JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta memastikan peningkatan kapasitas ruang isolasi dan intensive care unit (ICU) bagi pasien Covid-19 tidak berdampak pada layanan pasien penyakit lain. Sebab, penambahan tempat tidur untuk pengobatan pasien corona telah melalui kajian.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mengatakan mereka telah menghitung jumlah tempat tidur dan bed occupancy rate (BOR) seluruh rumah sakit di Ibu Kota. Misalkan, sebelum ada wabah Covid-19, tingkat keterisian ranjang mencapai 60 persen, artinya masih ada 40 persen tempat tidur yang bisa digunakan untuk merawat pasien corona. “Kami tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan tempat perawatan untuk pasien Covid-19 dan penyakit lainnya,” kata dia kepada Tempo, kemarin.
Pemerintah DKI terus menambah kapasitas ruang isolasi dan ICU bagi pasien Covid-19. Per 11 Februari lalu, terdapat 106 rumah sakit rujukan dengan 8.228 ranjang karantina dan 1.149 tempat tidur ICU. Angka itu meroket dibanding saat awal wabah merebak hampir setahun lalu yang hanya mengandalkan delapan rumah sakit rujukan dengan kapasitas ruang isolasi 904 unit dan ICU 80 unit.
Rumah sakit umum daerah (RSUD) mengkhususkan layanannya bagi pasien Covid-19. Merujuk Instruksi Gubernur Nomor 55 Tahun 2020 tentang Peningkatan Kapasitas Perawatan bagi Pasien Covid-19 pada RSUD dan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Covid-19, terdapat 13 RSUD yang seluruh layanannya dialihkan untuk pengobatan pasien penyakit menular tersebut. “Hal itu untuk memastikan pelayanan bagi pasien non-corona dan pasien Covid-19 tetap tersedia,” kata Dwi.
Menurut dia, pada April dan Mei 2020—saat pandemi mulai mengganas—terdapat penurunan jumlah orang dengan penyakit lain yang berobat ke rumah sakit. Dwi menduga saat itu masyarakat cenderung menunda pengobatan karena khawatir tertular di rumah sakit.
Penyebab lainnya, dia melanjutkan, pasien dengan penyakit lain atau penyerta (komorbiditas) itu juga terinfeksi virus corona. Walhasil, mereka diperlakukan sesuai dengan protokol penanganan Covid-19, seperti dirawat di ruang isolasi.
Kini, sejumlah rumah sakit juga telah menerapkan layanan konsultasi tanpa tatap muka alias online. Fasilitas itu sangat membantu pasien umum untuk berkonsultasi tanpa harus datang ke rumah sakit. “Kalau harus berobat, baru mereka datang ke rumah sakit,” kata Dwi.
Tenaga kesehatan di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan, 7 Januari 2021. beritajakarta.id/Dadang
Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia, Iing Ichsan Hanafi, memperkirakan jumlah pasien non-corona yang dirawat menurun lebih dari 30 persen. Walhasil, penambahan kapasitas tempat tidur ruang isolasi dan ICU bagi pasien Covid-19 oleh sejumlah rumah sakit swasta tidak mengganggu layanan bagi pasien non-corona.
Ichsan menduga sejumlah pasien non-corona cenderung menunda pengobatannya ke rumah sakit selama tidak mendesak. Sebagian lainnya memilih menggunakan layanan konsultasi via Internet atau telepon. “Beberapa rumah sakit swasta membuka layanan online dan ini biasanya digunakan untuk rawat jalan maupun kontrol setelah rawat inap,” kata dia.
Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia, Setiawan, menjelaskan, sejak pandemi merebak, jumlah pasien non-corona yang berobat ke rumah sakit itu menurun hingga 80 persen. Ia memperkirakan para pasien enggan datang karena khawatir tertular di rumah sakit.
Gambarannya dapat kita lihat dari tingkat keterisian rumah sakit di Cawang, Jakarta Timur, tersebut. Pasien mengisi 27 dari 88 tempat tidur perawatan umum. Sedangkan di ruang isolasi, pasien Covid-19 menggunakan 50 dari 70 tempat tidur.
Rumah Sakit UKI, Setiawan menambahkan, telah membuka layanan konsultasi online dan home care. Melalui fasilitas itu, pasien non-corona bisa berkonsultasi dengan dokter dan mendapat kiriman obat dari rumah sakit. Sayangnya, tak banyak orang yang menggunakan fitur baru tersebut karena ada biaya tambahan. Menurut dia, sekitar 85 persen pasien di sana merupakan pengguna BPJS Kesehatan.
GANGSAR PARIKESIT