JAKARTA – Rencana pembukaan kembali sekolah bukan pertama kali digaungkan. Pro-kontra atas rencana itu juga terus bergulir. Program belajar dari rumah sudah berlangsung sekitar delapan bulan sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. Selama itu pula, tak sedikit orang tua yang mengeluhkan metode pembelajaran jarak jauh.
Kebanyakan orang tua terbebani oleh biaya tambahan untuk membeli smartphone dan kuota agar anaknya bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh. Tak sedikit yang menyatakan kesulitan membantu anak-anaknya mengerjakan tugas-tugas sekolah. Apalagi jika tugas itu tak diikuti dengan penjelasan yang rinci dari guru.
Linda, 42 tahun, misalnya, termasuk orang tua murid yang memiliki keluhan itu. Menurut dia, belajar secara daring terlalu lama membuat semangat belajar anaknya menurun. Karena itu, ia mendukung rencana pemerintah untuk kembali menerapkan pola belajar dengan tatap muka di sekolah.
Linda tak terlalu khawatir akan potensi penularan Covid-19 di sekolah. Sebab, kata dia, keluarganya selalu patuh menjalankan protokol kesehatan, termasuk anaknya yang saat ini duduk di kelas VIII sekolah menengah pertama (SMP). "Kalau di sekolah juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat, saya rasa aman saja," kata dia, kemarin.
Indy Marissa, orang tua siswa lainnya, juga sering merasa keteteran ketika mendampingi anaknya belajar online. Apalagi ia harus membagi waktu dengan tugas kantor yang juga dikerjakan di rumah. Tapi ia tak sepakat terhadap rencana pemerintah membuka kembali sekolah dalam situasi wabah yang belum mereda walaupun protokol kesehatan diterapkan secara ketat. “Sebab, saat ini masih belum ada penyelesaian yang pasti,” ujar perempuan berusia 37 tahun itu. ”Kecuali (kalau) sudah ada vaksin.”
Anak Indy bersekolah di salah satu SMP swasta di wilayah Jakarta Selatan. Sekolah ini, kata dia, sudah mensosialisasi protokol kesehatan yang bakal diterapkan. Bahkan pihak sekolah juga sudah meminta pendapat dari orang tua murid. "Sejauh ini mayoritas masih menolak," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyampaikan surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri yang mengizinkan sekolah menggelar pembelajaran secara tatap muka mulai tahun depan.
Nadiem menegaskan pemberian izin pemberlakuan kembali kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka di tengah pandemi Covid-19 sepenuhnya diberikan kepada kepala daerah. Alasannya, pemerintah daerah lebih mengetahui tingkat risiko dan kondisi spesifik kesiapan sekolah dalam melaksanakan pembelajaran dengan tatap muka pada masa pandemi.
Nadiem memberikan enam syarat yang harus dipenuhi sekolah sebelum membuka kembali kegiatan belajar-mengajar. Di antaranya, sekolah wajib mendapat persetujuan dari wali murid.
Adapun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan belum memutuskan untuk menerapkan pembelajaran secara tatap muka di sekolah pada tahun depan. Sebab, potensi penularan wabah di Ibu Kota masih fluktuatif.
Pemerintah DKI Jakarta saat ini tengah berkonsultasi dengan sejumlah ahli di bidang kesehatan dan pendidikan. Pendapat para ahli ini penting untuk dijadikan rujukan. "Prinsip kami adalah mengutamakan keselamatan anak-anak," ujar Anies, kemarin.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menyatakan peluang untuk membuka kembali sekolah masih terbuka. Tapi dia hanya akan mengizinkan sekolah-sekolah yang benar-benar siap memenuhi aturan protokol kesehatan. Sedangkan bagi sekolah yang belum memenuhi persyaratan diimbau melanjutkan pembelajaran jarak jauh. “Aturan dan asesmennya sedang kami persiapkan," kata Nahdiana.
INGE KLARA SAFITRI
Resah Perkara Sekolah