JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi akan mendalami keterlibatan sejumlah nama lain dalam kasus dugaan suap Samin Tan. Dua nama yang akan didalami itu adalah politikus Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, serta mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan.
Deputi Penindakan KPK, Karyoto, mengatakan lembaganya akan memperjelas peran Mekeng dan Jonan dalam kasus Samin Tan tersebut. "Ini akan kami kembangkan seperti apa Pak Mekeng dan Jonan. Nanti dilihat sejauh mana peran mereka," kata Karyoto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, kemarin.
Karyoto menuturkan akan mengumpulkan penyelidik, penyidik, dan penuntut lembaganya untuk mengembangkan fakta-fakta persidangan perkara Eni Maulani Saragih, mantan Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat. Di pengadilan, Eni dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp 5 miliar dari Samin Tan.
Fakta-fakta persidangan itu akan dibahas dalam gelar perkara tingkat deputi. "Kami tidak berspekulasi. Kami akan mencari alat bukti kalau tercukupi. Siapa pun yang terlibat di situ, mudah-mudahan bisa kami angkat ke tingkat penyidikan," ujar Karyoto.
Deputi Bidang Penindakan KPK Brigjen Pol Karyoto menunjukkan Samin Tan kepada awak media resmi memakai rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, 6 April 2021. TEMPO/Imam Sukamto
Ia menambahkan, KPK membuka peluang untuk kembali memanggil Eni Saragih. Saat ini Eni menjalani hukuman 6 tahun penjara dalam perkara suap dan gratifikasi dari berbagai pihak.
Samin Tan ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan suap kepada Eni Saragih pada 2019. Kasus ini bermula ketika Kementerian ESDM memutus perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup di Kalimantan Tengah pada Oktober 2017. Asmin Koalindo merupakan anak usaha PT Borneo Lumbung Energy & Metal, milik Samin Tan.
Samin diduga meminta bantuan sejumlah pihak guna menyelesaikan masalah ini, termasuk kepada Eni Saragih, yang kala itu menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR. Eni menyanggupi permintaan Samin tersebut dengan mempengaruhi sejumlah pihak di Kementerian ESDM.
Atas jerih payah itu, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin Tan. Lalu Samin memberikan uang dengan total Rp 5 miliar kepada Eni lewat staf dan tenaga ahli Eni pada Juni 2018.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Samin Tan dua kali mangkir dari pemeriksaan KPK. Ia pun dinyatakan sebagai buron pada tahun lalu. Pelarian Samin berakhir, dua hari lalu. KPK menangkapnya di Mokka Coffee Cabana, Gedung Jaya, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Saat penangkapan, Samin tengah bersama tiga orang.
Karyoto mengatakan lembaganya juga akan mendalami pihak-pihak yang diduga membantu pelarian Samin Tan. "Seperti di kasus Nurhadi (mantan Sekretaris Mahkamah Agung), kan ada pihak yang kami tetapkan dengan Pasal 21 (Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi)," katanya.
Dalam perkara Samin Tan ini, nama Melchias Mekeng dan Ignasius Jonan disebut-sebut terlibat. Bahkan Mekeng pernah dicekal bepergian ke luar negeri selama enam bulan sejak 10 September 2019.
Mekeng juga beberapa kali mangkir dari pemeriksaan KPK. Misalnya, ia tidak memenuhi panggilan KPK pada 11, 16, dan 19 September 2019, dengan alasan sedang melakukan perjalanan dinas. Ia mengkir lagi dalam pemanggilan berikutnya pada 8 Oktober 2019 dengan alasan sakit. Satu bulan berikutnya, KPK memanggilnya lagi, tapi ia kembali mangkir. Jonan juga pernah diperiksa KPK pada 31 Mei 2019.
Mekeng dan Jonan belum bisa dimintai konfirmasi soal ini. Pengacara Mekeng, Petrus Selestinus, mengaku tengah sibuk. "Saya sedang melayat di Rumah Sakit Gatot Subroto," katanya.
Sebelumnya, Petrus membantah keterlibatan kliennya. "Kami membantah jika klien kami terlibat dalam transaksi bisnis yang berujung pada perbuatan korupsi itu," katanya, dua tahun lalu.
Petrus mengatakan Mekeng merupakan pihak yang memperkenalkan Samin Tan kepada Eni. Namun, kata Petrus, hal tersebut wajar bagi pejabat publik, termasuk anggota DPR, yang memperkenalkan atau membantu koleganya yang tengah bermasalah. "Keterlibatan Mekeng hanya sebatas memperkenalkan," ujarnya.
Jonan juga membantah terlibat kasus Samin Tan. Saat diperiksa KPK pada 31 Mei 2019 lalu, Jonan yang saat itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan hanya ditanya penyidik seputar tugas pokok dan fungsi pertambangan dan listrik. Jonan diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap eks Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan Samin Tan.
Ia juga menyatakan ditanya penyidik mengenai peranannya sebagai menteri ESDM. Penyidik bertanya seputar fungsi ESDM dan fungsi PLN. “Saya ditanya persetujuannya sampai mana, mana fungsi kementerian sebagai regulator, mana PLN dan sebagainya," katanya.
Peneliti dari Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, berharap penangkapan Samin Tan ini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk memperjelas keterlibatan sejumlah pihak yang masih bebas. "Diharapkan semua pihak yang terlibat bisa diproses," kata dia.
Zaenur berpendapat, penangkapan Samin Tan dapat mendongkrak kepercayaan publik kepada KPK. Sebab, publik sebelumnya mencibir KPK setelah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim.
Berpendapat senada, peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan penangkapan Samin Tan menjadi hal penting bagi KPK untuk membongkar keterlibatan pihak-pihak lain, terutama dari kalangan politikus. Kurnia berpendapat, penangkapan itu seharusnya bisa ditindaklanjuti dengan mendeteksi buron KPK lainnya, seperti Harun Masiku, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Harun adalah tersangka kasus dugaan suap kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. "Kami menilai KPK bukan tidak mampu, tapi pimpinan KPK tak memiliki political will menyelesaikan kasus Harun," kata Kurnia.