Kepastian Hukum agar Kepulauan Berdaya
RUU Daerah Kepulauan kembali diperjuangan setelah 18 tahun tanpa pembahasan di DPR. Pemerintah masih enggan membahas. #Infotempo
Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah telah menyepakati 38 revisi dan rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional Prioritas pada 2023. Satu dari 38 itu adalah Rancangan Undang-undang Daerah Kepulauan. Rancangan belied tersebut menjadi penting sebagai landasan hukum bagi daerah kepulauan dalam percepatan pembangunan.
Anggota Badan Legislasi DPR RI, Achmad, menyatakan bahwa RUU Daerah Kepulauan sangat penting dan strategis masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023. Menurut dia, RUU ini bersentuhan langsung dengan kesejahteraan masyarakat.
"RUU ini penting dan strategis untuk memakmurkan rakyat. Daerah kepulauan ini terkenal juga dengan 3T, yaitu terluar, terisolir, dan termiskin. Dengan diberi kewenangan pada Pemda, daerah dengan 3T itu bisa dipercepat pembangunannya," ujarnya pada saat berkunjung ke Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara pada rangkaian sosialisasi Prolegnas di Kendari, Senin, 16 Januari 2023.
Bunaken, Sulawesi Utara
Menurut Politikus Partai Demokrat itu, potensi daerah kepulauan sangat besar, terutama kekayaan perikanannya. Sayangnya, potensi perikanan ini belum dimaksimalkan. Yang terjadi justru perikanan di daerah kepulauan malah dicuri pihak asing.
Achmad mengatakan karakteristik daerah kepulauan memang unik, baik sisi geografi, pedesaan, dan transportasinya. Di sinilah butuh regulasi khusus pula yang mengatur daerah kepulauan.
Sebelumnya, Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi mengatakan, RUU Daerah Kepulauan sudah diperjuangkan sejak 18 tahun lalu, yakni pada dua periode DPR dan dua periode DPD. Parlemen bahkan sudah beberapa kali memasukan pembahasan dalam prolegnas, namun hingga hari ini belum juga dibahas dan disahkan.
"Kenapa hingga hari ini belum juga dibahas dan disahkan? Tentunya ini menimbulkan pertanyaan bagi kami. Ada apa dengan RUU Daerah Kepulauan?" ujar Ali Mazi saat Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Tempo pada Desember 2022.
Bahkan, RUU Daerah Kepulauan telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Pada kenyataannya, hingga kuartal terakhir tahun ini belum terdengar tindak lanjut untuk membahas rancangan undang-undang tersebut. Karena itu, Ali Mazi melanjutkan, Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan mendorong agar RUU Daerah Kepulauan benar-benar dibahas dan disahkan pada Prolegnas 2023 ini, sehingga daerah bisa lebih cepat berdaya.
Sebagai informasi, di dalam Badan Kerja Sama Daerah Provinsi Kepulauan terdiri dari delapan provinsi kepulauan, yakni Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Adapun daerah kepulauan meliputi Daerah Tingkat I seperti Provinsi Maluku, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Barat, serta Daerah Tingkat II antara lain Pemerintah Kota Batam, Bima, Ambon, Natuna, dan Biak Numfor.
Tujuan RUU Daerah Kepulauan, Ali Mazi melanjutkan, sudah jelas demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat yang tinggal di daerah berciri kepulauan. Dengan begitu, mereka memiliki kesempatan yang lebih besar dalam mengelola sumber daya secara optimal dan bertanggung jawab.
Ia pun menegaskan bahwa RUU Daerah Kepulauan lahir dari niat ikhlas dan kesungguhan bagi masyarakat, bukan untuk menjadi daerah otonomi khusus. "Kami tidak ingin provinsi kepulauan menjadi otonomi. Tetapi paling tidak, ibarat pembagian kue, ada kesamarataan antara daerah kepulauan dengan non-kepulauan," ujarnya.
Dari sisi konten, setidaknya ada tiga bahasan utama dalam RUU Daerah Kepulauan. Pertama, tentang pengelolaan kewilayahan dan pembagian hasil. Kedua, kepemerintahan, dan ketiga adalah anggaran.
Rokhmin Dahuri, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas IPB
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-Universitas IPB, Rokhmin Dahuri, menyampaikan tanpa UU Daerah Kepulauan, alokasi APBN akan terus sebagian besar mengalir ke Pulau Jawa dan daerah-daerah lain yang jumlah penduduknya besar. Karena, dasar alokasinya hanya berdasarkan pada jumlah penduduk.
“Dengan adanya UU Daerah Kepulauan maka alokasi APBN ke daerah-daerah, aliran investasi dan bisnis, pembangunan kawasan industri, dan pembangunan SDM dan infrastruktur akan lebih proporsional ke daerah-daerah provinsi kepulauan,” tuturnya.
Alhasil, Rokhim melanjutkan, alokasi APBN bukan hanya berdasarkan pada jumlah penduduk di suatu daerah provinsi, tetapi juga atas dasar jumlah pulau, panjang garis pantai, dan luas wilayah lautnya. Dan, ini relevan dengan kebijakan prioritas pemerintah untuk membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Selain itu, kata dia, Undang-undang Daerah Kepulauan diyakini akan mendorong pendayagunaan potensi ekonomi maritim sekitar US$ 1,4 triliun per tahun dan lapangan kerja untuk 45 juta orang. “Saat ini yang baru dimanfaatkan sekitar 15 persen dari total potensi ekonominya,” ujarnya.
Dengan demikian, RUU Daerah Kepulauan akan membangkitkan sumber-sumber pertumbuhan (pusat-pusat kemakmuran) baru di luar Jawa, wilayah pulau-pulau kecil, dan wilayah terdepan (terluar), sehingga seluruh wilayah NKRI dan rakyat Indonesia akan maju dan hidup sejahtera secara berkelanjutan.