Daya Pikat Kepala Desa
Keberpihakan kepala desa dalam pemilu sangat berbahaya. Mereka dapat memaksa warganya mendukung calon presiden tertentu.
JAKARTA – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Muhammad Nur Ramadhan, melihat perubahan kedua Undang-Undang Desa telah menjadi bancakan peserta Pemilu 2024 untuk kepentingan elektoral. Pembahasan revisi UU Desa itu dijadikan alat untuk mendapatkan dukungan dari kepala desa ataupun perangkat desa saat pencoblosan.
"Jumlah kepala desa yang mencapai puluhan ribu memang menjadi magnet suara bagi peserta pemilu sehingga mereka diperebutkan," kata Ramadhan, Rabu, 7 Februari 2024.
Berdasarkan hitungan Ramadhan, suara dari kepala desa dan perangkat desa mencapai jutaan. Hitungannya, jumlah desa di Indonesia sebanyak 83.794. Setiap desa terdiri atas satu kepala desa yang dibantu 3-7 orang perangkat desa. Di desa juga terdapat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan jumlah anggota 5-11 orang.
Kalkulasi suara ini belum termasuk jika kepala desa dan perangkat desa mengajak keluarga ataupun warganya mendukung pasangan calon presiden tertentu. "Politik di desa itu bisa diasumsikan bahwa pilihan kepala desa akan diikuti warganya," ucap Ramadhan.
Menurut dia, kepala desa dan perangkat desa juga mendapat keuntungan dari perubahan kedua Undang-Undang Desa. Keinginan mereka tercapai lewat revisi yang pembahasannya sudah disetujui di tingkat pertama di Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 6 Februari lalu.
"Mereka (kepala desa) sudah mendapat apa yang diinginkan. Sekarang pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari revisi UU Desa yang telah mengakomodasi keinginan kepala desa itu?" ujar Ramadhan.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyerahkan bantuan saat kunjungan kerja sekaligus memberikan arahan dalam pertemuan optimalisasi peran Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) se-Provinsi Jawa Tengah, di Blora, Jawa Tengah, 18 Januari 2024. ANTARA/Yusuf Nugroho
Politik dagang sapi dalam pembahasan perubahan kedua UU Desa terlihat dari rekam jejak delapan organisasi kepala desa dan perangkat desa. Kedelapan lembaga itu adalah Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Asosiasi Kepala Desa Indonesia (Aksi), Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), Parade Nusantara, Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI), Pengurus Pusat PPDI, serta Komunitas Purnabakti Kepala Desa Seluruh Indonesia (Kompakdesi).
Lembaga-lembaga itulah yang terus mendesak perubahan kedua Undang-Undang Desa. Mereka berkali-kali berunjuk rasa di DPR sejak tahun lalu hingga pekan ini.
Baca juga:
Di sela rentetan demonstrasi itu, kedelapan lembaga atas nama Desa Bersatu menggelar silaturahmi nasional di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 19 November 2023. Acara bertajuk silaturahmi nasional itu awalnya bertujuan mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pasangan calon presiden dan wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju. Silaturahmi ini dihadiri Gibran dan beberapa anggota tim pemenangan pasangan nomor urut 02 ini.
Berbeda dari arah dukungan delapan organisasi kepala desa tersebut, Perkumpulan Aparatur Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) cenderung mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md., pasangan calon yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam berbagai acara, pengurus organisasi itu terang-terangan mendorong Ganjar sebagai calon presiden. Mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut adalah Ketua Dewan Pembina Papdesi.
Sawah bergambar wajah calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud Md., di Desa Sidorejo, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, 29 Januari 2024. ANTARA/Makna Zaezar
Dosen hukum kepemiluan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan kepala desa sebagai perangkat pemerintahan di struktur terendah lebih mudah mempengaruhi warganya. Karena itu, keberpihakan kepala desa dalam pemilu akan sangat berbahaya.
"Karena dalam kultur sosial masyarakat kita, kepala desa merupakan figur berpengaruh sebagai tokoh pemimpin desa," ujarnya. "Untuk memberikan keadilan dan kesetaraan perlakuan, kepala desa memang sudah seharusnya netral."
Menurut Titi, sebagai bagian dari pemerintah, kepala desa semestinya jauh dari bias politik. Jika kepala desa tak netral, kata dia, mereka akan rentan menyalahgunakan kewenangan. Kepala desa yang tidak netral akan menggunakan dana desa, program bantuan pemerintah, dan berbagai akses pelayanan publik lain sebagai alat propaganda politik. Padahal Undang-Undang Desa dan Undang-Undang Pemilu sudah tegas mengatur bahwa kepala desa harus netral serta tidak boleh menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.
Pelanggaran atas netralitas merupakan salah satu tindak pidana yang paling banyak ditemukan pada Pemilu 2019. Dari 361 putusan pelanggaran pidana pada Pemilu 2019, sebanyak 31 putusan merupakan pelanggaran terhadap prinsip netralitas kepala desa.
Titi berpendapat, gerakan organisasi kepala desa dan perangkat desa belakangan ini sangat kental aroma politik. Sebab, mereka memaksakan pembahasan revisi kedua Undang-Undang Desa sebelum pemungutan suara. Desakan itu disertai ancaman akan vakum dalam penyelenggaraan pemilu jika UU Desa tak disahkan sebelum pencoblosan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menguatkan pendapat Titi tersebut. Dedi mengatakan dukungan kepala desa menjadi rebutan tiga calon presiden. Sebab, kepala desa dapat mempengaruhi sikap politik masyarakat penerima bantuan pemerintah.
Kepala desa juga dapat memaksa masyarakat mengikuti pilihannya. "Pengaruh kepala desa bukan hanya karena ketokohan, tapi juga lantaran mempunyai kekuasaan memaksa masyarakat," kata Dedi. "Kubu yang memanfaatkan kepala desa itu layak dihindari dan tidak dipilih."
IMAM HAMDI