JAKARTA – Sejumlah organisasi pemantau wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memprediksi kondisi penularan virus corona di Indonesia lebih gawat dibanding data yang disajikan pemerintah setiap hari. Data yang dimiliki lembaga pemantau LaporCovid-19 menunjukkan bahwa angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai 59.133 jiwa. Angka ini dua kali lipat lebih banyak dibanding data pemerintah yang menyebutkan jumlah kematian akibat Covid-19 mencapai 28.132 jiwa hingga kemarin.
Inisiator LaporCovid-19, Irma Hidayana, mengatakan ada kemungkinan angka kematian sesungguhnya akibat Covid-19 lebih besar dibandingkan dengan data yang dimilikinya. Sebab, LaporCovid-19 mengumpulkan data lewat website resmi pemerintah daerah dan media sosial. Ada kalanya situs-situs di sejumlah daerah tidak melaporkan data yang paling anyar. "Data kami itu terakhir tanggal 24 Januari. Ada daerah yang tidak melapor sejak tanggal 17. Jadi, ada kemungkinan angka sesungguhnya lebih besar lagi," ujar Irma kepada Tempo, kemarin.
Selain data kematian, data status pasien dalam perawatan berbeda. Data pemerintah menyebutkan bahwa pasien yang tengah menjalani perawatan ataupun isolasi mandiri sebanyak 161.636 orang. Sedangkan data yang dimiliki LaporCovid-19 menunjukkan ada 210.534 pasien yang tengah dirawat hingga Ahad lalu.
Menurut Irma, ada kemungkinan angka kasus positif harian juga lebih besar dari data yang diumumkan. Potensi ini muncul lantaran hingga kini masih banyak masyarakat yang lolos dari pelacakan kontak erat pasien Covid-19. Tak hanya itu, Irma menuturkan, waktu tunggu hasil tes swab Covid-19 juga masih menghabiskan waktu berhari-hari.
Mural tentang Covid-19 di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, 23 Januari 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Berdasarkan pengalaman, Irma bercerita, LaporCovid-19 pernah menemukan jumlah kasus positif yang mereka kumpulkan mencapai empat kali lebih banyak dibanding data yang diumumkan pemerintah. Saat ini, ia yakin angka kasus positif sudah melebihi satu juta kasus. Sedangkan hingga kemarin, pemerintah mengumumkan kasus positif mencapai 999.254 orang. "Angkanya pasti jauh di atas ini karena banyak yang tidak terdeteksi," kata Irma.
Juru bicara KawalCovid-19, Miki Salman, menduga banyak data yang tak dilaporkan daerah ke pusat. Positivity rate yang mencapai 20-30 persen, menurut dia, menunjukkan bahwa tracing yang dilakukan pemerintah masih sangat minim. Positivity rate adalah rasio jumlah orang yang terkonfirmasi positif dibandingkan dengan jumlah orang yang dites. Berdasarkan standar yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka positivity rate Covid-19 seharusnya kurang dari 5 persen. Makin kecil angkanya menunjukkan bahwa jumlah orang yang dites semakin besar. Miki memperkirakan jumlah kasus di lapangan mencapai 5-10 kali lipat lebih besar dibanding kasus yang diumumkan. "Rumah sakit se-Jawa dan Bali akan kolaps," katanya.
Direktur Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda, mengatakan testing yang dilakukan Satuan Tugas Covid-19 tidak ada peningkatan. Menurut dia, saat ini porsinya 50 : 50 dengan testing mandiri yang dilakukan masyarakat.
Warga bersepeda tanpa menggunakan masker di Bandung, Jawa Barat, 26 Juni 2020. TEMPO/Prima Mulia
Buruknya testing dan pelacakan kontak dialami keluarga Wisnu Prayoga, 28 tahun. Wisnu bercerita, pamannya terkonfirmasi positif Covid-19 setelah bepergian ke luar kota. Saat baru pulang dari luar kota, paman Wisnu mengunjungi rumahnya dan melakukan kontak erat dengan kakak iparnya. Namun, ketika paman Wisnu melapor ke puskesmas setelah dinyatakan positif Covid-19, tak ada satu pun petugas puskesmas yang melacak ke rumahnya. "Akhirnya kakak saya inisiatif periksa sendiri," katanya.
Inisiator Pandemic Talks, Muhammad Kamil, mengatakan data pemerintah tidak merepresentasikan kondisi sebenarnya. Tingginya positivity rate menunjukkan bahwa testing masih belum masif dilakukan. Jika testing sudah masif dan penyebar virus diketahui, dia menjelaskan, angka positivity rate sesuai dengan standar maksimal hanya akan mencapai 5 persen. Faktanya, positivity rate di Indonesia stabil di atas 20 persen sejak Desember lalu. Bahkan beberapa kali menembus angka 30 persen. "Jadi, secara statistik sangat mungkin kondisi wabah di masyarakat sudah sangat parah," ujar dia.
Menurut Kamil, penanganan wabah yang tak terkendali ditunjukkan dengan sulitnya melacak kluster penularan. Kondisi itu terjadi saat ini karena sebagian besar orang tidak tahu dari mana ia tertular virus dan siapa saja yang sudah ia tulari. Kejadian-kejadian buruk pun sudah mulai terjadi. Contohnya, pasien suspect meninggal di mobil saat mencari rumah sakit, pasien Covid-19 meninggal di ruang tunggu, dan angka kematian tenaga kesehatan yang makin tinggi. "Bahkan korban sebagian dari faskes tingkat pertama. Artinya, sistem kesehatan sudah kolaps. Selain itu, permakaman sudah antre dan semakin penuh," kata dia.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan data dan informasi yang disampaikan kepada masyarakat sudah transparan. Ia mengatakan data yang disampaikan adalah informasi yang dihimpun dari satgas penanganan Covid-19 di daerah dan pemerintah daerah. "Bentuk tanggung jawab kami sebagai Satgas Covid-19, memastikan hak masyarakat mendapatkan informasi yang transparan tanpa ditutupi," ujarnya.
MAYA AYU PUSPITASARI