JAKARTA – Kerja bersama pemerintah dan warga Ibu Kota untuk memerangi virus corona masih jauh dari usai. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai lonjakan positivity rate atau rasio positif Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Jakarta menunjukkan bahwa penyebaran wabah penyakit menular itu semakin tinggi.
Pandu menyatakan pemerintah DKI mempunyai tugas berat meningkatkan kesadaran masyarakat agar mematuhi protokol pencegahan Covid-19. Mulai memupuk kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, mengenakan masker, dan menjaga jarak. Apalagi nilai protokol kesehatan itu masih di bawah 50 persen. "Angkanya terendah dari semua indikator pelonggaran," ujarnya ketika dihubungi Tempo, kemarin.
Kondisi riil penyebaran virus corona di Jakarta mulai terkuak seiring dengan tes masif yang digelar pemerintah provinsi. Sejak awal bulan ini, grafik pertambahan pasien baru harian menunjukkan tren menanjak, dari 206 orang pada permulaan bulan, 344 pada 8 Juli, dan pada 404 pada 12 Juli. Angka itu merupakan rekor terbanyak sejak Covid-19 pertama didapati di Jakarta pada Maret lalu. Kemarin, jumlah pasien baru menurun jadi 278. Meski menurun, angka itu jauh lebih tinggi dari rata-rata pasien baru sepanjang Juni yang sebanyak 150-an.
Parameter kedua adalah rasio positif. Gubernur Anies Baswedan mengatakan positivity rate Covid-19 naik dua kali lipat dari rata-rata sebelumnya. Contohnya, pada 4-10 Juni lalu, rasio positif hanya 4,4 persen dan 2-8 Juli rasio sebesar 4,8 persen. “Hari ini (dua hari lalu), angka positivity rate menjadi 10,5 persen,” ujar dia. Artinya, terdapat satu orang positif di antara sepuluh orang yang diperiksa uji seka.
Menurut Pandu, rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol pencegahan Covid-19 itu membuat angka penularan semakin tinggi pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Pemerintah DKI, dia melanjutkan, harus mewaspadai penyebaran Covid-19 di permukiman kumuh dan padat penduduk. Petugas seharusnya lebih gencar mengedukasi warga di kawasan itu karena mereka banyak mengabaikan protokol kesehatan.
Pandu juga menyarankan DKI segera menerapkan karantina lokal di sejumlah rukun warga (RW) yang dianggap zona merah atau penyebaran virusnya masih tinggi. Tujuannya, menekan laju penularan penyakit mematikan itu.
Data pemerintah DKI Jakarta pada pekan lalu menyebutkan ada 31 RW yang menjadi zona merah. Sebanyak 23 RW di antaranya merupakan zona merah baru.
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Erizon Safari mengatakan kemunculan sejumlah RW merah baru di wilayah kerjanya merupakan efek dari kegencaran petugas melakukan active case finding. “Kami tidak pasif menunggu di puskesmas atau rumah sakit,” kata dia.
RW merah baru di Jakarta Pusat tersebar di Kelurahan Paseban, Kwitang, Johar Baru, Kemayoran, hingga Gelora. Adapun, RW merah lama yang belum pulih seperti di Kelurahan Kenari, Pegangsaan, hingga Tanah Tinggi.
Erizon mengatakan telah menyelenggarakan uji usap dengan metode polymerase chain reaction (PCR) sebanyak 9.784 tes pada 4 Juni hingga 9 Juli lalu. Hasilnya, didapati rasio positif 6,84 persen. “Angka itu tinggi, sebetulnya,” katanya. Dia belum bisa menjelaskan penyebab dari tingginya rasio positif itu. “Perlu didalami lagi apa sebabnya.”
Senada, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Kristy Wathini menyebutkan peningkatan jumlah RW merah baru merupakan dampak pelaksanaan penelusuran kasus aktif. RW merah baru ada di Kelurahan Jembatan Besi dan Duri Kepa. Sedangkan, di Kelurahan Kota Bambu Selatan dan Jatipulo terdapat RW merah yang belum pulih.
Lurah Kemayoran Rachmat Fajar mengatakan zona merah di tempat kerjanya ada di RW 07. Di sana ada sebelas orang yang diketahui terinfeksi virus corona, berkat uji usap oleh puskesmas.
GANGSAR PARIKESIT | IMAM HAMDI