JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menegaskan ancaman denda Rp 5 juta bagi warga Ibu Kota yang menolak vaksinasi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Pengenaan denda tersebut mengacu pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengatakan vaksinasi menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menekan penyebaran wabah. Warga yang nanti mendapat pemberitahuan dari pemerintah melalui pesan singkat wajib mengikuti vaksinasi. Pengecualian hanya diberikan kepada mereka yang tidak memenuhi kriteria sebagai penerima vaksin. “Pemberian sanksi karena menolak divaksin, sesuai dengan Perda Covid-19,” kata Riza, pekan lalu.
Aturan tentang sanksi ini, kata Riza, juga sudah disesuaikan dengan Undang-Undang Karantina Kesehatan. Adapun Perda Covid-19 telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada 19 Oktober 2020. Ketentuan tentang denda tercantum pada Pasal 30 yang berbunyi bahwa setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5 juta.
Petugas medis (kanan) menyuntikan vaksin ke seorang tenaga kesehatan (kiri) saat simulasi pemberian vaksin COVID-19 di RSIA Tambak, Jakarta, 13 Oktober 2021. ANTARA/Aprillio Akbar
Secara nasional, vaksinasi Covid-19 telah dimulai kemarin dengan penerima vaksin perdana adalah Presiden Joko Widodo. Hari ini vaksinasi dilanjutkan di sejumlah daerah secara serentak. Namun vaksinasi di Jakarta baru dimulai besok. “DKI kan rencananya tanggal 14 (Januari 2021),” ujar Riza. Namun rencana itu diundur sehari atas saran berbagai tokoh masyarakat. Alasannya, banyak muslim yang menjalankan puasa Senin-Kamis. “Jadi, disepakati (vaksinasi) hari Jumat pagi.”
Untuk vaksinasi tahap pertama, pemerintah DKI Jakarta telah mengantongi nama 119.145 tenaga kesehatan yang bertugas di Ibu Kota. Mereka antara lain dokter, perawat, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran dan bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Masyarakat memberi tanggapan beragam atas rencana vaksinasi Covid-19 itu. Sebagian besar dari mereka yang menolak beralasan masih ragu akan keampuhan vaksin Sinovac yang dibeli Indonesia dari Cina itu. Paling tidak, alasan itu disampaikan anggota DPR, Ribka Tjiptaning.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan paparan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 13 Januari 2021. ANTARA/Rivan Awal Lingga
Dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, politikus PDI Perjuangan itu menyatakan keraguannya terhadap vaksin Sinovac karena belum rampung uji klinis tahap ketiga. “Saya tetap tidak mau divaksin,” katanya. “Misalnya pun hidup di DKI, semua anak cucu saya dapat sanksi lima juta, mending gue bayar (denda Rp 5 juta).”
Seorang warga Jakarta bernama Happy Hayati Helmi juga menolak divaksinasi. Bahkan ia telah mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung untuk menggugat aturan tentang denda Rp 5 juta bagi penolak vaksinasi. Uji materiil itu didaftarkan pada 16 Desember 2020.
Menurut Happy, frasa “dan/atau vaksinasi Covid-19” dalam Pasal 30 Perda Covid-19 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Zubairi Djoerban, menyarankan agar ancaman denda tidak ditonjolkan dalam mensosialisasi program vaksinasi Covid-19. Pemerintah sebaiknya meningkatkan upaya mengedukasi masyarakat agar lebih memahami pentingnya vaksinasi. Jika pemahaman masyarakat meningkat, dengan sendirinya penolakan itu berkurang. “Buatlah sosialisasi yang kreatif dan edukatif. Saya rasa, mereka punya niat sama untuk atasi pandemi ini,” katanya.
INGE KLARA SAFITRI | IMAM HAMDI