LONDON – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan negara-negara yang tengah mengalami wabah virus corona agar tidak dengan mudah menerapkan lockdown (mengunci atau mengkarantina) masyarakat demi mengurangi penyebaran. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selaku koordinator kesehatan internasional ini menilai lockdown tak cukup untuk mengalahkan penyebaran wabah virus corona atau Covid-19 itu.
WHO menilai langkah-langkah kesehatan masyarakat tetap diperlukan untuk menghindari penyebaran virus meningkat kembali. "Yang benar-benar perlu kita fokuskan adalah menemukan mereka yang sakit, menemukan kontak mereka, dan mengisolasinya," ujar Mike Ryan, ahli kedaruratan WHO, kemarin. “Bahayanya sekarang, jika tidak menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang kuat, ketika pembatasan dan lockdown itu dicabut, penyebaran wabah bisa meningkat kembali."
Sebagian besar negara di Eropa dan Amerika Serikat mengikuti cara Cina dan negara-negara Asia lainnya dengan menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat secara drastis untuk memerangi virus corona. Sebagian besar pekerja diminta bekerja dari rumah. Sekolah diliburkan. Restoran juga ditutup.
Ryan mengatakan, contoh dari Cina, Singapura, dan Korea Selatan, yang ditambah pembatasan dengan langkah-langkah keras untuk menguji setiap kemungkinan para pasien yang terduga (suspect), telah memberikan model bagi Eropa untuk menerapkannya. Saat ini, menurut WHO, Eropa telah menggantikan Asia sebagai pusat pandemi. "Setelah menekan transmisi, kami harus mencari virusnya. Kita harus berjuang melawan virus," ucap Ryan. Italia sekarang menjadi negara di Eropa yang paling parah terkena virus di dunia.
Meski begitu, sejumlah negara tetap menerapkan lockdown guna menekan penyebaran virus corona. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengumumkan pemberlakuan lockdown secara nasional. Sekolah, kantor, semua pelayanan, dan tempat hiburan, seperti bar, kafe, restoran, dan bioskop, akan ditutup selama 48 jam sejak hari ini. Sedangkan supermarket dan apotek tetap buka.
"Kita semua sekarang bersiap untuk melakukan isolasi diri sebagai bangsa," kata Ardern. Dia mengatakan, tanpa langkah-langkah ini, puluhan ribu warga Selandia Baru bisa mati. Ardern memastikan kebutuhan pangan dan obat-obatan negara itu dipasok dengan baik. Jumlah kasus virus corona di Selandia Baru naik di atas 100 pada Senin ketika negara itu melaporkan adanya 36 infeksi baru.
Tak lama setelah pengumuman itu, banyak orang antre di luar supermarket untuk mengumpulkan barang kebutuhan, meskipun ada jaminan dari pemerintah bahwa ada cukup persediaan dan toko akan tetap terbuka. Kerumunan warga juga terjadi di bandar udara domestik ketika warga Selandia Baru pulang sebelum karantina secara total berlaku untuk empat pekan ke depan. Kepala kepolisian Mike Bush mengatakan petugas akan ditempatkan di seluruh negeri untuk memastikan instruksi diikuti dan ketertiban dilakukan.
Adapun Rusia mengembangkan sistem untuk melacak orang-orang yang berisiko terkena virus corona atau yang telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi dan positif Covid-19. Rusia menggunakan data geolokasi telepon seluler.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengatakan, dengan sistem ini, akan dikirim informasi jika mereka melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi. Informasi yang sama akan diteruskan ke markas regional khusus yang dibentuk untuk memerangi pandemi penyakit pernapasan.
Kremlin mengatakan tindakan itu legal dan bagian dari tindakan yang diambil Rusia untuk menghentikan penyebaran virus. Rusia, yang memiliki larangan sementara masuknya orang asing, telah memiliki 438 kasus virus corona yang dikonfirmasi dan satu kematian.
Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin mengatakan kepada penduduk kota di atas usia 65 tahun dan mereka yang menderita penyakit kronis diharuskan tetap tinggal di rumah. Sobyanin mengatakan kepada para lansia dan penduduk rentan lainnya agar hanya melakukan perjalanan ke apotek dan toko jika benar-benar diperlukan dari Kamis lalu hingga 14 April. REUTERS | BBC | RTE.IE
Rusuh di Penjara karena Corona
KERUSUHAN terjadi di penjara El Modelo di Bogota, ibu kota Kolombia, Ahad dinihari lalu. Para tahanan memprotes kondisi sanitasi di tengah maraknya wabah virus corona secara global.
Menteri Kehakiman Margarita Cabello menyebutkan insiden tersebut menewaskan 23 tahanan dan 83 lainnya cedera. Sebanyak 32 tahanan yang terluka dirawat di rumah sakit. Tujuh sipir terluka dan dua petugas lainnya dalam kondisi kritis. "Ini adalah hari yang sangat menyedihkan dan menyakitkan," kata Cabello dalam tayangan telekonferensi, kemarin. "Ada upaya pelarian kriminal massal di penjara El Modelo dan kerusuhan di berbagai pusat tahanan di seluruh negeri."
Rekaman video yang diambil dari telepon seluler dan kemudian beredar di media sosial menunjukkan bagaimana insiden kerusuhan itu terjadi di penjara. Beberapa bagian di sejumlah lokasi tersebut terlihat kobaran api dan kebakaran. Bagian lain dari rekaman itu memperlihatkan tahanan dan penjaga yang terluka.
Dalam video lainnya, seorang pria berteriak memekik dan mengatakan tahanan telah dicampakkan seperti anjing di tengah penyebaran wabah virus corona. Meski begitu, keaslian terhadap rekaman tersebut belum bisa dikonfirmasi dan diverifikasi.
Cabello menegaskan tidak ada tahanan yang kabur selama kerusuhan. Dia juga mengatakan, "Tidak ada masalah sanitasi yang menyebabkan kerusuhan ini. Tidak ada kasus infeksi, atau tahanan maupun pegawai administrasi yang terinfeksi corona."
Data Kementerian Kehakiman Kolombia menyebutkan ada 132 penjara di Kolombia dengan kapasitas tahanan 81 ribu orang. Namun saat ini penjara tersebut menampung lebih dari 121 ribu tahanan. Kantor ombudsman hak asasi manusia setempat meminta pemerintah mendeklarasikan status darurat penjara yang dapat memungkinkan pembebasan dini bagi tahanan yang lebih tua. "Dengan cara ini mungkin ada keadaan luar biasa yang akan memfasilitasi pembebasan dan aturan sementara bagi mereka yang berusia di atas 60 tahun dan dengan hukuman hingga delapan tahun," kata kantor lewat laman Twitter.
REUTERS | SUKMA LOPPIES