah ia memberitahukan kepada Ratna bahwa Agus datang untuk melamarnya. Sontak, Ratna meminta kepada ayahnya untuk mengejar dan mencari Agus.
Agus kemudian kembali ke rumah itu. Ratna, yang tadinya berdebat hebat dengan Agus, mulai melunak. Namun muncul perdebatan baru. Kali ini soal siapa yang lebih hebat antara Si Belang dan Si Kliwon, anjing mereka. Perdebatan itu baru berakhir ketika Agus pingsan. Setelah Agus siuman, barulah Rukmana mengumumkan menerima lamaran Agus.
Cerita ini rangkuman dari drama audio berjudul Pinangan yang diproduksi Komunitas Salihara. Drama audio yang ini dibagi menjadi tiga episode dan bisa didengarkan di platform digital seperti Spotify. Mulai disiarkan pada 8 Agustus lalu, drama ini mengangkat Pinangan karya sastrawan Rusia, Anton Chekhov, yang disadur oleh Jim Adhi Limas dan Suyatna Anirun.
Naskah ini cukup sering dipentaskan oleh berbagai kelompok teater di Indonesia. Pinangan seperti menggambarkan hipokrisi di masyarakat. Dalam pentas ini, hal itu tergambar dari betapa Ratna menyesali pengusiran Agus begitu mengetahui bahwa Agus ingin melamarnya. Begitu juga Agus, yang ingin meminang Ratna, tapi tak pernah mendengarkan pendapat Ratna.
Pinangan menambah deretan sandiwara audio yang muncul pada masa pandemi. Sebelumnya, sudah ada Sandiwara Sastra yang diproduksi Kemendikbud bersama Yayasan Titimangsa, dan KawanKawan Media. Sandiwara Sastra mengangkat kisah dari cerpen dan novel karya sastrawan Indonesia. Ini berbeda dengan Pinangan yang memang mengangkat naskah teater.
Bagi sutradara drama audio Pinangan, Rukman Rosadi, naskah ini sudah sangat baik untuk diadaptasikan ke medium lain, termasuk drama audio. Salah satunya karena set dalam cerita ini adalah satu ruangan. “Anton Chekhov orang cerdas, (diadaptasikan) kultur apa saja enak. Geser-gesernya enggak banyak, tinggal bagaimana bisa sampai ke ruang pendengar dan mereka merasakannya lewat suara,” kata Rukman saat dihubungi pada Rabu pekan lalu.
Rukman mengatakan menafsirkan ulang naskah ini meski tetap taat pada alur aslinya. Utamanya mengadaptasikan era naskah itu ditulis ke era yang ingin disajikan oleh drama audio ini.
Menariknya, proses produksi drama audio ini dilakukan secara jarak jauh. Antara sutradara dan para pemain tidak melakukan pertemuan secara fisik, hanya melalui pertemuan virtual. Rukman banyak menggunakan fitur Zoom, Google Meet, dan WhatsApp untuk melakukan proses reading dan pematangan karakter para pemeran.
Cara merekamnya juga dengan mengirimkan alat perekam dan mikrofon ke rumah para pemeran. Jadi, para pemain merekam sendiri suaranya. Tapi, dengan berbagai kendala teknis akibat pandemi yang membuat orang tak bisa berkumpul dalam jumlah banyak, proses produksi dapat selesai dalam waktu 1,5 bulan.
Pinangan merupakan produksi drama audio pertama Komunitas Salihara. Manajer Program Pertunjukan Komunitas Salihara, Ening Nurjanah, mengatakan produksi drama audio ini merupakan respons terhadap pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, sehingga mengharuskan ada penjarakan sosial dan pembatasan fisik, termasuk berkesenian. “Produksi ini membuat kami tetap bisa aktif dalam menyajikan kesenian kepada masyarakat,” ujarnya.
Ening menuturkan, Pinangan diangkat karena naskah ini sudah memiliki terjemahan dalam bahasa Indonesia, sehingga membantu kerja timnya yang baru pertama kali memproduksi drama audio.
Pemeran Agus Tubagus dalam drama audio itu, Andri Mashadi, mengaku ada beberapa kesulitan dalam pembuatan drama ini. Misalnya dalam merekam adegan. Sebab, dia tak tahu lawan dialognya akan bicara seperti apa. Kesulitan lain adalah menampilkan ekspresi melalui suara agar penonton tetap bisa membayangkan situasi yang dialami karakter yang diperankan.
Andri mengaku cukup beruntung pernah memerankan karakter Sunda Baduy dalam film yang pernah dibintanginya. Maka, ketika naskah Pinangan dibuat dengan nuansa Sunda Banten, ia memiliki sedikit dasar untuk mendalami karakter Agus. “Drama audio ini sebenarnya membuat saya merasa lebih enak dan luas karena tidak terpaku pada kamera dan blocking.”
DIKO OKTARA