Turunkan Risiko, Pahami Penyakit Ginjal Akut dan Kronis
JAKARTA – Ginjal adalah organ tubuh yang berperan penting dalam menyaring dan membuang limbah produk dari darah. Selain itu, ginjal juga menghasilkan hormon yang mengatur tekanan darah dan mengontrol produksi sel darah merah. Bahkan, organ ini dapat mengaktifkan bentuk vitamin D yang membantu tubuh menyerap kalsium.
Ahli Penyakit Dalam dan konsultan ginjal hipertensi, dr. Donnie Lumban Gaol Sp.PD-KGH mengatakan, banyak penyebab yang dapat menurunkan fungsi ginjal. Jika sudah terdampak penyakit ini, pasti akan mempengaruhi organ tubuh lainnya. Pasalnya, setiap rentang umur dan jenis kelamin mempunyai risiko yang sama dapat terkena penyakit ginjal kronik. “Pada data yang ada penyakit ini menimpa pria lebih banyak dari perempuan, dan 1 dari 10 orang dapat terdampak oleh penyakit ginjal kronik” kata dia saat ditemui Tempo, Kamis, 18 Februari 2021.
Berdasarkan laporan Indonesia Renal Registry tahun 2018 jumlah pasien aktif yang menjalani cuci darah secara rutin telah mencapai 132 ribu jiwa. Jumlah ini mengalami peningkatan cukup konsisten dalam lima tahun terakhir. Dalam pembiayaan kesehatan yang dikeluarkan oleh BPJS, penyakit ginjal kronik yang menjalani dialisis termasuk pembiayaan terbesar.
Secara garis besar, dr. Donnie menjelaskan, penyakit ginjal terbagi menjadi dua, yakni ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut artinya penurunan fungsi ginjal terjadi mendadak dalam waktu singkat atau beberapa jam atau beberapa hari pada ginjal yang sebelumnya normal. Dengan situasi pandemi, dr. Donnie menyebut, COVID-19 ini juga dapat berdampak terhadap ginjal sekitar 30 persen. Menurutnya, hal ini dapat sangat berpengaruh terhadap kesintasan dari pasien terbut. Namun untuk penyakit ginjal akut, kata dia, fungsinya dapat kembali normal, bila penyebab yang mendasarinya dapat diatasi.
Sedangkan untuk penyakit ginjal kronis, menurut dr. Donnie adalah hilangnya fungsi ginjal secara progresif selama lebih dari tiga bulan dan bersifat ireversibel. Jika fungsi ginjal turun dalam titik tertentu, maka bisa dikatakan sudah masuk ke dalam stadium tahap akhir penyakit ginjal kronis. Sehingga hal tersebut dapat memengaruhi seluruh tubuh, dan dapat membuat merasa sangat sakit. “Konsekuensi orang yang tidak tau atau tidak terdeteksi ginjal kronis, maka penyakit ini progresifnya secara cepat, karena tidak bisa disembuhkan dan akhirnya memerlukan terapi pengganti ginjal,” ujar Dokter yang berpratik di Mayapada Hospital.
Ketika ginjal mengalami kerusakan, dr. Donnie mengungkapkan, produk limbah dan cairan menumpuk dan menyebabkan pembengkakan di pergelangan kaki, muntah, lemas, kurang tidur, nafsu makan berkurang dan sesak napas. Jika tidak mendapat pengobatan, kondisi ini menyebabkan kerusakan komplikasi lebih banyak lagi terutama meningkatnya angka kematian terkait penyakit kardiovaskular.
Walau penyakit ginjal kronis tak bisa disembuhkan, menurut dr. Donnie, dampak dari progresifitas penyakit ini dapat dicegah. Oleh karenanya, penting untuk melakukan deteksi dini dengan memeriksakan diri ke rumah sakit guna mengevaluasi ginjal dalam rentang waktu tertentu. Ia pun menyarankan agar orang-orang yang sudah memiliki faktor risiko terkena penyakit ginjal kronik, seperti hipertensi dan diabetes, rutin mendeteksi fungsi ginjalnya. Pasalnya, dari data Indonesia Renal Registry 2018, penyebab ginjal kronik akibat hipertensi itu mencapai 36 persen, sedangkan diabetes sebanyak 28 persen. “Jadi tujuan deteksi dini dengan melakukan evaluasi fungsi ginjalnya secara rutin mulai 3, 6 atau setahun sekali,” ucapnya.
Lantas jika sudah mengidap ginjal kronik,dr. Donnie mengatakan, ada tiga pilihan bagi pasien. Di antaranya yaitu hemodialisis, peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal. Ketiga model terapi tersebut, lanjut dr. Donnie sudah ada di Indonesia, bahkan bisa menjadi pilihan di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kemudian untuk pasien penyakit ginjal akut, dr. Donnie terdapat modalitas untuk melakukan pengobatan dengan cara Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT), atau Sustained Low Efficiency dialysis (SLED). Adapun CRRT dan SLED merupakan salah satu terapi untuk menggantikan fungsi ginjal dalam proses penyakit akutnya. Terapi ini berfungsi untuk membuang cairan berlebih di dalam darah dan menukar zat-zat terlarut, baik toksin yang tidak lagi diperlukan oleh tubuh maupun zat-zat yang diperlukan tubuh. “Jadi dua treatment itu bisa dikerjakan di rumah sakit ini,” tuturnya.
Guna mencegah kondisi ginjal menurun, dr. Donnie mengatakan, maka pertama yang dapat dilakukan adalah mengenali komorbiditas dengan melakukan kontrol ke rumah sakit. Hal ini berguna untuk mengetahui potensi sejak dini, terutama bagi pengidap hipertensi, diabetes, bahkan auto imun. Melakukan pemeriksaan kreatinin dalam serum darah dan pemeriksaan protein dalam urin serta cek rutin terhadap tekanan darah serta kadar gula darahnya. Kedua, lalukan olahraga dan tetap aktif, Dr. Donnie mengatakan ini dapat membantu menjaga berat badan ideal, menurunkan tekanan darah dan menurunkan risiko terkena ginjal kronis. Lalu tidak merokok, dan mengatur gaya hidup. “Adalagi mengatur asupan obat yang sesuai, dan tidak minum obat nyeri dengan sembarangan,” kata dia.(*)
Inforial