JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Nawawi Pomolango, mengatakan lembaganya akan mengusut kasus dugaan korupsi terkait dengan Joko Soegiarto Tjandra dan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Syaratnya, ada nama-nama yang diduga terlibat dalam perkara itu, tapi Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung tidak mengusutnya.
“Jika ada nama lain yang didukung oleh bukti memiliki keterlibatan dengan perkara dimaksud, tapi tidak ditindaklanjuti, KPK dapat langsung menangani,” kata Nawawi, kemarin.
Ia mengatakan lembaganya berwenang menindak pihak-pihak yang diduga terlibat dalam suatu perkara korupsi yang belum diusut oleh lembaga penegak hukum lain. Kewenangan itu tercantum dalam Pasal 10A ayat 2 huruf A Undang-Undang KPK yang mengatur mengenai syarat pengambilalihan perkara. Beleid ini mengatur bahwa KPK berwenang mengambil alih perkara bila laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti.
Menurut Nawawi, kewenangan itu berlaku meski KPK sudah mensupervisi perkara Pinangki dan Djoko Tjandra. Pernyataan Nawawi ini sekaligus merespons laporan Masyarakat Antikorupsi (MAKI) ke lembaganya, kemarin. “Kami akan melihat dan telaah data-data yang diberikan langsung masyarakat ke KPK,” kata dia.
Perkara dugaan korupsi terkait dengan Joko Tjandra ditangani oleh dua Lembaga, yaitu Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung. Kepolisian mengusut dugaan korupsi terkait dengan penghapusan red notice Joko Tjandra dan dugaan pemalsuan surat jalan. Polisi sudah menetapkan lima tersangka, dua di antaranya adalah perwira tinggi polisi, yaitu Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo dan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. Tersangka berikutnya adalah Joko Tjandra, Anita Kolopaking, pengacara Joko, serta pengusaha Tommy Sumardi.
Lalu Kejaksaan mengusut kasus dugaan suap Joko kepada jaksa Pinangki terkait dengan pengurusan fatwa bebas Joko di Mahkamah Agung. Kejaksaan sudah menetapkan tiga tersangka dalam perkara ini, yaitu Pinangki, Joko, dan Andi Irfan Jaya, politikus NasDem.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan dirinya telah menyerahkan sejumlah dokumen dan bukti mengenai dugaan keterlibatan nama-nama lain dalam kasus Pinangki. Dokumen itu berupa percakapan Pinangki dengan orang lain. “Ada penyebutan istilah king maker dalam pembicaraan itu. Istilah itu beberapa kali diucapkan,” kata Boyamin.
Sesuai dengan dokumen proposal bertulisan “Action Plan Case JC” yang dibuat oleh Pinangki kepada Joko Tjandra, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin akan mengirim surat permohonan fatwa bebas untuk Joko kepada Ketua Mahkamah Agung saat itu, Hatta Ali. “Jadi, akan ada fatwa Mahkamah Agung yang menyatakan menjawab surat permohonan Jaksa Agung, maka kami menyatakan mengeluarkan fatwa,” kata sumber Tempo.
Fatwa MA ini bakal menjadi novum baru dalam peninjauan kembali yang dimohonkan oleh Joko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Cara ini diharapkan bisa membebaskan Joko dari vonis 2 tahun penjara atas kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali. Burhanuddin dan Hatta Ali membantah informasi tersebut. “Ingat, jangan merusak nama hanya berdasarkan asumsi-asumsi dan jelas saya sama sekali tidak ada kaitan dengan kasus tersebut,” kata Hatta Ali kepada Tempo.
Mantan Sekretaris Jenderal NasDem, Patrice Rio Capella, mensinyalir ada peran orang lain di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus Pinangki. Ia mengatakan jejak itu dapat ditelusuri lewat Andi Irfan Jaya. “Andi itu bukan politikus nasional. Bukan apa-apa untuk bermain di tingkat Jakarta,” kata dia. Adapun Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Desmond J. Mahesa, mengaku tidak mengetahui informasi tersebut.
AJI NUGROHO | AVIT HIDAYAT | MAJALAH TEMPO