JAKARTA – Drama pelarian Cai Changpan, 53 tahun, berakhir di Desa Koleang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Terpidana mati yang kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I-A Tangerang itu ditemukan tewas pada Sabtu lalu. Lehernya tergantung pada tali di sebuah tempat pembakaran ban bekas yang berada di tengah hutan.
“Kami menemukan dompetnya yang berisi uang Rp 1.060.000,” kata Kepala Satuan Narkoba Kepolisian Resor Metro Tangerang, Ajun Komisaris Besar Pratomo Widodo, kemarin. Pratomo ditunjuk sebagai pemimpin tim gabungan untuk memburu Changpan setelah pria asal Cina itu kabur dari lembaga pemasyarakatan pada 14 September lalu.
Pratomo memastikan Changpan tewas bunuh diri. Sebab, tidak ada tanda-tanda penganiayaan pada tubuh pria yang memiliki nama alias Chai Ji Fan, Jong Fan, dan Anthony itu. Saat polisi datang, kata Pratomo, posisi Changpan masih menggantung dengan lidah menjulur keluar.
Saat itu Changpan mengenakan kaus lengan pendek dua warna, yaitu merah marun dan hijau pupus. Ia memakai topi pet abu-abu kecokelatan. Celana panjang abu-abu yang dikenakan Changpan penuh debu. Lehernya terbalut handuk putih yang dipakai menyelempang seperti syal dan menutup bagian leher hingga dada.
Polisi sudah memburu Changpan di kawasan hutan Tenjo dan Jasinga sejak 22 September lalu. Tidak kurang dari 60 polisi dan empat anjing pelacak dikerahkan untuk mengendus jejak pria tersebut. Namun Changpan, yang kabarnya pernah mengikuti pelatihan militer di Cina, terlalu licin. “Beberapa kali tim mendapat laporan di sejumlah titik, tapi saat kami gerebek (dia) sudah lari. Sampai tim narkoba mendapatkan informasi di titik yang kami temukan,” kata Pratomo.
Terakhir, tim pemburu mendapat kabar bahwa Changpan berada di sebuah tempat pembakaran ban milik Sumi di Desa Koleang. Informasi itu datang dari seorang pekerja. Saat polisi mendatangi tempat itu, lagi-lagi Changpan menghilang tanpa jejak. Karena penasaran, keesokan harinya polisi kembali ke sana. Ternyata Changpan ditemukan sudah tak bernyawa. “Persis pukul 10.30 tim gabungan mendapati Jong Fan sudah tewas,” kata Pratomo.
Tim forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati kemarin sudah merampungkan autopsi jasad Changpan. “Hasil menunggu pemeriksaan lanjutan dan analisis lainnya,” kata Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Arif Wahyono. Ia memastikan tidak ada luka di tubuh Changpan kecuali luka jerat di leher. “Tapi, untuk mengetahui gantung diri atau bukan, itu ranahnya penyidik, bukan saya,” ujar dia.
Pengadilan menjatuhkan vonis mati kepada Changpan karena menyelundupkan sabu seberat 110 kilogram. Saat ditahan di Rumah Tahanan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Markas Besar Kepolisian RI di Cawang, Jakarta Timur, pria itu sempat kabur dengan membobol tembok sel. Sedangkan untuk meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I-A Tangerang, ia diduga telah merancang rencana selama delapan bulan. Ia menggali lubang dari selnya hingga tembus ke luar tembok penjara yang jaraknya sekitar 30 meter.
Sebelum ditangkap polisi, Changpan diketahui tinggal bersama istri dan anaknya di Desa Cilaku, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Di sana ia lebih dikenal dengan nama Jong Fan. “Saya dulu pernah lihat Jong Fan latihan Kuntao. Papan saja tembus dengan dua jari,” kata Umeng Tarmidi, kuncen makam Syech Umar. Makam Syech Umar berada di Desa Cicantra, sekitar 2 kilometer dari Desa Cilaku.
Umeng mengatakan sehari-hari Changpan berpenampilan sederhana. Bahkan tidak jarang pakaian yang dikenakan lusuh dan kumal. “Bahasa Indonesia fasih, makanya enggak ada yang menyangka dia orang asing,” katanya.
AYU CIPTA | INGE KLARA
