maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Google

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin


Ditjen EBTKE

Sel Surya Harus Berlabel SNI

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 sebesar 23%.

arsip tempo : 171357769847.

Ilsutrasi pemasangan panel tenaga surya.. tempo : 171357769847.

Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan aturan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk modul sel surya. Setiap produk modul fotovoltaik yang beredar di pasaran wajib bertanda SNI. Ini sebagai bentuk jaminan keamanan dan keselamatan terhadap penggunaan peralatan yang memanfaatkan energi surya.

"SNI diwajibkan demi terjaminnya kualitas modul surya yang beredar di pasaran, meningkatkan daya saing modul surya produk lokal di pasar global, karena yang diwajibkan merupakan SNI adopsi dari standar internasional IEC 61215," ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana, Senin 6 September 2021.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 sebesar 23%. Salah satunya melalui pemanfaatan energi surya. Sementara, pertumbuhan pemanfaatan energi surya mengalami kemajuan pesat beberapa tahun terakhir. Peningkatan pemakaian sel surya ini perlu diimbangi dengan jaminan kualitas mutu produk-produk pendukungnya

Regulasi SNI sel surya ini dimuat dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kualitas Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin. Ketentuan ini wajib dipenuhi oleh produsen lokal maupun importir modul fotovoltaik. Menurut Dadan, dengan pembubuhan tanda SNI, konsumen bisa yakin modul surya yang dipilih telah melewati proses pengujian sesuai standar.

Berdasarkan peraturan menteri tersebut, saat ini telah ditunjuk empat Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan satu Laboratorium Pengujian untuk melaksanakan proses sertifikasi modul fotovoltaik. Modul sel surya yang disertifikasi harus lulus uji melalui serangkaian pengujian ketat di Laboratorium Uji Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi - Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE-BPPT).

Standar yang ditetapkan adalah SNI IEC 61215-1:2016 untuk Modul Fotovoltaik terestrial dengan menilai persyaratan uji, prosedur uji, kualifikasi desain dan pengesahan jenis, dan persyaratan khusus untuk Modul Fotofoltaik silikon kristalin.

Sepanjang Semester 1 tahun 2021 tercatat sebanyak 16 permohonan pengajuan proses sertifikasi ke LSPro. Per 3 September 2021 telah terbit Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) yang pertama atas nama PT. Utomo Juragan Atap Surya Indonesia melalui LSPro Qualis. Selanjutnya akan menyusul penerbitan SPPT SNI dari pemohon lainnya.

Anthony Utomo, Managing Director PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia mengatakan proses pengurusan SPPT SNI modul surya termasuk mudah, cepat, dan tidak signifikan mempengaruhi harga modul. Menurut dia, SPPT SNI bukanlah upaya menghambat tapi usaha bersama antara Pemerintah dan para pemangku kepentingan. “Ini untuk memfasilitasi permintaan masyarakat soal jaminan kualitas atas sumber energi bersih yang ramah lingkungan,” ujar Anthony yang juga Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan KADIN Kota Surabaya ini.

Sementara itu, Kementrian ESDM membantah implementasi PLTS Atap akan mempengaruhi bisnis PT PLN (Persero). PLTS Atap tidak menyebabkan cashflow PLN merugi. Menurut Dadan, memang ada potensi berkurangnya penerimaan PLN akibat penjualan listrik berkurang. Tetapi jumlah tersebut tidak signifikan. Apalagi pemerintah juga telah menciptakan permintaan listrik di kawasan industri baru, industri smelter, kompor listrik dan kendaraan listrik.

Pengembangan PLTS Atap yang ditargetkan sekitar 3.600 MW secara bertahap hingga tahun 2024/2025 berpotensi mengurangi biaya bahan bakar per unit kWh sebesar Rp.7,42 kWh. Nilai rupiah gas total yang dapat dihemat sebesar Rp 4,12 triliun per tahun. Kebijakan PLTS Atap juga dinilai berpihak kepada masyarakat luas, karena mengoptimalkan penghematan tagihan listrik bulanan dengan kapasitas terpasang sesuai daya langganan.

Peruntukan PLTS Atap juga tak mudah diubah dari green lifestyle menjadi kepentingan bisnis. Sebab, pemasangan PLTS Atap dibatasi maksimal 100 persen dari kapasitas listrik pelanggan. Misal, kapasitas listrik rumah sebesar 1.300 VA, maka maksimal pemasangan PLTS Atap adalah 1.300 VA, tidak boleh lebih. Aturan lain, pemasangan modul surya di lahan terbuka (ground mounted) juga dilarang. Pemasangan PLTS Atap  hanya diperbolehkan menggunakan atap, dinding, atau bagian lain dari bangunan.

Saat ini, realisasi ekspor listrik PLTS Atap rumah tangga ke PLN adalah sebesar 24% dari total produksinya. Sedangkan ekspor dari PLTS Atap di sektor industri sebesar 6%.
Data ini menunjukkan bahwa PLTS Atap lebih banyak untuk konsumsi sendiri bukan dijual ke PLN.

Hasil perhitungan Kementerian ESDM terhadap PLTS Atap dengan nilai kWh ekspor PLTS Atap sebesar 100% untuk menggantikan bahan bakar gas menunjukan bahwa BPP mengalami kenaikan sebesar 1,14 Rp/kWh (0,08%), subsidi naik Rp 0,079 triliun (0,15%), dan kompensasi naik Rp 0,24 triliun (1,04%) dibandingkan dengan nilai kWh ekspor PLTS Atap sebesar 65%.

Meskipun dalam perhitungan tersebut total subsidi yang harus disiapkan oleh Pemerintah adalah sebesar Rp 54,15 triliun, namun total yang akan dibayar oleh Pemerintah adalah Rp 53,92 triliun. Sebab, ada pengurangan energi listrik yang dikonsumsi oleh pelanggan PLTS Atap yang nilai penghematannya sebesar Rp 0,23 triliun.

Kementerian ESDM memperhatikan kurva beban (duck curve) dan pola operasi yang dilakukan PLN. Pemerintah juga mengantisipasi dampak pada kestabilan sistem. Antara lain mewajibkan instalasi sistem PLTS Atap mengikuti SNI dan/atau standar internasional. Pelanggan PLTS Atap dari golongan tarif untuk keperluan industri juga harus melaporkan rencana operasi Sistem PLTS Atap kepada Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 19 April 2024

  • 18 April 2024

  • 17 April 2024

  • 16 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan