YANGON – Setidaknya 113 orang tewas tertimbun tanah longsor di tambang batu giok di Negara Bagian Kachin, Myanmar, kemarin. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dari laporan awal. Operasi pencarian korban masih terus dilakukan.
"Para penambang giok diterjang gelombang lumpur. Total 113 mayat telah ditemukan sejauh ini," kata Departemen Pemadam Kebakaran Myanmar dalam sebuah pernyataan di akun Facebook-nya, dikutip laman Al Jazeera.
Seorang pejabat lokal, Tar Lin Maung, memperkirakan jumlah korban meninggal masih akan bertambah. "Sekarang kami menemukan lebih dari 100 mayat. Jasad-jasad lainnya berada di lumpur. Jumlahnya akan meningkat," kata dia saat diwawancara via telepon oleh Reuters.
Maung Khaing merupakan salah satu penambang yang berhasil selamat dari terjangan tanah longsor. "Dalam satu menit, semua orang di bawah (bukit) menghilang," ucapnya.
Dia masih merasa syok dengan peristiwa yang disaksikannya. "Saya masih merasa merinding. Ada orang-orang yang terjebak di lumpur berteriak minta tolong tapi tidak ada yang bisa membantu mereka," ujar Maung.
Than Hlaing, seorang anggota kelompok masyarakat sipil setempat yang membantu evakuasi setelah bencana, mengatakan mereka yang tewas adalah pekerja informal yang memulung limbah yang ditinggalkan oleh perusahaan pertambangan yang lebih besar.
"Tidak ada harapan bagi keluarga untuk mendapatkan kompensasi karena mereka adalah penambang lepas," tuturnya.
Insiden tanah longsor itu terjadi di daerah Hpakant yang kaya batu giok. Peristiwa semacam ini kerap terjadi karena tambang-tambang di daerah tersebut tak dikelola dengan baik. Pemerintahan Aung San Suu Kyi telah berjanji membenahi industri tambang batu giok saat memegang kekuasaan pada 2016. Namun para aktivis menyebutkan tak ada perubahan signifikan.
Menurut data resmi pemerintah, penjualan batu giok Myanmar pada 2016-2017 bernilai US$ 750 juta. Tapi para ahli yakin nilai sebenarnya dari industri itu, terutama yang diekspor ke Cina, jauh lebih besar.
AL JAZEERA | SITA PLANASARI AQUADINI