maaf email atau password anda salah


Musim Hujan Datang, Apa El Nino Hilang

Kehadiran hujan bukan berarti El Nino 2023 berakhir. Peneliti BRIN memprediksi cuaca panas terasa hingga tahun depan.

arsip tempo : 171484284612.

Bantuan air bersih saat kemarau melanda Desa Bontoparang di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, 2 November 2023. ANTARA/Arnas Padda. tempo : 171484284612.

El Nino yang dimulai pada Juni 2023 membuat cuaca di banyak wilayah Indonesia lebih kering dan mengalami panas menyiksa. Sejak beberapa bulan lalu, beberapa pihak memprediksi puncak El Nino terjadi pada Agustus-September, dengan intensitas yang lemah-moderat. Ada juga yang menaksir fenomena anomali cuaca ini memuncak pada Oktober, kemudian menurun.

Namun, dengan pengalaman meneliti El Nino lebih dari 15 tahun, saya menyaksikan bagaimana pergerakan El Nino, termasuk puncaknya, semakin sulit diprediksi. Pada 2015, misalnya, banyak ilmuwan meramalkan El Nino yang terjadi saat itu hanya berlangsung lemah atau pemanasannya rata-rata per bulan tak melebihi 1,5 derajat Celsius dibanding kondisi non-El Nino. Durasinya pun tak melebihi sembilan bulan.

Pada kenyataannya, El Nino 2015 berlangsung kuat dengan pemanasan tertinggi mencapai 3 derajat Celsius. Durasinya pun dua kali lebih panjang dari El Nino lemah, yakni 18 bulan.

Dampaknya luar biasa. El Nino saat itu menyebabkan suhu bumi mencetak rekor terpanas. Kebakaran hutan dan lahan menggila, mencapai 2,6 juta hektare dengan angka kematian dini akibat paparan asap sebanyak 100 ribu jiwa.

Lantas bagaimana dengan El Nino tahun ini? Berdasarkan pengamatan saya, El Nino 2023 memiliki perilaku senada dengan El Nino kuat pada 2015-2016 dan 1997-1998.

Indonesia harus mewaspadai risiko ini. Maraknya kekeringan dan kebakaran hutan tahun ini ada kemungkinan lebih parah lagi saat El Nino mencapai puncak pada 2024.

Sejumlah warga Desa Bontoparang antre bantuan air bersih di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, 2 November 2023. ANTARA/Arnas Padda

El Nino Akan Menguat pada 2024

Awalnya, El Nino memanaskan suhu permukaan laut dari Samudra Pasifik sebelah timur, dekat Peru. Lalu panas membesar dan menjalar ke arah barat sampai perairan selatan Hawaii hingga ke kepulauan di Pasifik barat dekat Pulau Papua.

Per 29 Oktober lalu, Biro Meteorologi Australia mencatat pemanasan rata-rata bulanan di sekitar titik pantau El Nino di perairan di selatan Hawaii (dikenal dengan area Nino 3.4) baru mencapai 1,66 derajat Celsius.

Pemanasan tersebut berpotensi tinggi menguat sampai tahun depan. Pasalnya, pemanasan parah El Nino 2023 baru berada di dekat Peru (area Nino 2) sebesar 2,42 derajat Celsius di atas normal. Butuh waktu setidaknya dua bulan hingga panas tersebut menyebar ke titik pantau Nino 3.4.

Karena itulah, per 21 Oktober 2023, Biro Meteorologi Australia menaksir puncak El Nino baru terjadi tiga bulan lagi, yakni pada Januari 2024. Saat itu suhu terpanas permukaan rata-rata bulanan dapat mencapai 2,7 derajat Celsius di atas normal di area Nino 3.4.

Saya menganggap pemodelan oleh Biro Meteorologi Australia itu cukup valid karena berbasis data klimatologis lama, dari 1960 hingga 2010. Meskipun terpaut 13 tahun, data lama penting untuk membandingkan perilaku El Nino saat ini dengan kejadian pada 1997-1998 dan 2015-2016. Prediksi Australia juga senada dengan Badan Ilmu dan Teknologi Laut-Bumi Jepang (Jamstec), yang menyatakan El Nino pada puncak pemanasannya akan melampaui 2 derajat Celsius.

Anomali Cuaca Indonesia karena El Nino?

Cuaca panas di Indonesia yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan memang turut dipengaruhi oleh El Nino. Namun dampaknya masih kecil.

Sejauh ini, kondisi panas di Indonesia masih lebih banyak dipengaruhi oleh cuaca di Samudra Hindia. Karena itulah masih ada awan-awan di atas langit Papua, yang diikuti hujan.

Saat El Nino mencengkeram, Papua akan lebih panas dan kering. Begitu juga dengan daerah-daerah di sekitarnya hingga menjalar ke banyak wilayah di Indonesia.

Sementara itu, hujan lebat disertai angin kencang yang terjadi di beberapa wilayah barat Indonesia saat ini, termasuk Jabodetabek, dalam sepekan terakhir lebih dipengaruhi oleh fenomena pemanasan dari Laut Cina Selatan.

Pemanasan kali ini tergolong anomali cuaca karena seharusnya pada periode Oktober cuaca di kawasan tersebut cenderung lebih dingin akibat siklus monsun dingin (winter monsoon) dari November hingga Maret.

Lahan sawah yang mengalami kekeringan di Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, 29 Oktober 2023. ANTARA/Muhammad Iqbal

Musim Hujan Mengakhiri El Nino?

Tahun ini Indonesia mengalami musim hujan secara bertahap sejak Oktober 2023 hingga Februari 2024. Apakah munculnya hujan menjadi pertanda berakhirnya El Nino? Sayangnya tidak. 

Musim hujan hanya meredam dampaknya sehingga Indonesia mungkin tidak akan sepanas saat ini. Mungkin ini bisa memberikan kita waktu untuk "beristirahat" dari panas dan kekeringan.

Namun hal ini tak berlangsung lama. Pada Maret 2024, ketika musim pancaroba melanda sebagian Indonesia, El Nino akan kembali mencengkeram. Saat itu pemanasan suhu rata-rata memang menurun, tapi masih di atas 2,3 derajat Celsius.

Apa yang Perlu Kita Lakukan untuk Menghadapi El Nino?

Saat ini ilmuwan-ilmuwan dunia sedang harap-harap cemas, mengkhawatirkan El Nino bisa menguat seperti "gorila" yang mengamuk melampaui perkiraan. Indonesia harus mempertimbangkan cuaca panas akibat El Nino dapat berkepanjangan. Panasnya bisa begitu kuat, bahkan dapat melebihi kejadian-kejadian sebelumnya.

Ini dipengaruhi oleh kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi. Saat El Nino 2015-2016, kenaikan suhu permukaan bumi belum mencapai 1 derajat Celsius.

Saat ini suhu terpanas bumi sudah mencapai 1,2 derajat Celsius. Kita harus bersiap dengan El Nino yang semakin mencengkeram. Selalu ada kemungkinan pemanasan ekstrem akibat El Nino terus bertahan dan tidak mudah meluruh.

Perhatian Indonesia sampai sekarang masih terbagi karena adanya pemilihan presiden 2024. Perhelatan akbar ini biarlah berjalan, tapi jangan mengurangi fokus kita untuk mencegah dan menanggulangi dampak terburuk El Nino tahun depan.

Tahun ini kita menyaksikan kebakaran hutan dan lahan telah melebihi 600 ribu hektare—tertinggi sejak masa pandemi. Kekeringan sudah terjadi di ratusan wilayah, diikuti kenaikan harga bahan pokok. Bendungan mengering sehingga listrik di beberapa wilayah byar-pet.

Kita membutuhkan usaha ekstra dari semua kalangan untuk mencegah agar beragam dampak tersebut tidak meluas pada tahun depan.

---

Artikel ini ditulis oleh Erma Yulihastin, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Terbit pertama kali di The Conversation.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 4 Mei 2024

  • 3 Mei 2024

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan