maaf email atau password anda salah


Ketimpangan Mitigasi Iklim dan Keanekaragaman Hayati

Mitigasi perubahan iklim belum terintegrasi sehingga tak memberikan manfaat bagi keanekaragaman hayati. Apa yang terlewat?

arsip tempo : 172641803572.

Sejumlah peserta bersiap melakukan penanaman mangrove di kawasan pesisir Desa Padang Seurahet, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, 8 Agustus 2024. ANTARA/Syifa Yulinnas. tempo : 172641803572.

DUNIA tengah menghadapi kondisi perubahan iklim yang tak tertandingi dan hilangnya keanekaragaman hayati secara drastis yang membahayakan umat manusia. Kerusakan iklim bumi dan hilangnya satwa liar secara cepat saling terkait. Namun tanggapan pemerintah terhadap krisis tersebut saat ini gagal mengenali hubungan yang mendalam di antara keduanya.

Telah ada seruan untuk melakukan pendekatan bersama dalam mengatasi perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati selama bertahun-tahun. Tapi hingga saat ini kebijakan global yang terkoordinasi masih kurang.

Dalam makalah terbaru kami yang diterbitkan dalam Journal of Applied Ecology, kami berpendapat bahwa program kerja bersama antara United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan United Nations Convention on Biological Diversity (CBD) merupakan pendekatan terbaik.

Makalah kami juga memberikan konsep tentang bagaimana program bersama ini dapat disusun, gagasan tentang jenis isu yang harus ditangani, dan rekomendasi agar implementasinya berhasil.

Solusi Berbasis Alam

Solusi berbasis alam atau nature-based solution (NBS) didefinisikan sebagai tindakan untuk melindungi, mengelola secara berkelanjutan, dan memulihkan ekosistem alami atau yang dimodifikasi, yang mengatasi tantangan masyarakat secara efektif dan adaptif sekaligus memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia dan keanekaragaman hayati. Solusi ini telah dipuji sebagai jalur untuk mendorong sinergi antara agenda perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.

NBS mendapat perhatian signifikan dengan banyak negara yang mengintegrasikannya ke rencana iklim mereka. Pemerintah Kanada, misalnya, telah menerapkan program Solusi Iklim berbasis Alam yang menunjukkan komitmennya terhadap strategi ini.

Namun penerapan NBS bukan tanpa risiko: ada ketidakpastian dan kesulitan yang terkait dengan penerapan NBS, sementara bukti mengenai manfaatnya bagi keanekaragaman hayati dan manusia masih terbatas.

Sebagai contoh, praktik penghijauan dan reboisasi cepat—salah satu jenis NBS—dapat meningkatkan penyerapan karbon, tapi juga bisa membahayakan satwa liar dan ketahanan ekosistem. Praktik ini juga dapat gagal menghormati hak-hak masyarakat adat dan lokal. Meskipun demikian, CBD ataupun UNFCCC sejauh ini belum secara memadai mengatasi risiko kritis yang dapat ditimbulkan NBS terhadap alam dan manusia.

Orangutan di lokasi Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Borneo Orangutan Survival Foundationn (BOSF) Samboja Lestari di Kabupaten Kutai Kertanegara, provinsi Kalimantan Timur, 2019. REUTERS/Willy Kurniawan

Perlunya Kebijakan Global yang Terkoordinasi

UNFCCC dan CBD merupakan platform penting untuk menyediakan bukti serta memandu perubahan yang diperlukan. Namun keduanya tidak dapat terus bekerja secara terpisah. Tingkat integrasi yang lebih tinggi antara agenda keanekaragaman hayati dan perubahan iklim sangat penting untuk menutup kesenjangan implementasi saat ini, mengidentifikasi dan mengatasi risiko yang terkait dengan berbagai tindakan, serta mengkoordinasikan kebijakan di seluruh dunia yang menguntungkan iklim, alam, dan manusia.

Saat ini memang belum ada platform yang didedikasikan untuk memajukan agenda lingkungan yang secara setara mendukung konservasi keanekaragaman hayati serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tidak ada juga penunjukan platform ilmiah yang didedikasikan untuk menilai bukti serta isu seputar pendekatan seperti NBS dan implementasinya. 

Pendekatan yang terputus-putus ini tidak mungkin memberikan manfaat bagi keanekaragaman hayati atau solusi yang hemat biaya untuk krisis perubahan iklim.

Kedua konvensi mengakui perjanjian mereka saling bergantung dan mulai berkolaborasi. Dalam COP28 di Dubai pada November 2023, sebuah pernyataan kerja sama dikeluarkan. Namun kerangka kebijakan yang konkret diperlukan untuk beralih dari sekadar tindakan sukarela ke implementasi yang terkoordinasi.

Menjembatani Kesenjangan Implementasi

Program bersama antara UNFCCC dan CBD harus mencakup topik-topik utama yang menjadi perhatian Kerangka Keanekaragaman Hayati Global (GBF) dan Perjanjian Paris, serta melayani berbagai fungsi untuk menyelaraskan tujuan iklim dan keanekaragaman hayati global. Secara khusus, program tersebut harus:

1.
Mengawasi penyelarasan Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Nasional dan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) untuk mencapai tujuan bersama. 

2.

Mengelola dialog ahli teknis.
3.
Mengidentifikasi tindakan iklim yang berbahaya bagi keanekaragaman hayati dan menerapkan perlindungan yang koheren yang dapat beroperasi di antara kedua konvensi.
4.
Membentuk platform untuk visibilitas dan pengakuan atas upaya yang dilakukan oleh negara, pemerintah daerah, aktor non-negara, serta masyarakat adat dan lokal untuk memajukan prioritas program.

5.

Menjadi pusat pengembangan metode untuk memantau kemajuan pada tujuan bersama GBF dan Perjanjian Paris.


Agar efektif, program kerja bersama tersebut perlu dikembangkan rencana spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terikat waktu (SMART) untuk mengatasi kebutuhan finansial, teknis, serta kapasitas yang berhubungan dengan penyampaian pekerjaannya.

Hasilnya, antara lain, bisa menginformasikan ranah tindakan sukarela yang kritis serta berkembang pesat tentang keanekaragaman hayati dan iklim dengan, misalnya, memfasilitasi harmonisasi agenda aksi UNFCCC dan CBD. Selain itu, hal tersebut dapat memberikan panduan kepada entitas pendanaan global untuk membantu negara-negara mencapai tujuan mereka berdasarkan kedua konvensi tersebut.

Proyek karbon yang beragam lebih tahan terhadap gangguan. Hutan Yate, sepuluh tahun setelah tanam, Koreng Country, Australia Barat Daya. theconversation.com/RJ Standish

Jendela Kebijakan yang Tidak Boleh Dilewatkan

Akhir tahun ini, para pemimpin dunia akan berkumpul dalam dua konvensi global tersebut secara terpisah guna mengatasi perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pada Oktober 2024, CBD akan menggelar pertemuan di Cali, Kolombia, untuk COP16. Seminggu kemudian, pada November 2024, UNFCCC akan mengadakan pertemuan di Baku, Azerbaijan, untuk COP29.

Konferensi para pihak yang akan datang ini menghadirkan kesempatan untuk menetapkan program kerja bersama guna mengisi kesenjangan tata kelola saat ini, mengatasi masalah implementasi, serta mendorong inovasi serta sinergi dalam tindakan iklim dan keanekaragaman hayati. Jendela untuk bertindak terhadap iklim dan keanekaragaman hayati makin tertutup. Kesempatan ini tidak boleh dilewatkan.

Artikel ini ditulis bersama profesor biologi konservasi Zological Society of London, Nathalie Pettorelli. Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation dan diterjemahkan Agoeng Wijaya dari Tempo.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 15 September 2024

  • 14 September 2024

  • 13 September 2024

  • 12 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan