Facebook dan Bain & Company merilis lanjutan dari studi penelitian mereka pada 2018 tentang emerging middle class. Dalam studi terbaru kali ini, penelitian mereka diberi judul "Riding the Digital Wave: Southeast Asia’s Discovery Generation".
Intinya, studi ini ingin melihat bagaimana perilaku dan preferensi kelas sosial menengah membentuk tren belanja di e-commerce dan ranah online. Hasilnya, semakin beragamnya pilihan, akses Internet yang lebih baik, dan tingkat kesejahteraan yang meningkat menjadi faktor kunci yang dapat mendorong aktivitas belanja online di Asia Tenggara.
"Studi ini menunjukkan bagaimana dunia digital memiliki peran sangat penting dalam pertumbuhan bisnis e-commerce di Asia Tenggara, termasuk Indonesia," kata Kepala Pemasaran untuk Facebook di Indonesia, Hilda Kitti, Rabu lalu.
Penelitian ini menggunakan metode survei. Mereka mewawancarai 12.965 responden di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Juga bertanya kepada lebih dari 30 CEO dan pemodal di kawasan tersebut.
Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa kelas sosial menengah di Asia Tenggara mendominasi pertumbuhan konsumen digital hingga 2025 mendatang. Angkanya ada di kisaran 70-80 persen.
Menurut data Bain, dari 90 juta konsumen digital pada 2015, kawasan Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan sebesar 2,8 kali lipat menjadi 250 juta konsumen digital pada 2018.
Kemudian, pada 2025, akan ada 310 juta konsumen digital di Asia Tenggara. Di Indonesia, angka konsumen digital telah tumbuh pesat dan mendorong pertumbuhan belanja online.
Studi ini juga menunjukkan bahwa konsumen digital di Indonesia tumbuh dari 64 juta atau 34 persen dari total populasi pada 2017 menjadi 102 juta atau 53 persen dari total populasi pada 2018. Pertumbuhan belanja online juga diprediksi tumbuh 3,7 kali lipat dari US$ 13,1 miliar pada 2017 menjadi US$ 48,3 miliar pada 2025.
Adapun fase pencarian dalam aktivitas belanja online sangat penting. Sebab, 64 persen responden di Indonesia mengatakan tidak tahu persis apa yang ingin dibeli saat sedang online.
Sebanyak lebih dari 57 persen responden mengatakan bahwa mereka mengetahui ihwal produk-produk dan merek-merek baru melalui platform media sosial.
Konsumen Indonesia juga menunjukkan preferensi yang kuat untuk omnichannel, yakni mereka akan membandingkan di toko online maupun offline ketika sudah tahu apa yang hendak dibeli. Sebanyak 83 persen konsumen tinggal di kota besar.
"Ada banyak cara untuk berbelanja dan tidak ada orang yang berbelanja dengan cara yang sama dua kali. Kuncinya adalah, merancang strategi pada fase pencarian menjadi sangat penting, mengingat pelanggan berinteraksi dengan banyak merek melalui berbagai saluran pada waktu yang sama," ujar Hilda.
Di Indonesia, 66 persen responden mengatakan mereka terbuka untuk memilih merek lain atau akan membeli berbagai merek saat berbelanja online. "Ini berarti seluruh skala bisnis memiliki peluang sama untuk bersaing dalam cakupan yang lebih besar di Asia Tenggara," kata dia.
Karena itu, Hilda melanjutkan, Facebook hadir untuk mendukung bisnis kecil dan besar serta industri yang lebih luas melalui investasi dalam hal inovasi produk, solusi, program, dan kemitraan. "Ini untuk meningkatkan kemampuan digital dan mendorong dampak ekonomi di Indonesia," ucapnya.
Sebab, selain penemuan itu, penelitian ini menunjukkan potensi besar untuk membangun loyalitas dan pertumbuhan merek, karena tidak ada pemain dominan di pasar e-commerce di Asia Tenggara.
"Rata-rata orang Indonesia berbelanja di 3,8 platform sebelum mereka membuat keputusan pembelian, yang menunjukkan potensi besar bagi merek di Indonesia untuk menumbuhkan pasar mereka di sini," ujarnya.
Menurut dia, memberikan penghargaan bagi pelanggan melalui program loyalitas juga sangat penting. Sebab, studi memperlihatkan responden dengan program loyalitas menunjukkan bahwa mereka 1,5 kali lebih mungkin menjadi promotor dibanding yang tidak memiliki program loyalitas.
Peneliti ekonomi Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan kenaikan pesat e-commerce di Indonesia ditopang oleh semakin bertambahnya jumlah pengguna Internet dan kenaikan jumlah kelas menengah milenial yang menjadi konsumen utama. Selain itu, makin banyak perang promo sebagai strategi mendominasi market share.
Keberadaan dompet digital yang tumbuh cukup agresif serta fintech lending juga memudahkan konsumen membeli barang di platform e-commerce. "Bayangkan, orang dulu mau beli televisi di e-commerce, kalau enggak punya uang, ya, enggak jadi beli. Sekarang, bahkan banyak tawaran utang secara online. Jadi, masyarakat dipacu untuk belanja terus," ucap Bhima, kemarin. AFRILIA SURYANIS
Belanja Online Kelas Menengah Bertumbuh