JAKARTA – Sejumlah wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah pusat menyediakan kebutuhan untuk merealisasi rencana intensifikasi pengetesan dan pelacakan selama pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) masih merebak. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Joko Hastaryo, mengatakan puskesmas di wilayahnya siap melakukan tes usap kepada minimal 30 orang yang melakukan kontak erat dengan pasien Covid-19 selama memiliki tenaga kesehatan dan ketersediaan alat. “Kami berharap tenaga untuk contact tracer yang dijanjikan Satgas Covid-19 pusat bisa segera direalisasi, selain bahan rapid kit antigennya tentu saja,” kata Joko kepada Tempo, kemarin.
Ia menyatakan Pemerintah Kabupaten Sleman saat ini belum mendapat bantuan alat swab test antigen dari Kementerian Kesehatan. Ia menuturkan baru menerima rapid diagnostic test (RDT) kit antigen dari Satgas Covid-19 sebanyak 2.500 kit dan sebanyak 5.000 kit untuk pengungsi Gunung Merapi. “Kalau kit antigen dari Kementerian Kesehatan, seperti yang sudah di-publish itu, sampai saat ini belum kami terima,” ujarnya.
Menurut Joko, kebutuhan untuk melakukan tracing dengan swab test antigen hanya memerlukan bahan rapid test kit dan sumber daya manusia atau tenaga yang menangani. Namun selama ini Sleman juga terhambat melakukan tracing lebih luas karena terbatasnya kapasitas laboratorium.
Ia pun sangsi pemerintah bisa mencapai target melakukan testing lebih intensif karena hasil tes cepat antigen masih perlu ditindaklanjuti dengan tes polymerase chain reaction (PCR). Artinya, kebutuhan untuk melakukan testing bukan hanya sebatas pada ketersediaan alat dan tenaga, melainkan juga kapasitas laboratorium.
Dokter mendata pasien setelah melakukan swab PCR di tenda Puskesmas Tamblong, Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Kementerian Kesehatan sedang menggencarkan testing, tracing, dan treatment mulai dari tingkat desa dan kelurahan selama pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro. Kementerian menargetkan pelaksanaan pelacakan dan karantina bisa dilakukan kurang dari 72 jam sejak adanya temuan kasus baru.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Kesehatan berjanji menambah alat tes cepat antigen di seluruh puskesmas sebagai alat diagnosis. Kementerian juga akan menambah laboratorium PCR di 514 kabupaten/kota.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Berty Murtiningsih, menuturkan rencana percepatan dan perluasan tracing di tingkat puskesmas dengan antigen baru disosialisasi kemarin. Soal adanya keperluan penambahan laboratorium di Yogyakarta, ia masih menunggu petunjuk dari Kementerian Kesehatan. “Yang namanya swab antigen kan tidak diperiksa di laboratorium, namanya juga rapid test atau tes cepat,” ujar juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Yogyakarta itu.
Di Jawa Barat, Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Daud Achmad, mengatakan Pemerintah Provinsi sudah meminta daerah memperkuat tracing pasien Covid-19. Daud mengatakan daerah juga terus mendapat kiriman peralatan tes, termasuk tes cepat swab antigen secara berkala. “Masih ada stok kami di gudang. Kalau tidak ada, kami minta ke pusat. Kami juga ada pengadaan sendiri,” kata dia.
Daud mengatakan pemerintah Jawa Barat baru menginisiasi program Puspa atau Puskesmas Terpadu Juara, program penguatan tenaga kesehatan di 100 puskesmas di daerah dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi. Masing-masing puskesmas tersebut akan mendapat tambahan lima tenaga kesehatan yang tugasnya hanya menangani kasus Covid-19, termasuk tracing kasus. “Kami merekrut tiga orang dari luar dan dua orang dari dalam. Sekarang kita sedang proses rekrutmen. Setelah itu, mereka akan mengikuti pelatihan, baru operasional. Jadwalnya, pada Maret, mereka baru operasional,” kata Daud.
Posko Covid-19 yang sepi aktivitas di kawasan Tongkeng, Kelurahan Merdeka, Bandung, Jawa Barat, 5 Februari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Selain itu, Daud menjelaskan, penguatan tracing akan melibatkan TNI-Polri. Para anggota TNI-Polri ini, kata dia, sudah siap menjalani pelatihan agar bisa membantu melakukan tracing. Kapasitas pemeriksaan PCR sampel swab pasien Covid-19 juga terus digenjot. “Kami rata-rata di atas 40 ribu seminggu. Ada yang sempat 42 ribu, 47 ribu, dan 45 ribu. Laporan terakhir turun menjadi 35 ribu. Kami masih belum tahu penyebabnya,” ujar dia.
Untuk mempercepat laju testing, Daud menuturkan, daerah sudah lama diminta untuk terus menambah kapasitas laboratorium masing-masing. Menurut dia, banyak kabupaten/kota yang berinisiatif menambah kapasitas laboratorium dengan disertai penambahan sumber daya.
Pendirian posko di tingkat desa/kelurahan di seluruh Jawa Barat kini masih dalam proses. Daud menuturkan pemerintah daerah sedang koordinasi dengan dinas terkait. Desa-desa saat ini juga diminta melakukan fokus ulang anggaran pendapatan dan belanja desa. "Sudah ada instruksi Menteri Desa mengenai penggunaan dana desa seperti apa, sudah rinci, termasuk pengalokasian untuk posko. Ada Permenkeu juga untuk menggeser anggarannya untuk pembiayaan posko,” kata Daud.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim mengatakan ada kekurangan tenaga surveilans untuk melakukan pelacakan di wilayahnya. Menurut Dedie, saat ini Pemerintah Kota Bogor hanya memiliki 160-170 tenaga penelusur kontak erat.
Dedie mengatakan Pemerintah Kota Bogor berencana menambah kembali tenaga surveilans agar PPKM berskala mikro dan sistem pelacakan, pengetesan, dan perawatan berjalan maksimal. “Tapi, di samping itu, pemahaman warga juga harus kita bangun kembali. Sebab, saat ini banyak warga yang sudah menganggap Covid ini tidak ada. Ini yang perlu tekankan juga kepada pejabat dan tokoh setempat untuk mensosialisasi kembali bahaya Covid,” ucap Dedie.
MAYA AYU PUSPITASARI | AHMAD FIKRI | PRIBADI WICAKSONO | A. MURTADHO