JAKARTA – Pemerintah DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan tracing (pelacakan) pasien positif Coronavirus Disease (Covid-19). Dengan upaya ini, pemerintah berharap bisa segera memetakan penyebaran wabah sehingga dapat mengambil langkah-langkah pencegahan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, saat ini, parameter dan indikator penanganan wabah di Ibu Kota semakin baik. Gubernur Anies Baswedan juga sudah memutuskan tetap melonggarkan pembatasan dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Namun keputusan itu tidak mengendurkan rencana peningkatan tracing. “Artinya, selama masa transisi, kami akan terus meningkatkan kapasitas tracing, testing (tes PCR), dan treatment (fasilitas kesehatan),” kata Widyastuti, akhir pekan lalu.
Hingga saat ini, DKI telah menggelar tes swab menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) terhadap 1,2 juta orang. Bahkan PCR rate Ibu Kota sudah menembus 113.429 orang per sejuta penduduk atau lebih dari 10 kali lipat dari angka nasional. Sementara itu, dalam satu pekan terakhir, PCR rate di DKI mencapai 64.491 orang per sejuta penduduk atau enam kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10.654 orang. “Tak mungkin kami melakukan pelonggaran pengetatan tanpa peningkatan 3T (testing, tracing, treatment),” kata Widyastuti.
Pengetesan dan pelacakan, kata Widyastuti, menjadi faktor penting dalam upaya mencegah penyebaran virus. Pemerintah mengandalkan kedua proses tersebut untuk memetakan lokasi yang memiliki potensi penularan tinggi sehingga bisa mengambil langkah-langkah intervensi. Orang-orang yang terjangkit pun bisa cepat ditangani sehingga tak menularkan kepada orang lain di sekitarnya.
Pemerintah DKI Jakarta pada 14 September lalu menarik rem darurat dengan memperketat pembatasan sosial berskala besar. Saat itu, peningkatan angka pasien aktif menembus 13,4 ribu orang. Lonjakan jumlah kasus itu membuat bangsal isolasi dan ruang intensive care unit (ICU) nyaris penuh karena tingkat keterisian sudah di atas 80 persen.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI, Dwi Oktavia, mengatakan, saat ini, jumlah pasien aktif di Ibu Kota cenderung menurun. Untuk kasus positif kemarin tercatat sebanyak 100.991 orang dengan jumlah kesembuhan mencapai 86.815 orang atau 86 persen. “Angka pasien aktif turun 469 orang menjadi 12.012 orang dibanding kemarin (Sabtu),” kata Dwi.
Selain jumlah pasien aktif, angka positivity rate total dan sepekan terakhir mulai menurun. Sejak Agustus lalu, positivity rate di Ibu Kota selalu di atas 10 persen. Sedangkan sekarang positivity rate berada di angka 8,3 persen dan satu pekan terakhir di angka 9,3 persen. “Masih tinggi karena standar WHO hanya 5 persen,” ujar Dwi.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menilai pemerintah harus mulai menyesuaikan penetapan kriteria “kontak erat” dalam penelusuran pasien positif. Menurut dia, sejumlah negara sudah memperbaiki kategorisasi orang-orang yang pernah berkontak erat dengan pasien positif.
Kategorisasi sebelumnya, status kontak erat hanya menyasar orang-orang yang sempat berjarak di bawah 1,8 meter dengan pasien positif lebih dari 15 menit. Menurut Tri, seharusnya orang yang hanya berinteraksi di bawah 15 menit tapi cukup intens dan berkali-kali termasuk kategori kontak erat.
Kementerian Kesehatan memang sudah merujuk pada definisi kontak erat yang baru tersebut. “Tracing harus lebih ketat agar orang yang berpotensi tertular cepat diketahui dan ditangani,” kata Tri.
FRANSISCO ROSARIANS