JAKARTA – Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat sudah menyusun agenda uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Rencananya, Komisi III DPR bidang hukum akan memanggil Listyo pada Senin-Selasa mendatang di Senayan.
Listyo akan menjalani uji pembuatan makalah selama dua jam pada pertemuan pertama, Senin depan. Lalu pada Selasa, keesokan harinya, Dewan akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan yang dibagi dalam dua sesi. "Kami harapkan pada Selasa sore, Komisi III sudah bisa membuat keputusan menolak atau menerima," kata Ketua Komisi Hukum DPR Herman Hery, kemarin.
Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis yang segera pensiun pada 1 Februari mendatang. Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan sepucuk surat pengajuan Listyo sebagai calon Kapolri kepada pemimpin DPR, kemarin. Ketua DPR Puan Maharani menugasi Komisi Hukum untuk menguji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri.
Sejauh ini hampir semua fraksi di DPR menerima Listyo sebagai calon tunggal Kapolri. Herman Hery sebagai perwakilan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyambut positif pilihan Presiden Joko Widodo tersebut. Herman memuji Listyo sebagai perwira polisi yang reformatif. Lulusan Akademi Kepolisian 1991 itu dianggap punya peluang membawa perubahan baik untuk Polri.
Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menilai Listyo layak menjadi penerus Jenderal Idham. Arsul menepis isu senioritas bisa mengganjal kinerja Listyo.
Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo. TEMPO/M Taufan Rengganis
Listyo menjadi kandidat termuda dari lima nama komisaris jenderal yang diajukan Komisi Kepolisian Nasional kepada Presiden Joko Widodo. Selain Listyo, empat calon lain adalah Wakil Kapolri, Gatot Eddy Pramono, 55 tahun; Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Arief Sulistyanto (55 tahun); Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri, Agus Andrianto (53 tahun), dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Boy Rafli Amar (55 tahun). Walhasil, Presiden memilih Listyo, 51 tahun, yang masih punya waktu tujuh tahun sebelum pensiun.
Arsul menilai kecil kemungkinan lingkup internal Polri bakal goyah ketika Listyo menggantikan Idham. Jika ada kendala senioritas, Arsul yakin Listyo bisa mengatasinya. "Listyo adalah sosok yang mau mendengarkan," kata Arsul.
Wakil Ketua DPR sekaligus anggota Fraksi Partai Golkar, Azis Syamsuddin, pun optimistis Listyo bisa keluar dari tekanan urusan senioritas. Bukan kali ini saja jenderal muda mengalahkan seniornya dalam bursa calon Kapolri. Sebelumnya, Presiden menunjuk Tito Karnavian sebagai Kapolri baru memimpin jenderal lain yang lebih senior. "Pro-kontra ini bisa dijawab Listyo dengan kinerja," kata Azis.
Presiden Jokowi sudah meneken surat calon Kapolri dari lima calon yang dikirim Komisi Kepolisian sejak Selasa lalu. Presiden sedari awal sudah menjatuhkan pilihan pada mantan Kepala Kepolisian Daerah Banten tersebut.
Musababnya, menurut sumber Tempo yang mengetahui proses pencalonan Kapolri, Presiden Jokowi sudah punya kedekatan dengan Listyo sejak 2011. Saat itu, Jokowi masih menjabat Wali Kota Surakarta, sedangkan Listyo menjabat Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surakarta dengan pangkat komisaris besar. Pada 2014, ketika Joko Widodo menjabat presiden periode pertama, Listyo ikut masuk Istana sebagai ajudan presiden.
Bukan hal baru bahwa Jokowi mengutamakan faktor kedekatan saat memilih pembantunya. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga dipilih Jokowi lantaran pernah bertugas di Surakarta. Pada 2010, Hadi, yang saat itu berpangkat kolonel, menjabat Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo, Surakarta. Sebelum menjadi Panglima TNI, Hadi sempat berkantor di Istana sebagai Sekretaris Militer Presiden pada 2015-2016.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan Presiden Joko Widodo punya karakter sendiri saat memilih pejabat negara. Salah satunya adalah kedekatan personal. Meski begitu, Adi menganggap wajar sikap Jokowi. "Presiden sebelumnya pun begitu. Untuk posisi tertentu, seperti Kapolri dan Panglima TNI, memang harus ada kecocokan personal," kata Adi ketika dihubungi, kemarin.
Kecocokan personal akan membantu presiden menjalankan tugas. Jika Kapolri dan Panglima TNI sudah paham cara kerja presiden, komunikasi di antara mereka relatif berjalan mudah. "Intinya, mereka sudah tahu apa mau presiden," kata Adi.
Amien Rais di Jakarta, 2018. TEMPO/Imam Sukamto
Selain senioritas, sentimen agama menjadi sorotan sejumlah kalangan dalam pemilihan Listyo. Mantan Kepala Kepolisian Resor Pati dan Sukoharjo ini beragama Katolik. Pendiri Partai Ummat Amien Rais, misalnya, meminta Presiden Jokowi tak memilih Kapolri yang akan menimbulkan keresahan umat Islam. Amien menyampaikannya lewat video di kanal YouTube Amien Rais Official pada 9 Januari lalu.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai Presiden dalam memilih calon Kapolri hendaknya tak cuma mempertimbangkan kedekatan, loyalitas, dan profesionalitas, tapi lebih dari itu. Anwar melihat, beberapa waktu belakangan, terdapat isu yang menunjukkan hubungan antara pemerintah dan umat Islam terganggu. Ia menilai masih ada sebagian umat Islam yang melihat bahwa kriminalisasi terhadap ulama masih kerap terjadi di Indonesia. Meski pemerintah telah menegaskan tak ada kriminalisasi, Anwar mengatakan sikap dan pandangan seperti itu tidak boleh dianggap enteng oleh pemerintah.
Adapun komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, menegaskan bahwa perbedaan agama tidak menjadi halangan karier, termasuk Kapolri. Dia mengingatkan bahwa agama dan keyakinan merupakan hak asasi manusia. Komisi Kepolisian tak memberikan catatan tentang agama saat mengajukan lima nama calon Kapolri kepada Presiden. "Konstitusi dan pemerintah menghormati hak asasi manusia, sehingga tidak ada isu agama yang menjadi hambatan,” ujar Poengky. “Kami berfokus pada prestasi, integritas, dan rekam jejak."
Anggota Komisi Hukum DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, juga meminta agar tak ada lagi yang mempersoalkan agama Listyo. Wakil Ketua Umum PKB ini mengatakan Indonesia adalah negara Pancasila dan semua warga negaranya berhak serta berkedudukan sama. "Jangan jadikan agama sebagai sumber masalah. Mari kita gunakan agama sebagai sumber persatuan, kesatuan, dan kerukunan," ujar dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | INDRA WIJAYA