BEIRUT – Militer Libanon menyatakan telah menemukan 4,35 ton amonium nitrat di dekat pintu masuk Pelabuhan Beirut. Lokasi temuan itu berdekatan dengan kawasan terjadinya ledakan dahsyat pada bulan lalu yang disebabkan oleh timbunan bahan kimia yang sama.
Pernyataan militer yang disiarkan oleh kantor berita negara NNA itu menyebutkan bahwa insinyur angkatan darat sedang menangani temuan tersebut. Bahan kimia itu ditemukan di luar pintu masuk hanggar 9 ke pelabuhan. “Pakar militer dipanggil untuk pemeriksaan dan mereka menemukan 4,35 ton bahan kimia berbahaya dalam empat kontainer yang disimpan di dekat pelabuhan,” demikian keterangan militer, kemarin. “Tidak ada rincian tentang asal bahan kimia tersebut atau pemiliknya.”
Ledakan dahsyat menghantam kota pelabuhan Beirut pada 4 Agustus lalu dan menewaskan setidaknya 190 orang. Ledakan itu menghancurkan seluruh kawasan pelabuhan dan ratusan bangunan serta melukai 6.000 orang. Otoritas menyatakan ledakan itu disebabkan oleh 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di gudang pelabuhan selama hampir enam tahun.
Insiden ledakan di Beirut itu memicu kemarahan warga dan aksi demonstrasi. Warga marah karena para pejabat sebenarnya mengetahui bahwa amonium nitrat—bahan bom dan pupuk—tersimpan di hanggar pelabuhan. Peristiwa itu juga membuat sejumlah pejabat mengundurkan diri. Selain itu, Libanon dilanda krisis ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ditambah pandemi global corona.
Meski dilanda krisis ekonomi dan pandemi, di Gemmayzeh, kawasan di lokasi ledakan, kehidupan mulai berjalan normal. Relawan menyapu puing-puing dan para pekerja melakukan perbaikan. “Ledakan itu menghancurkan segalanya di sini, tapi saya memutuskan kembali bekerja karena tidak punya pilihan,” kata Claudette, penjahit berusia 60 tahun di lingkungan Gemmayzeh. “Suami saya menganggur dan putra saya yang berusia 33 tahun dipecat karena krisis ekonomi.”
Penyelidikan terhadap insiden ledakan itu terus dilakukan. Sejumlah ahli internasional ikut membantu Libanon. Beberapa hari setelah ledakan tersebut, ahli kimia dari Prancis dan Italia yang bekerja di tengah sisa-sisa ledakan di pelabuhan mengidentifikasi lebih dari 20 kontainer yang membawa bahan kimia. Meski begitu, temuan ini belum dirilis.
Tim penyelidik juga mulai mendengar kesaksian dari mantan Perdana Menteri Libanon, Hassan Diab. “Hakim Fadi Sawan mendengarkan kesaksian Diab dalam kapasitasnya sebagai saksi,” kata seorang sumber di pengadilan kepada AFP. Diab menjadi politikus senior pertama yang bersaksi di hadapan otoritas kehakiman.
Perdana menteri yang mengundurkan diri setelah ledakan pada 4 Agustus lalu itu mengatakan peristiwa tersebut disebabkan oleh 2.750 ton pupuk amonium nitrat yang disimpan di gudang selama bertahun-tahun. Menurut sumber pengadilan, hakim Sawan menyelidiki berapa lama Diab sebagai perdana menteri mengetahui keberadaan amonium nitrat itu di pelabuhan. “Hakim juga ingin mencari tahu mengapa dia tidak menginstruksikan pemerintah untuk mengambil tindakan setelah menerima laporan dari dinas keamanan,” ujar sumber itu. Pada 20 Juli lalu, Diab dan Presiden Michel Aoun menerima laporan dari Badan Keamanan Negara yang memperingatkan ihwal bahaya yang ditimbulkan oleh material yang sangat tidak stabil tersebut.
Setelah insiden ledakan ini, 25 tersangka telah ditangkap, termasuk Direktur Jenderal Pelabuhan Hassan Koraytem dan Kepala Bea-Cukai Badri Daher. Tiga pekerja Suriah yang mengelas gudang hanggar pelabuhan pada hari ledakan juga ditangkap.
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Michel Aoun memerintahkan perbaikan infrastruktur pengisian bahan bakar lama di Bandara Beirut dan menyerukan penyelidikan atas laporan ihwal ribuan liter bahan bakar yang bocor dari sistem. Kepala Bandara Beirut Fadi el-Hassan mengatakan kebocoran 84 ribu liter bahan bakar terjadi pada Maret lalu dan perbaikan selesai dalam dua bulan. Berita tentang kebocoran tersebut menambah kekhawatiran akan keselamatan publik.
FRANCE24 | REUTERS | NAHARNET.COM | AL JAZEERA
Deteksi Denyut Nadi di Reruntuhan
TIM relawan asal Cile mendeteksi tanda-tanda kehidupan dari reruntuhan puing-puing bangunan akibat ledakan dahsyat di Beirut sebulan lalu. Menurut seorang anggota tim penyelamat Topos Chile, dengan mesin pemindai, mereka menemukan tanda-tanda denyut nadi dan pernapasan di dekat lantai dasar gedung yang runtuh. “Ada kemungkinan itu seorang anak,” ujar anggota tim Topos Chile, kemarin. Tim juga menemukan keberadaan setidaknya satu mayat.
Ledakan dahsyat menghantam kota pelabuhan Beirut pada 4 Agustus lalu dan menewaskan setidaknya 190 orang. Ledakan itu menghancurkan ratusan bangunan dan melukai 6.000 orang. Satu bulan seusai insiden ledakan itu, tujuh orang masih dinyatakan hilang. Marwan Abboud, Gubernur Kota Gemmayzeh, mengatakan seekor anjing pelacak yang digunakan relawan Cile mengendus bau dari lokasi bangunan yang runtuh.
Edward Bitar, anggota pegiat Live Love Lebanon yang bekerja sama dengan Topos Chile di Libanon, mengatakan, dengan menggunakan sensor, mereka mendeteksi 18 siklus napas per menit yang berasal dari bawah reruntuhan gedung. “Jika ditemukan, itu keajaiban,” kata Bitar.
Topos Chile sering mendatangi zona bencana, termasuk kawasan Fukushima, Jepang, pada 2011 ketika reaktor nuklir meledak. Pada 2010, pegiat itu membantu menyelamatkan seorang pria di Haiti setelah dia menghabiskan 27 hari di bawah reruntuhan akibat gempa bumi.
Bitar mengatakan pemilik gedung telah membuktikan tidak ada orang di dalamnya. Namun sejumlah orang di tempat kejadian mengatakan bahwa mereka telah memberi tahu pasukan keamanan tentang bau akibat pembusukan dari gedung beberapa hari setelah ledakan. Warga di lokasi kejadian menyatakan pasukan keamanan tidak menggeledah puing-puing. Upaya pencarian dan penyelamatan resmi telah lama dibatalkan.
Setelah adanya deteksi itu, upaya pencarian yang dipimpin sukarelawan pada Kamis lalu dimulai kembali pada pagi hari dan berlanjut hingga Jumat pagi. Tim membersihkan puing-puing bangunan dibantu petugas pemadam kebakaran dan pertahanan sipil.
AL JAZEERA | REUTERS | FRANCE24 | SUKMA LOPPIES