Ekonomi Sirkular Kunci Atasi Masalah Sampah
Banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara melakukan 3R. #Infotempo
Berdasarkan indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 yang menyebut 72 persen orang Indonesia tidak peduli akan sampah. Sementara pertumbuhan infrastruktur dan industri daur ulang tidak sepadan dengan pertumbuhan konsumsi dan pembangunan ekonomi.
Karena itu, diperlukan kerjasama dari semua pihak dalam Extended Stakeholder Responsibility, masyarakat, industri dan pemerintah untuk berkolaborasi dalam pengolahan kemasan pasca konsumsi.
Ketua Umum Indonesia Environmental Scientist Association, Yuki M.A Wardhana, mengatakan, ekonomi sirkular sebagai salah satu senjata yang ampuh untuk mereduce sampah. Tapi, harus diperkuat karena ekonomi sirkular akan terbentuk dengan baik kalau ada marketnya.
"Jadi teman-teman produsen ini aktif dalam mendorong ekonomi sirkular, karena harus ada pasarnya, ada yang jual dan ada yang beli," kata Yuki dalam diskusi daring bertajuk Kolaborasi Multipihak Dalam Pengelolaan Sampah Untuk Mewujudkan Ekonomi Sirkular, Kamis, 8 Desember 2022.
Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation, Maya Tamimi, mengatakan sebagai industri permasalahan sampah juga merupakan suatu perhatian yang luar biasa bagi pihaknya. "Karena kami ini kan, sebenarnya berbisnis berjualan produknya ya bukan kemasannya, jadi ketika kemasannya itu kemudian berceceran itu menjadi satu hal yang tidak kita inginkan dan bagaimana caranya kita mencegah hal itu untuk tidak terjadi terus menerus," kata Maya.
Menurutnya, Unilever ingin sekali membuat dunia yang tanpa sampah. Karena itu, pihaknya juga melakukan pendekatan ekonomi sirkular, agar ketika membuat produk kemudian dipakai lagi, sehingga tidak ada sisaan yang mengotori lingkungan.
"Ini kami lakukan dengan berbagai komitmen, karena tidak bisa jalan sendiri dan yang sangat penting itu semua dimulainya dari desain produk. Jadi bener bener dari awal banget bahkan sebelum dimasukin ke market itu sudah dipikirkan," ujarnya.
Maya menjelaskan, saat ini pihaknya juga telah mengupayakan untuk berkomitmen mengurangi penggunaan plastik dalam kemasan. "Dalam latihannya adalah kita mencoba mengimprove kemasan kami agar semakin lama semakin baik".
Kemudian, Maya melanjutkan, dari material yang digunakan, pihaknya juga mengupayakan agar sesuai dengan peraturan pemerintah yaitu dapat didaur ulang dan mudah didaur ulang. "Kami juga punya komitmen penggunaan kemasan daur ulang, jadi kalau misalkan kita tidak punya komitmen itu mungkin buat industri akan lebih mudah selalu pakai plastik atau plastik yang baru karena selalu bersih. Tapi, kita juga tahu kita tidak bisa membiarkan hal ini terus-menerus sehingga harus ada komponen daur ulang sehingga sirkular ekonomi itu terjadi," ujar Maya.
Karena itu, pihaknya juga berkomitmen untuk mendorong terjadinya pengumpulan dan pemrosesan kembali. "Jadi proses kami sendiri menggunakan mendorong berbagai jaringan yang ada," kata Maya.
Content Creator & Architect, Astri Puji Lestari, mengatakan berbicara mengenai pengelolaan sampah tentu sama dengan kebanyakan orang. "Tapi yang pertama dilakukan adalah pikirin sebelum mengkonsumsi (produk) dan bijak dalam memakainya (penggunaannya)," kata dia.
Sebab teori 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sudah diajarkan dalam pelajaran sekolah. Namun, kenyataannya tidak diaplikasikan dengan baik. "Cuma jadi pelajaran sekolah dan hanya jadi teori, tapi ketika sudah masalah besar (sampah) kita tidak punya bekalnya, jadi menurutku penting banget memfamiliarkan ini (3R)," ujarnya.
Direktur Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar, Pemerintah pun telah berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan-persoalan termasuk sampah plastik dengan mengeluarkan Peraturan Presiden 83 tahun 2018 tentang komitmen pengurangan 70 persen sampah plastik ke laut tahun 2025.
Menurutnya, saat ini komposisi sampah plastik di Indonesia sudah mencapai 17 persen bahkan hampir 18 persen dibanding seluruh sampah lainnya. "Kalau kita bandingkan tahun 2010 itu masih di angka 11 persen, ini memang persoalan yang serius ya, karena mungkin terjadi pola konsumsi dan pola perubahan perilaku masyarakat sehingga komposisi sampah plastik ini meningkat dengan pesat," ujarnya.