Melek Digital Memajukan Budaya
Kalangan muda menjadi terdepan dalam memajukan budaya bangsa ke seluruh penjuru dunia. #Infotempo
Era digital menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memajukan budaya-budaya lokal, tidak saja ke pentas nasional tapi langsung melompat ke panggung global. Digitalisasi memudahkan proses globalisasi budaya-budaya lokal tersebut.
Kebudayaan suatu daerah, yang salah satu manifestasinya antara lain berupa tarian, mengandung nilai nilai penciptaan, yang menggambarkan suasana batin masyarakat, sekaligus cerminan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat. Menjadi local wisdom.
Dengan kehadiran era digital saat ini, menjadi kesempatan untuk memajukan budaya-budaya yang ada di setiap daerah, mengenalkan dan mempromosikannya ke dunia global. Sesuatu yang lokal, bisa dengan mudah menjadi global.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengelar webinar dengan tema Kemajuan Budaya dengan Melek Digital. Sejumlah pembicara hadir pada acara ini, yakni Anggota DPR, A. Rizki Sadig, dari daerah pemilihan Jawa Timur, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kominfo, Wiryanta, serta pegiat media Dimas Prakoso Akbar, Jumat, 22 April 2022.
Anggota DPR Rizki Sadig, menjelaskan komposisi penduduk Indonesia saat ini didominasi usia produktif, generasi muda. Hampir 60 persen penduduk Indonesia, adalah generasi muda, atau yang kini lebih popular dengan sebutan generasi milenial dan generasi Z. “Itu ekuivalen dengan 70-80 juta orang,” kata dia.
Dengan melihat komposisi seperti itu, anak-anak muda menjadi yang terdepan dalam memajukan budaya bangsa, dan juga budaya-budaya lokal yang hidup di berbagai penjuru negeri.
“Mereka bisa mengangkat lokal konten entah itu budaya, makanan, objek-objek wisata di daerahnya masing-masing,” kata Rizki Sadig.
Anak-anak muda yang melek digital, punya kemampuan skill untuk mengarungi era digital. Mereka bisa menciptakan konten-konten yang memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai.
Dia menyebut salah satunya adalah kesenian Reog Ponorogo, yang dahulunya hanya diketahui sedikit orang. Kini melalui saluran-saluran digital bisa dikenalkan ke banyak orang di belahan dunia lain, sehingga tidak mudah diklaim oleh negara lain.
Salah satu yang harus diperhatikan, kata Rizki Sadiq, adalah rambu-rambu dalam aktivitas digital. Anak-ana muda perlu mengetahui aturan, sama seperti halnya di dunia sehari-hari yang ada aturan, etika dan sopan santun.
Karena itu, lanjut Rizki Sadiq, jangan sampai bonus demograsi yang sedang dinikmati Bangsa Indonesia justru menjadi beban, karena generasi muda tak menguasai dan tidak memahami manfaat dunia digital. “Konten-kontennya jangan sampai melupakan jati diri bangsa, hanya sekadar ikut-ikutan di dunia lua,” tuturnya.
Adapun Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kominfo, Wiryanta, mengatakan masyarakat kini punya peluang dan kesempatan seluas-luasnya untuk berkreasi dan mencipatakan kesenian berbasis budaya lokal.
Menurut Wiryanta, membangun industri budaya, tidak saja semata-mata untuk seni atau budaya, tapi juga bisa ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan ini menjadi kesempatan untuk perbaikan kesejahteraan para seniman, para pencipta seni dan juga rakyat yang ada di berbagai pelosok daerah.
Bila sebelumnya, kreasi budaya hanya bisa disaksikan oleh sedikit orang dengan ruang lingkup terbatas, kini berkat digitalisasi semuanya disebarluaskan diperkenalkan tidak saja ke pelosok penjuru negeri, tapi ke seantero jagat. “Orang-orang di Eropa di Amerika, akan dengan mudah mengetahui,” kata Wiryanta.
Gaya hidup digital, bagi Dimas Prakoso Akbar, adalah budaya hari ini, esok dan masa depan. Namun, yang kerap muncul adalah persepsi keliru bahwa era digital ini akan berbenturan dengan budaya. Padahal justru sebaliknya digitalisasi dan kebudayaan adalah dua sisi yang saling membutuhkan. Saling support dan bukan saling meniadakan.
Salah satu peran digitalisasi terhadap kebudayaan adalah meluaskan jangkauan pertunjukan dan atraksi budaya dengan biaya lebih murah, efektif dan efisien. Dimas mengatakan yang harus dilakukan saat ini adalah inventarisasi daftar kebudayaan. “Kemudian restrukturisasi dan menyempurnakan apa yang sudah ada. Sehingga nantinya, akan lebih mudah untuk mengemas dan mengenalkan budaya-budaya di pelosok negeri ke dunia luar,” tuturnya.