JAKARTA – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengundang sejumlah pemimpin serikat buruh untuk mendapatkan masukan ihwal Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, kemarin. Pertemuan di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan ini antara lain dihadiri Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI); Saiq Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI); dan Elly Rosita, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).
Mahfud mengatakan tujuan pertemuan ini adalah bertukar pikiran mengenai omnibus law tenaga kerja. Pertemuan ini juga melibatkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko. Dari pertemuan ini, kata Mahfud, lahir pikiran yang sama untuk dapat meningkatkan martabat dan kesejahteraan tenaga kerja.
Menurut Mahfud, pemerintah telah mengambil langkah-langkah penting dalam bidang kesehatan. Sebab, kata dia, bidang kesehatan menjadi pusat isu pada masa pandemi Covid-19 yang berdampak sangat luas bagi pekerja. "Jadi, dua hal yang ingin diselesaikan pemerintah, yaitu memutus mata rantai dari pandemi dan memutus mata rantai dari dampak PHK (pemutusan hubungan kerja)," kata dia.
Dalam pertemuan ini, para pimpinan organisasi buruh berharap adanya pembahasan RUU Cipta Kerja secara intens dan detail agar masukan buruh dalam regulasi ini sungguh-sungguh bisa terpenuhi. Kalangan buruh mengusulkan pembentukan tim teknis yang melibatkan sejumlah pihak.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea berharap pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh bisa duduk bersama membahas masalah ketenagakerjaan agar terbentuk kesepahaman. "Kami berharap agar bisa dibentuk tim teknis segera, tim teknis yang isinya tripartit, ada serikat buruh, ada Kadin (Kamar Dagang dan Industri), dan juga ada pemerintah yang duduk serta bicara bersama," kata dia.
Said Iqbal menyatakan pertemuan ini menunjukkan responsifnya pemerintah atas aspirasi buruh. "Tantangan ke depan adalah perubahan pola hubungan kerja, dan ternyata ini terjadi saat pandemi," ujarnya.
Pertemuan pemerintah dengan kelompok buruh terkait dengan RUU Cipta Kerja ini merupakan pertemuan ketiga yang digagas Mahfud. Sebelumnya, pada Maret dan April lalu, Mahfud juga menggelar pertemuan dengan perwakilan serikat pekerja.
Dari awal bergulirnya ide merumuskan RUU Cipta Kerja, kalangan buruh menolak keras. Di tengah masa pandemi, berbagai demonstrasi menolak RUU Cipta Kerja ini kerap digelar serikat buruh. Puncak demonstrasi ini terjadi pada peringatan Hari Buruh Dunia pada 1 Mei lalu.
Koalisi Gerakan Buruh Bersama Rakyat, misalnya, mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membatalkan pembahasan RUU Cipta Kerja secara keseluruhan. Koalisi yang terdiri atas sejumlah organisasi buruh, mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat ini menolak jika pemerintah hanya membatalkan pembahasan kluster ketenagakerjaan.
Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Elena Ekarahendy, mengatakan RUU Cipta Kerja bermasalah di seluruh substansi dan intensinya. Karena itu, dia menilai layak jika peraturan bergaya omnibus ini ditolak. "Bukan tukar guling satu dua kluster, tapi (batalkan) keseluruhan. Ini rencana penjarahan Indonesia Raya yang disahkan lewat undang-undang," katanya.
Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, menilai RUU Cipta Kerja tidak hanya merugikan buruh, tapi juga masyarakat Indonesia secara keseluruhan. "Kami mendesak pemerintah dan DPR lebih berfokus pada penanganan wabah Covid-19," ucap Nining.
EGI ADYATAMA | BUDIARTI UTAMI PUTRI