JAKARTA – PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI merambah segmen perawatan pesawat komersial lewat kerja sama dengan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF). Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Gita Amperiawan mengatakan tak ingin membatasi layanan maintenance, repair, and overhaul (MRO) hanya untuk produk buatan sendiri yang cenderung dipakai oleh militer. “Kami melayani MRO untuk pesawat sipil,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Perjanjian kerja sama PTDI dan GMF diteken pada 26 Agustus lalu. Dalam nota kesepahaman tersebut, PTDI dan GMF akan mengembangkan sumber daya manusia dan fasilitas servis. Kedua perusahaan pun bakal berbagi kemampuan perawatan pesawat, engineering dan modifikasi, pengerjaan komponen, pengadaan material, serta pemanfaatan sarana-prasarana. Salah satu bentuk kerja samanya adalah modernisasi pesawat Hercules C-130H.
Menurut Gita, PTDI bisa memperoleh transfer ilmu untuk merawat pesawat komersial. Armada bermesin baling-baling, seperti ATR-72, adalah jenis yang paling umum dimanfaatkan maskapai domestik. “Model ini punya pangsa pasar MRO yang besar,” ucapnya. “Salah satu penggunanya adalah Lion Group.”
Meski kolaborasi itu tak menyangkut produksi, Gita menyatakan PTDI pun bisa membantu GMF menyiapkan layanan MRO pesawat N-219 yang akan dipasarkan pada 2022. Pesawat yang dirancang sejak 2011 untuk penerbangan jarak pendek itu baru bisa memasuki fase produksi setelah merampungkan sertifikasi desain dan kelaikan udara.
“Prosesnya sudah 88 persen dan semoga akhir 2020 lolos untuk masa produksi selama setahun,” kata dia. PTDI baru menyanggupi pembuatan enam unit N-219 per tahun. Pengguna pertamanya adalah pemerintah Aceh.
Bersama GMF, PTDI pun berniat membuka basis layanan MRO di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung. Bandara tersebut tengah diproyeksikan sebagai hub penerbangan sekaligus pusat bengkel MRO pesawat baling-baling atau propeller.
Presiden Direktur PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin mengatakan konsep baru Bandara Husein Sastranegara itu merupakan bagian dari pengembangan multi-airport system yang juga melibatkan tiga bandara lain sebagai hub pesawat jet, yaitu Bandara Soekarno-Hatta di Banten, Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta, serta Bandara Kertajati di Majalengka.
Dalam diskusi publik virtual pada awal Agustus lalu, Direktur Utama PTDI Elfien Guntoro mengatakan perusahaannya masih berpeluang memperluas layanan. PTDI mengandalkan NC212 dan CN-235 untuk pasar domestik dan ekspor. Untuk penanganan pandemi, perusahaan ini terlibat produksi ventilator, alat bantu pernapasan untuk pasien Covid-19.
Vice President Corporate Secretary and Legal PT GMF Aero Asia, Rian Fajar, mengatakan masih merinci skema kerja sama yang akan dijalankan dengan PTDI. “Progresnya bisa terlihat tahun depan,” ucap dia.
Direktur Utama Garuda Indonesia Group Irfan Setiaputra mengatakan tak tertutup kemungkinan GMF memberikan dukungan untuk produksi pesawat baru PTDI. “Kami terbuka sekali untuk itu karena GMF memiliki keahlian tersebut.”
AHMAD FIKRI | YOHANES PASKALIS