maaf email atau password anda salah


Kemendikbudristek

Dewan Kesenian Jakarta; Kembalilah ke Rel

DKJ terjebak dalam pusaran pelaksanaan program tahunan. Pembenahan perlu dilakukan.

arsip tempo : 172651278446.

Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan Dewan Kebudayaan digelar hingga 13 Desember 2023 di Ancol, Jakarta. Foto: Istimewa. tempo : 172651278446.

Lima tahun pasca reformasi, Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ mulai menginisiasi banyak kegiatan seni bertaraf nasional hingga internasional, yang tak pernah dilakukan langsung oleh DKJ sebelumnya. Lambat laun, peran dan fungsi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) mulai redup sebagai pelaksana program kesenian yang dirancang DKJ dan Akademi Jakarta (AJ). Sebaliknya Badan Pengelola PKJ TIM membentuk Board artistic dalam tubuhnya dimana peran dan fungsinya tak terlalu berbeda dengan DKJ. 

Tradisi baru mulai bergulir di Pusat Kesenian Jakarta. DKJ mengambil alih peran PKJ TIM yang berjangka pendek. Mulai dari membuat proposal kegiatan, membuat struktur kepanitiaan, memimpin rapat-rapat persiapan, menghubungi pengisi acara, hingga mengangkat manajer program. Dalam dua dekade terakhir, DKJ sibuk mengelola berbagai program seni, mencari sponsor, rekanan vendor panggung, atau pameran dan rekanan perusahaan penalang modal. Setiap tahun kegiatan seni semakin beragam dan meriah. Mulai tingkat kota sampai tingkat nasional, bahkan internasional, bekerja sama dengan berbagai kementerian dan pusat kebudayaan asing. Sehingga kemudian muncullah kebutuhan untuk mengangkat karyawan tetap yang dapat mengelola program dan kegiatan jangka pendek setiap komite secara berkelanjutan.

Tugas pokok DKJ bergeser dari pembuat kebijakan dan program pembinaan dan pengembangan  kesenian, serta kurator venue menjadi eksekutor kegiatan tahunan. Ditambah dengan keputusan pengangkatan karyawan tetap DKJ oleh ketua-ketua DKJ yang tidak memiliki kekuatan hukum dalam Pergub No. 64 Tahun 2006. Pada saat yang bersamaan, kegiatan kesenian di luar TIM tetap berjalan tanpa ada pengawasan (monitoring) dari DKJ.  Suku Dinas dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta membuat perencanaan dan pelaksanaan program kesenian, yang notabene tidak terhubung atau bersinergi dengan program pembinaan dan pengembangan kesenian yang dirancang  DKJ. Sementara program DISBUD lainnya, seperti Kesenian Terpilih dan Seni Ruang Publik, tidak memberikan ruang bagi DKJ sebagai kurator untuk merekomendasi seniman yang berhak tampil di sebuah festival/forum nasional-internasional sesuai dengan tugasnya yang  dalam pergub. 

Selama dua dekade terakhir, DKJ terjebak dalam pusaran pelaksanaan program tahunan dengan kondisi ketidakpastian jumlah dana dan waktu pencairannya dari pemerintah daerah. Masalah yang berulang tersebut membuat anggota DKJ harus sibuk mencari dana talangan sana sini, mencari sponsor swasta demi terlaksananya kegiatan. DKJ  yang dibayangkan Ali Sadikin sebagai lembaga kesenian yang sejatinya suntuk dalam ruang strategis sebagai pemangku kebijakan dan kurasi, akhirnya  terpenjara oleh kesibukan mengelola  kegiatan seni tahunan. Sebaliknya DKJ malah dicap sebagai Event Organizer, bahkan menerima stigma buruk atas pengelolaan keuangan kegiatan seni yang dinilai  kurang transparan oleh berbagai pihak. 

Kesibukan tersebut membuat DKJ absen dalam memperjuangkan kepentingan kesenian di level kebijakan politik dan birokrasi. Pergub Nomor 64  tahun 2006 yang menjadi dasar hukum keberadaan DKJ tidak digunakan sebagai landasan kerjanya. Di pihak lain, banyak lahir aturan tata kelola pemerintah yang menguatkan posisi negara yang luput dari perhatian DKJ. Ditambah lahirnya berbagai  organisasi/komunitas yang terhubung dengan pertumbuhan dan perkembangan kesenian di Jakarta. Ruang dan upaya strategis yang selama ini kurang diperjuangkan AJ dan DKJ berakibat semakin menyempitnya peran AJ-DKJ di mata pemerintah dan masyarakat kesenian. Lepasnya kendali perencanaan pembangunan kesenian di Jakarta adalah bukti konkritnya.

Puncak perubahan mata rantai kehidupan kesenian secara formal dan struktural ditandai ketika Gubernur Ahok membubarkan PKJ TIM dan menggantikannya dengan UPT PKJ TIM tahun 2014, yang notabene adalah ASN yang langsung di bawah struktur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang kemudian berubah menjadi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Berubahnya nama Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta (BP PKJ) TIM menjadi Unit Pengelola Teknis Pusat Kesenian Jakarta (UPT PKJ) TIM semakin menggeser cita-cita  TIM sebagai pusat kesenian berkelas yang otonom dan independen. Sayangnya, orientasi UPT PKJ TIM tidak dapat mengembalikan BP PKJ TIM sebagai pelaksana program kesenian yang terintegrasi sejak dulu dengan AJ, DKJ, dan IKJ. Melainkan hanya sekedar menjaga, memelihara, dan membersihkan venue.

Kembali ke Rel

Merespon ajakan banyak pihak untuk mengembalikan marwah DKJ dan TIM. Pertama-tama, Dewan Kesenian Jakarta harus memfokuskan diri pada tugas utamanya sebagai policy maker seturut pendiriannya yang dikukuhkan oleh Ali Sadikin tahun 1968. Meski status sebagai lembaga kesenian tertinggi dan satu-satunya tidak digunakan lagi.  Tetapi peran DKJ sebagai pembuat kebijakan dasar kesenian di Jakarta tak pernah lepas sejak dulu. Karenanya perlu diperkuat dengan memasukan kembali satu pasal yaitu “Tugas DKJ” yang ada di PerGub No. 64 Tahun 2006 pasal 18g (“Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesenian di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan melaporkan kepada Gubernur dan AJ”). 

Sebagaimana yang diamanatkan Ali Sadikin, paling tidak DKJ tetap diposisikan sebagai lembaga kesenian utama oleh pemerintah daerah yang dalam konteks hari ini, bertugas menerjemahkan visi jangka panjang 25 tahunan, yang terumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, yang seyogyanya disaripatikan dari pandangan AJ. Tentu dengan mekanisme tertentu hingga DKJ dapat melahirkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang dapat masuk ke dalam dokumen RPJMD 2023-2027. Sebagaimana fasilitasi perumusan Renstra (Rencana Strategis) yang telah dimulai sejak tahun 2022 lalu oleh DKJ. 

Fungsi monitoring atau evaluasi bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan tahunan dan jangka pendek yang diinisiasi atau dilaksanakan baik oleh UP PKJ TIM, Jakpro, Dinas Kebudayaan dan seluruh SKPD yang terkait langsung dengan pemajuan kesenian, organisasi seni, komunitas seni, maupun oleh  pengelola venue, dapat terdorong untuk saling bersinergi satu sama lain. Lebih dari itu DKJ memiliki pijakan untuk melakukan evaluasi pencapaian dengan berbagai strategi yang dapat membantu Dinas Kebudayaan untuk mengoptimalkan tugas dan wewenangnya.

Dalam kondisi UP PKJ TIM yang masih terbatas dalam pengelolaan biaya program kesenian, baik karena faktor level organisasinya atau kapasitas sumber daya manusianya, DKJ dapat mengoptimalkan program yang berorientasi pada misi laboratorium dan barometer di TIM, seperti lokakarya, diskusi, sayembara, riset, penerbitan buku, work in progress, seleksi karya, dan kurasi pengisi program TIM yang ketat. Oleh karena itu, DKJ ke depan perlu mengutamakan juga peran UP PKJ TIM dan JAKPRO dengan menawarkan program lokakarya peningkatan kapasitas SDM, penguatan sistem kurasi, konsep promosi, dan konsep pengelolaan penonton.

Pembenahan perlu segera dilakukan agar DKJ akan punya banyak waktu dan tenaga untuk membaca perkembangan kesenian di luar TIM, juga punya banyak kesempatan untuk menjaring kerja sama dengan berbagai pihak berjangka panjang. lebih dari itu, dapat bertemu dengan pihak-pihak strategis demi pemajuan kesenian di masa mendatang. Bahkan DKJ (bila dibutuhkan), akan memiliki waktu mendampingi penciptaan karya atau program yang lolos kurasi, atau mendampingi para eksekutor kegiatan kesenian yang terkoneksi dengan outcome dan impact-nya sesuai rumusan rencana pemajuan kesenian jangka menengah. Bahkan dapat memberi masukan atau berdiskusi terkait komponen keuangan yang tepat dengan staf birokrasi yang menginput RAB sebuah kegiatan. Hal ini adalah salah satu cara antisipatif untuk menyelaraskan kebutuhan di lapangan yang kerap kali terjadi ketidaksinkronan pelaksanaan kegiatan seni dengan DPA. Hal terakhir ini sebagai bonus tanggung jawab moral DKJ, menimbang belum kembalinya kerja pengelolaan kegiatan seni sebagaimana yang pernah dilakukan Gedung Kesenian Jakarta dan PKJ TIM tempo dulu. 

Tegasnya, DKJ bukan lembaga yang berurusan dengan hal-hal teknis penyelenggaraan event seni. Tradisi 20 tahun terakhir perlu ditinjau ulang, selain hanya akan berhadapan dengan masalah yang sama di lapangan, energi anggota DKJ terkuras untuk penyelesaian kegiatan tahunan. Program-program berskala besar yang telah dilahirkan DKJ dapat terus dikembangkan  oleh Disbud, Disparbud, Sudin, organisasi/komunitas seni, dan siapapun yang dapat mengerjakan secara profesional. Sebagaimana yang dialami FTJ hingga usianya yang ke-50. Peran DKJ tak hilang sebagai inisiator dan pembuat pedoman pelaksanaan dalam kegiatan itu. Pada saat yang bersamaan, sinergi dengan Disbud dan komunitas teater setiap tahun untuk menyukseskan kegiatan itu tetap terjaga. LAngkah selanjutnya, DKJ akan mengurus HAKI atau IP seluruh program yang pernah dilahirkannya untuk menjaga standar konsep program.

Sebagai lembaga kesenian yang fokus pada perumusan kebijakan kesenian dan perencanaan program jangka menengah, DKJ akan dapat melakukan penguatan ekosistem seni dari berbagai arah. Mulai dari advokasi kebijakan kesenian, perluasan jaringan kerjasama dengan berbagai lembaga kesenian nasional-internasional, merekomendasi individu atau kelompok seni ke berbagai forum seni nasional-internasional, penguatan kerjasama dengan Disbud, Bappeda, DPRD, dan semua perangkat pemerintahan daerah, penguatan hubungan kultural dengan komunitas seni dan para seniman, serta merumuskan program program kreatif yang melibatkan partisipasi masyarakat luas. Dengan demikian, di masa mendatang keanggotaan DKJ sebaiknya lebih sedikit. Lebih ketat sistem pemilihannya. Tak mesti seorang berlatar seniman, namun seseorang yang siap bekerja untuk apa yang terbayang di atas. Fokus pada penguatan ekosistem kesenian di wilayah Jakarta (tidak hanya TIM) bersama siapapun yang memiliki spirit yang sama; memajukan kesenian.

*Penulis: Bambang Prihadi - Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta

Konten Eksklusif Lainnya

  • 16 September 2024

  • 15 September 2024

  • 14 September 2024

  • 13 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan