JAKARTA – Pemerintah menyusun prioritas belanja untuk menopang pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, percepatan belanja negara akan dilakukan di berbagai sektor yang ditujukan untuk membantu dan memberikan dukungan kepada masyarakat di tengah masa pandemi Covid-19. “Prioritas belanja ke berbagai kementerian yang memberikan bantuan langsung, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata dia, kemarin.
Realisasi belanja negara sampai Oktober 2020 sebesar Rp 2.041,79 triliun atau sekitar 74,54 persen dari pagu Rp 2.739,2 triliun. Pemerintah harus melakukan ekspansi belanja lebih dari Rp 700 triliun demi mencapai target akhir tahun. Realisasi belanja meliputi belanja pemerintah pusat Rp 1.343,84 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 697,95 triliun.
Sri Mulyani menuturkan belanja pemerintah selama ini banyak ditopang oleh belanja bantuan sosial yang meningkat 86,3 persen, belanja kementerian/lembaga 14,6 persen, dan belanja barang 11,7 persen. “Kami memang meminta akselerasi belanja yang sangat cepat mulai dari kuartal tiga lalu. Semua kementerian/lembaga harus melakukan kegiatan untuk mendongkrak ekonomi,” katanya. Selain untuk belanja perlindungan sosial dan kebutuhan penanganan Covid-19, pemerintah menggelontorkan anggaran untuk bantuan usaha kecil-menengah serta bantuan subsidi upah.
Realisasi penyaluran transfer ke daerah dan dana desa meningkat 81,9 persen atau mencapai 91,4 persen dari alokasi. Menurut Sri Mulyani, tingginya penyerapan transfer daerah disebabkan oleh percepatan penyaluran beberapa jenis program regular pemerintah daerah maupun implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional. “Semua komponen meningkat, kecuali transfer dana alokasi umum (DAU) karena penerimaan pajak mengalami tekanan.” Berdasarkan rekapitulasi realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), total belanja yang bakal digelontorkan tersisa Rp 410 triliun hingga akhir tahun ini.
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengeluhkan tentang kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang tidak optimal mendekati akhir tahun ini. Berdasarkan laporan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), dari nilai pagu pengumuman tender elektronik, masih ada Rp 60,58 triliun belanja pengadaan yang berproses. Adapun anggaran Rp 48,8 triliun merupakan kebutuhan untuk pengerjaan konstruksi. “Sudah pertengahan November, tapi masih ada yang proses. Ngerjain-nya kapan? Tinggal sebulan lagi kita sudah tutup anggaran,” ucap dia.
Jokowi mengingatkan bahwa percepatan belanja pemerintah akan mendorong perputaran uang di masyarakat dan peningkatan konsumsi. Berdasarkan struktur pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal terakhir, belanja pemerintah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi saat indikator lainnya mengalami pelemahan. “Di kuartal ketiga, belanja pemerintah sudah tumbuh 9 persen lebih. Ini yang memacu pertumbuhan ekonomi kita.”
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan penggunaan anggaran belum optimal. “Polanya masih biasa saja seperti tahun-tahun sebelumnya, selalu menumpuk di akhir tahun,” katanya. Selain perihal sisi belanja, Ahmad mengingatkan agar pemerintah mengoptimalkan penerimaan untuk mencegah pembengkakan defisit di luar ekspektasi. “Harus dilihat lagi apakah efektif atau tidak dengan defisit yang semakin besar, sehingga pembiayaan anggaran yang dilakukan tetap produktif dan bertanggung jawab.”
GHOIDA RAHMAH
9