Orang dengan gangguan mental, seperti depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, dan gangguan psikotik lain, umumnya memiliki harapan hidup 10-20 tahun lebih pendek dari orang pada umumnya. Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO), mayoritas kematian prematur ini disebabkan buruknya kondisi kesehatan fisik penderita.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam esai kolaborasi dengan penyanyi Lady Gaga, mengatakan akses layanan kesehatan mental yang komprehensif, lengkap dengan perawatannya, tetap tak dapat dijangkau sebagian besar orang di seluruh penjuru dunia. "Di banyak tempat, layanan dukungan kesehatan mental tidak ada, dan mereka dengan kondisi yang masih dapat diobati justru dikriminalisasi," ujarnya. Akibatnya, 800 ribu orang bunuh diri setiap tahun.
Di Indonesia, Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia dan bipolar, mencapai 400 ribu orang, sementara prevalensi gangguan mental depresi dan kecemasan pada usia 15 tahun mencapai 14 juta orang. "Sebanyak 15,8 persen keluarga memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa berat," kata konsultan Health Policy Unit Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, Trihono.
Menurut Trihono, jumlah ini pun belum menggambarkan kondisi di Indonesia secara akurat karena baru mencatat data dari 13 juta keluarga yang dipantau dan terdata dalam aplikasi Keluarga Sehat. Angka tersebut baru mencakup 20,24 persen dari total keluarga di Indonesia. Sedangkan jika mengasumsikan terdapat satu kasus gangguan mental dalam keluarga, hasilnya terdapat 85.788 orang dengan gangguan mental ada di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 13.204 penderita diasingkan.
Jumlah penderita gangguan mental sedang hingga berat, yang tidak tertangani dengan baik dan makin meningkat, membuat WHO turun tangan dan membikin panduan. Panduan ini bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan fisik dan angka harapan hidup para penderita gangguan mental. Sebab, orang dengan gangguan mental memiliki risiko mengidap penyakit tidak menular sangat tinggi akibat konsumsi tembakau, aktivitas fisik yang tidak sehat, dan makan makanan yang tidak sehat.
Panduan pertama yang diberikan adalah penghentian tembakau. WHO memberikan tiga rekomendasi. Ketiganya mensyaratkan intervensi terapi obat, seperti bupropion dan varenicline, serta intervensi perilaku. Dalam salah satu rekomendasi disebutkan bahwa terapi penggantian nikotin dapat dipertimbangkan agar penderita dapat berhenti merokok.
Menurut data WHO, orang dengan gangguan mental dua kali lebih mungkin menggunakan tembakau. Sekitar 61 persen orang dengan gangguan mental lebih mungkin untuk merokok dan sangat agresif bila dibandingkan dengan populasi umumnya yang hanya 33 persen. Ini terkait dengan kematian prematur para pengidap gangguan mental yang disebabkan penyakit jantung, kanker, dan penyakit paru-paru karena kecanduan merokok.
Rekomendasi penting lainnya adalah mengendalikan risiko obesitas. WHO memberikan dua rekomendasi yang bertumpu pada diet sehat dan seimbang, disertai dengan aktivitas fisik. Adapun jika penderita sudah mengalami obesitas, intervensi perilaku gagal, disertai dengan tidak munculnya kesuksesan pemberian obat psikotropika, pemberian metformin dapat dipertimbangkan. Metformin merupakan obat antidiabetes yang dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes tipe 2.
Rekomendasi yang menganjurkan pola diet sehat dan seimbang disertai dengan aktivitas fisik juga ditujukan pada penderita yang sudah memiliki riwayat gangguan kardiovaskular atau berpotensi tinggi mengidap penyakit kardiovaskular. Pada penderita yang juga memiliki riwayat HIV/AIDS dan penyakit infeksi, seperti TBC atau hepatitis B dan C, WHO menambahkan dukungan psikososial untuk mendorong kepatuhan pengobatan si penderita.
Untuk penderita gangguan mental yang berkorelasi dengan penyalahgunaan zat komorbid, seperti obat atau alkohol, WHO menyarankan untuk melakukan intervensi non-farmakologis, yaitu berupa penguatan mental dengan metode wawancara dan pemberian motivasi. Intervensi obat-obatan dapat dipertimbangkan dalam kondisi tertentu. DINI PRAMITA