JAKARTA – Bank Indonesia mencatat kegiatan usaha di industri pengolahan mulai menunjukkan sinyal ekspansi. Kinerja industri ini diprediksi terus membaik pada kuartal I 2021.
Geliat ekspansi itu tecermin dalam Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI) pada kuartal IV 2020 yang mencapai 47,29 persen. Capaian itu jauh lebih tinggi dari dua kuartal sebelumnya yang menyentuh angka 45,64 dan 44,91 persen. Sebelum masa pandemi, indeks tersebut sempat mencapai 51,50 persen.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, mengatakan kenaikan prompt manufacturing index ini mengindikasikan adanya ekspansi, meskipun industri masih dalam kondisi kontraksi lantaran indeks berada di bawah 50 persen. "Meningkatnya PMI BI pada triwulan tersebut didorong oleh peningkatan aktivitas masyarakat saat Natal dan libur akhir tahun, sehingga meningkatkan permintaan masyarakat dan didukung ketersediaan sarana produksi," ujar Erwin.
Erwin menyatakan perbaikan kinerja PMI BI di akhir tahun terjadi pada hampir semua subsektor industri pengolahan. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor pupuk, kimia dan barang dari karet, serta kertas dan barang cetakan.
Tren perbaikan PMI BI membuat bank sentral optimistis kinerja industri semakin membaik pada kuartal I 2021. "Pada kuartal I 2021, PMI BI diperkirakan sebesar 51,14 persen," tuturnya.
Sektor makanan, minuman, dan tembakau diperkirakan melanjutkan ekspansi, yang didorong oleh permintaan yang masih terjaga serta kecukupan bahan baku. Sektor lain yang diprediksi moncer adalah pupuk, kimia dan barang dari karet, serta kertas dan barang cetakan.
Petani memanen tomat di Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 3 April 2020. TEMPO/Prima Mulia
Peningkatan PMI BI sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha pada kuartal terakhir 2020. BI mencatat kontraksi nilai saldo bersih tertimbang pada periode tersebut berkurang menjadi -3,90 persen dari -5,97 persen pada kuartal sebelumnya.
Erwin menyatakan perbaikan kegiatan usaha didorong kinerja sejumlah sektor yang tumbuh positif, salah satunya di industri pengolahan. Sektor pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estat dan jasa perusahaan, listrik, gas dan air bersih, serta jasa lainnya pun turut berkontribusi. Perbaikan kondisi kegiatan usaha ini didukung momen Natal dan tahun baru, ketersediaan bahan baku produksi, sekaligus peningkatan jumlah pelanggan baru di subsektor listrik.
Para responden dari survei tersebut memperkirakan kegiatan usaha mencatatkan kinerja positif pada kuartal pertama tahun ini dengan SBT sebesar 7,68 persen. Sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan menjadi salah satu yang bersinar. "Itu terjadi sejalan dengan musim panen tanaman bahan makanan di beberapa sentra pangan nasional, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara," kata Erwin.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis industri pengolahan nonmigas mampu tumbuh positif tahun ini. Dia memperkirakan investasi di industri ini mencapai Rp 323,56 triliun pada 2021. "Pada 2021 diproyeksikan semua subsektor industri mampu tumbuh positif," katanya. Industri makanan dan minuman, logam dasar, otomotif, serta elektronik diproyeksi mampu menarik banyak investor.
Tahun lalu, nilai investasi untuk industri tersebut tetap meningkat meski produk domestik bruto terkontraksi 2,22 persen. Sepanjang 2020, nilai investasi industri pengolahan nonmigas diperkirakan mencapai Rp 265,28 triliun atau naik 24,4 persen dari realisasi investasi pada 2019 senilai Rp 213,11 triliun. Proyeksi nilai investasi yang dibuat pemerintah sebesar Rp 323,56 triliun pada tahun ini naik 21,97 persen dari realisasi pada tahun lalu.
Badan Pusat Statistik pada Desember 2020 mencatat industri pengolahan berkontribusi besar terhadap ekspor pada November 2020. Nilai ekspor industri pengolahan mencapai US$ 12,1 miliar. Nilainya 79,3 persen dari total ekspor Indonesia pada periode tersebut, yaitu US$ 15,28 miliar.
HENDARTYO HANGGI, VINDRY FLORENTIN