maaf email atau password anda salah


Kemendikbudristek

Ekspresi Sebagai Dasar Identitas Bangsa

Ekspresi menumbuhkan kembali identitas-identitas manusia. Negara perlu lebih serius lagi dalam menghargai ekspresi.

 

arsip tempo : 172670345164.

Ekspresi menumbuhkan kembali identitas-identitas manusia. Negara perlu lebih serius lagi dalam menghargai ekspresi. . tempo : 172670345164.

Ekspresi merupakan bentuk nyata dari energi dinamis yang bersirkulasi di dalam diri manusia. Dalam hidup akan selalu ada energi kegembiraan, kesedihan, permenungan atau apresiasi atas keindahan dan lain-lain, yang selalu muncul dan hilang. Output dari sirkulasi energi ini adalah ekspresi. Ada ekspresi dasar seperti tertawa, menangis, tersenyum, marah, kesakitan dan lain-lain. Ekspresi adalah wujud dari pemikiran atau perasaan manusia agar bisa diketahui oleh orang lain.

Pada gilirannya, ekspresi berkembang menjadi entitas tersendiri di luar si manusia. Dan jika entitas tersebut diolah secara estetik ia akan melahirkan apa yang disebut sebagai karya seni. Dalam perkembangannya karya seni bukan hanya lahir dari ekspresi dasar (hal-hal yang bersifat spontan dan seketika), namun juga dari permenungan panjang, riset, kerjasama dengan manusia lain atau merespon masukan dari orang lain. Demikianlah ekspresi berkembang menjadi lebih kompleks.

Ekspresi dan hak asasi manusia

Karena ekspresi lahir dari sirkulasi energi yang khas sesuai kondisi si manusia, maka tanpa ada kebebasan berekspresi, manusia bisa diibaratkan hidup tanpa identitasnya yang unik. Yang tersisa adalah manusia yang cenderung lebih seragam dan patuh. Dalam kepatuhan jangan harap ia bisa produktif berkreasi. Ekspresi menjadi dasar bagi pendidikan juga, di mana pendidikan yang mampu memfasilitasi kebebasan berekspresi akan lebih bermutu daripada pendidikan yang sifatnya indoktrinasi. Yang satu dapat menghasilkan manusia-manusia yang lebih peka, lebih berinisiatif dan inovatif, sementara yang lainnya cenderung menghasilkan manusia yang berpikir seragam, kurang kritis dan cenderung mudah dikendalikan.

Dari perspektif hak asasi manusia dan demokrasi, ekspresi merupakan jendela dari hak-hak lainnya yang lebih fundamental atau asasi. Melalui ekspresi lah manusia menunjukkan responnya terhadap pelanggaran hak atas kebebasan, hak untuk hidup, hak milik, hak untuk menentukan pilihan, hak untuk berpindah tempat dan hak-hak lainnya. Karena itu di negara demokratis, kebebasan berekspresi menjadi penting agar penegakan terhadap hak-hak lain yang lebih fundamental dapat disuarakan melalui ekspresi tadi.

Kebebasan berekspresi menjadi hal yang penting untuk merombak sistem yang tidak adil dan tidak setara. Perombakan ini biasanya dipelopori oleh mereka yang disebut agen (orang yang mempunyai semangat agency, semangat yang percaya bahwa individu bisa menentukan nasibnya sendiri dan membawa perubahan). Agen-agen semacam ini muncul hanya jika ia memiliki pikiran yang kritis dan berani menyampaikan pikirannya itu ke pihak lain, dengan kata lain ia berani untuk berekspresi. Kebalikannya dari agency adalah individu yang patuh pada doktrin dan tidak memiliki identitas yang khas. Penjajahan bekerja mula-mula dengan menutup pintu ekspresi tersebut. Manusia yang dijajah akan kehilangan identitas uniknya. Di sinilah pentingnya ekspresi yaitu untuk menumbuhkan kembali identitas-identitas manusia.

Apa pentingnya seni dan budaya bagi suatu bangsa?

Jejak ekspresi seni umat manusia bisa dilacak sejauh belasan bahkan puluhan ribu tahun yang lalu, baik berupa lukisan di dinding goa maupun karya tembikar atau patung. Lantas ekspresi seni terus berkembang seiring dengan tumbuhnya peradaban manusia dan sifatnya menjadi semakin kompleks dan makin kolektif. Seni bukan hanya perkara urusan individu saja, melainkan juga urusan bangsa dan peradaban manusia. Ekspresi seni lantas bertumbuh menjadi sesuatu yang mewakili banyak orang dalam suatu masyarakat sehingga menjadi budaya. Dan jika budaya ini diwariskan secara turun-temurun ia akan menjadi tradisi.

Karena ekspresi memiliki cirinya yang khas, maka ia menjadi dasar bagi terbentuknya sebuah identitas. Identitas ini pada gilirannya akan memberikan makna dan bentuk bagi suatu masyarakat, dan lahirlah budaya. Jadi ekspresi adalah dasar dari sebuah kebudayaan yang pada gilirannya memberikan makna hidup bagi warganya, dan membedakan dirinya dari warga dunia yg lain. Budaya membantu manusia untuk berintegrasi dengan lingkungan sosial, politik maupun ekonomi dengan memberi semacam pedoman untuk bersikap dan hadir di dalam suatu masyarakat. Seni dan budaya memberikan rasa kebanggaan sebagai suatu bangsa karena ia unik, khas dan dianggap mampu untuk merespon persoalan-persoalan yang ada di lingkungan tersebut.

Namun di sisi lain seni dan budaya juga dapat menyatukan manusia dari berbagai identitas. Manusia dapat secara bersama-sama menikmati keindahan yang lahir dari seni dan sekaligus dapat tersentuh dan belajar dari suatu budaya terlepas dari latar belakangnya. Sehingga seni dan budaya memberi identitas pembeda namun di saat yang sama sekaligus merekatkan perbedaan. Apresiasi terhadap mereka yang berbeda pada akhirnya menumbuhkan proses percampuran budaya atau asimilasi, yang dapat menjawab tantangan-tantangan budaya pada jamannya.

Jika manusia dijauhkan dari seni dan budaya maka ia akan kehilangan kemampuannya untuk menghargai perbedaan, ia menjadi curiga akan ekspresi yang berbeda dari dirinya atau kelompoknya, dan pada gilirannya ini menimbulkan sikap eksklusifitas dan bahkan fundamentalis.

Seni juga dapat membantu manusia untuk bergerak lincah di antara kategorisasi-kategorisasi yang muncul dari rasio atau pemikiran ilmiah. Kita kerap mengkategorikan segala macam hal ke dalam definisi ilmiah dan kotak-kotak pemahaman lainnya. Seni tidak untuk didefinisikan secara ilmiah melainkan dia lebih untuk dialami. Kita bisa menikmati karya seni dengan lebih baik jika kita mengalami karya seni tersebut bukan mengidentifikasi karya seni itu termasuk ke dalam golongan apa. Seni menampung ekspresi manusia yang tidak bisa dinalar, dan karenanya memperkaya pengalaman manusia.

Aturan yang perlu untuk menunjang ekspresi dan seni budaya

Apakah seni perlu diregulasi? Diperlukan regulasi yang sifatnya mengelola bukan melarang atau mengatur. Bagaimana anda dapat mengatur identitas atau budaya yang terbentuk sudah sekian lama dan menjadi perekat dalam masyarakat? Misalnya alih-alih menerapkan sensor film, lebih baik terapkan penggolongan umur untuk penonton. Diperlukan regulasi yang sifatnya memfasilitasi alih-alih membatasi. Biasanya aturan yang memfasilitasi akan fokus kepada kewajiban negara dibandingkan kewajiban warga negara.

Walaupun begitu dalam konsep hak asasi manusia, kebebasan berekspresi masuk ke dalam derogable rights, yaitu hak yang pemenuhannya dapat ditunda jika dalam pemenuhannya berpotensi untuk mengancam hak orang lain. Misalnya hak menyatakan pendapat di muka umum jangan sampai melanggar hak atas keamanan atau hak atas hidup orang lain. Sejauh hal-hal tersebut tidak dilanggar maka tidak perlu ada aturan yang mengekang kebebasan berekspresi. Kalaupun pembatasan harus dilakukan karena situasi darurat, ia sifatnya hanya sementara dan harus dipulihkan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Karena ekspresi, seni dan budaya merupakan basis dari identitas kebangsaan, maka aturan dan kebijakan pembangunan perlu menghargai keberadaan budaya dan ekspresi yang sudah ada.

Sering para pengambil kebijakan membangun tanpa memperhatikan identitas lokal yang ada di tempat yang akan ia bangun, sehingga masyarakatnya menjadi kehilangan identitasnya. Dan karena identitasnya hilang, terjadi disintegrasi dalam masyarakat. Mereka tidak lagi disatukan oleh identitas, melainkan memperjuangkan kepentingannya masing-masing saja. Orang jadi mudah berselisih dan konflik horisontal muncul. Pembangunan seperti ini tentu luput sasaran dan tidak sesuai dengan semangat membangun.

Pengelolaan kebudayaan ini sebetulnya sudah menjadi semangat di UU No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan dan aturan-aturan turunannya, termasuk penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). PPKD ini disusun secara bottom-up dan mencantumkan berbagai kekayaan seni dan budaya di setiap daerah yang harusnya bisa menjadi sumber informasi untuk pembuatan suatu kebijakan. Namun tampaknya aturan-aturan di atas belum banyak diadopsi menjadi pedoman bagi pembangunan suatu daerah.

Ke depannya, Negara perlu lebih serius lagi dalam menghargai ekspresi, seni dan kebudayaan yang berdasarkan uraian di atas menjadi sama pentingnya dengan sektor kesehatan dan pendidikan. Keseriusan ini setidaknya perlu ditunjukkan dalam tiga hal: pembentukan kementrian kebudayaan, adanya dana yang memadai untuk pengembangan seni budaya dan membangun negara dengan penghormatan kepada budaya. Dengan demikian Indonesia dapat benar-benar menjadi negara super power dalam hal kebudayaan, bukan seperti anak ayam yang mati di dalam lumbung padi.

*Penulis: Aquino Hayunta - Anggota Dewan Kesenian Jakarta

Konten Eksklusif Lainnya

  • 19 September 2024

  • 18 September 2024

  • 17 September 2024

  • 16 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan